MA Perberat Vonis Angie
Berita

MA Perberat Vonis Angie

Juga dibebani membayar uang pengganti.

ASH
Bacaan 2 Menit
MA Perberat Vonis Angie
Hukumonline

Mantan anggota DPR yang pernah jadi politisi Partai Demokrat Angelina Sondakh harus lebih lama mendekam dalam penjara. Majelis kasasi MA memperberat hukumannya menjadi 12 tahun penjara dari vonis sebelumnya 4,5 tahun penjara. Wanita yang akrab disapa Angie itu juga diganjar hukuman uang pengganti yang sebelumnya hukuman tidak dijatuhkan oleh pengadilan tingkat pertama dan banding.

“Majelis menjatuhkan pidana 12 tahun penjara, denda 500 juta subsider 8 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp12,580 miliar dan 2,350 juta dolar AS. Kalau tidak dibayar, dalam sekian waktu, harus diganti 5 tahun penjara,” kata ketua majelis kasasi Artidjo Alkostar saat dihubungi wartawan, Kamis (21/11).

Putusan ini dijatuhkan pada hari Rabu (20/11) kemarin oleh majelis kasasi yang diketuai Artidjo dengan MS Lumme dan Askin sebagai anggota. Angie dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi seperti diancam Pasal 12A UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor sebagai dakwaan primer.

Januari lalu, Pengadilan Tipikor Jakarta menvonis Angie selama 4,5 tahun penjara. Terdakwa penerima hadiah dalam pengurusan anggaran di Kemendiknas dan Kemenpora initerbukti korupsi secara berlanjut dengan menerima uang Rp2,5 miliar dan 1,2 juta dolar AS dari grup Permai seperti diancam Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat 1 KUHP. Vonis ini diperkuat Pengadilan Tinggi Jakarta dengan hukuman 4,5 tahun penjara dan denda Rp250 juta.

Artidjo menegaskan vonis di pengadilan tipikor dan pengadilan tinggi Angie terbukti Pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor dengan pidana 4,5 tahun penjara, tetapi tidak menjatuhkan hukuman uang pengganti.

Dia beralasan terdakwa Angie ini sebenarnya aktif meminta imbalan uang atau fee kepada Mindo Rosalina Manulang sebesar Rp7 persen dari nilai proyek dan disepakati 5 persen. “Seharusnya, sudah diberikan ke terdakwa 50 persen pada saat pembahasan anggaran dan 50 persen setelah DIPA turun,” kata Artidjo.

Terdakwa juga aktif memprakarsai pertemuan untuk memperkenalkan Mindo kepada Sekretaris Dirjen Dikti Kemendiknas Haris Iskandar dalam rangka mempermudah upaya penggiringan anggaran di Kemendiknas. Terdakwa ikut mengajukan program usulan kegiatan di sejumlah perguruan tinggi. “Itu sifat aktifnya,” kata Artidjo.

Selain itu, terdakwa Angie beberapa kali memanggil Haris Iskandar dan Dadang Sugiarto dari Kemendiknas ke DPR. Lalu, terdakwa minta memprioritaskan pemberian alokasi anggaran terhadap perguruan tinggi.

“Terdakwa juga beberapa kali berkomunikasi dengan Mindo tentang tindak lanjut dan perkembangannya. Terdakwa lalu mendapat uang fee sebesar Rp12,580 miliar dan 2,350 juta dolar AS, sehingga perbuatan terdakwa itu memenuhi unsur Pasal 12A UU Pemberantasan Tipikor sesuai dakwaan primer”.

Artidjo mengkoreksi putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi yang tak melihat Pasal 17 UU Pemberantasan Tipikor. Pasal itu menyebutkan selain hukuman pidana seperti dimaksud Pasal 2, Pasal 3, Pasal 5 –14, terdakwa juga dapat dijatuhi pidana tambahan seperti dimaksud Pasal 18 yaitu hukuman uang pengganti.

“Jadi Pasal 12A  termasuk diantara Pasal 5-14, sehingga terdakwa bisa dijatuhi pidana uang pengganti. Jadi seolah-olah putusan Pengadilan Tipikor dan Pengadilan Tinggi itu kan tidak mau menjatuhkan uang pengganti karena beranggapan itu uangnya dari perguruan tinggi, bukan dari keuangan negara. Itu salah,” tegasnya.

Harusnya PK

Terpisah kuasa Angie, Teuku Nasrullah mengaku belum bisa mengometari putusan MA ini terlalu jauh. Sebab, dirinya belum menerima secara resmi salinan putusannya. “Hari ini saya baru melihat running text beberapa televisi. Tentu tidak pada tempatnya  saya komentari  atau saya berikan pendapat atas putusan tersebut,” kata Nasrullah saat dihubungi.

Dia juga mengaku belum bertemu dengan Angie terkait untuk membicarakan langkah ke depan menyikapi vonis MA ini. “Nanti hari ini saya mau jenguk Angie, saya akan komunikasikan dulu dengan Angie, apa dia sudah ada pemberitahuan putusan ini dari PN Jakarta Pusat? Jadi kita akan pelajari dulu putusannya,” katanya.

Meski begitu, secara umum dia memandang kalau putusan kasasi ini penuh dengan nuansa ketidakadilan, ketidakbenaran fakta hukum yang seharusnya diajukan upaya hukum PK. “Pengadilan adalah tempat mencari keadilan bukanlah  algojo. Jadi, janganlah putusan itu hanya untuk mencari tepuk tangan dan mendapat pujian,” kritiknya.

Nasrullah belum bisa memastikan apakah Angie akan mengajukan PK atau tidak. “Saya harus konsultasi dengan klien saya setelah membaca putusan itu,” tegasnya.

Anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch Emerson Juntho mengapresiasi vonis yang dinilainya sebagai putusan progresif. “Vonis kasasi Angie harus diberikan apresiasi,” kata Emerson.

Emerson menilai putusan Angie ini tak hanya membuat efek jera koruptor, tetapi juga bisa memiskinkan koruptor terkait dijatuhkannnya uang pengganti terhadap Angie. “Ini sesuai yang ICW dan teman-teman LSM minta ke MA untuk menjatuhkan vonis lebih berat dan dikenakan uang pengganti terhadap Angie beberapa waktu lalu,” kata Emerson melalui pesan pendek.

Tags:

Berita Terkait