MA Perbaharui Larangan Bagi Hakim Menemui ‘Tamu’
Berita

MA Perbaharui Larangan Bagi Hakim Menemui ‘Tamu’

Aparat peradilan diperbolehkan menemui pihak berperkara untuk proses administrasi perkara asalkan disaksikan oleh pejabat struktural di lembaga peradilan tersebut

Ali/Mon
Bacaan 2 Menit
Prinsipnya pihak yang berperkara tetap tak boleh bertamu ke <br> ruangan hakim. Foto: Sgp
Prinsipnya pihak yang berperkara tetap tak boleh bertamu ke <br> ruangan hakim. Foto: Sgp

Suasana ruangan seorang hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak tampak seperti biasanya. Bila biasanya tertutup rapat, kali ini pintu ruangan itu terbuka. “Sekarang kan masanya transparansi peradilan,” seloroh hakim tersebut kepada hukumonline.

 

Pertemuan antara hakim dengan pihak berperkara memang acapkali ditemui di dalam pengadilan. Tujuannya, si pihak –salah satunya- ingin menyerahkan berkas perkara ke hakim yang bersangkutan. Ini memang kerap dilaksanakan untuk memperlancar administrasi penyelesaian perkara.

 

Namun, praktek ini sebenarnya melanggar larangan MA bahwa aparat peradilan tak boleh menemui pihak yang berperkara di ruang sidang. Juru Bicara MA, Hatta Ali mengatakan ada yang melanggar larangan ini. “Tidak banyak, hanya ada yang melanggar,” ujarnya melalui sambungan telepon, Senin (26/4). 

 

Hatta mengatakan, sebelumnya larangan tersebut diatur dalam Surat Ketua Mahkamah Agung No. MA/KUMDIL/P.01/II/2002 tertanggal 15 Februari 2002. Namun, ia menegaskan aturan internal itu baru saja direvisi. Yakni, dengan diterbitkannya Surat Edaran MA No. 3 Tahun 2010 tentang Penerimaan Tamu. “Ini untuk menegaskan aturan sebelumnya,” ujarnya.

 

Dalam SEMA yang diterbitkan pada 8 Maret 2010 itu, MA menegaskan seluruh aparat peradilan dimanapun berada dilarang menerima tamu dari pihak atau yang berkepentingan dengan suatu perkara yang belum, sedang, atau sudah diperiksa di pengadilan. Namun, larangan ini terdapat pengecualian.

 

MA sepertinya paham bila pertemuan aparat peradilan dengan pihak yang berperkara di luar sidang kerap terjadi untuk urusan administrasi. “Dalam hal karena pertimbangan menyangkut proses administrasi dari suatu perkara harus diterima, maka pertemuan tersebut harus dihadiri dua pihak yang berperkara,” demikian yang tertulis dalam SEMA yang ditandatangani oleh Ketua MA Harifin A Tumpa itu.

 

Namun, pertemuan itu tak sembarangan dilakukan. Pihak yang berperkara harus terlebih dahulu mengajukan permohonan untuk menghadap di kantor tempat aparat peradilan itu bertugas. Bila salah satu pihak tak hadir meski telah dipanggil secara resmi, maka pertemuan masih bisa dilangsungkan dengan dihadirkan seorang pejabat struktural di kantor tersebut.

 

Hatta mengatakan dengan terbitnya SEMA ini, larangan hakim menemui pihak yang berperkara dengan pengecualiannya menjadi lebih detil. “Aturan sebelumnya hanya bersifat secara umum. Tidak mengatur secara spesifik,” ungkapnya.

 

Sebelumnya, Ketua MA Harifin A Tumpa memang telah mengutarakan larangan bagi para hakim agung menerima tamu yang menyangkut perkara benar-benar diterapkan secara konsisten. “Setiap tamu-tamu yang datang harus diwaspadai,” ujarnya kala melantik enam hakim agung yang baru, (7/4). 

 

Menurut Harifin, adanya hubungan para hakim agung dengan pihak yang berkepentingan dalam perkara akan menyuburkan praktek mafia hukum. Karenanya, ia berharap agar perilaku hakim agung dijaga dengan baik dan tidak boleh melanggar kode etik dan pedoman perilaku hakim.

 

Pengamat Independensi Peradilan, Arsil menyambut baik terbitnya SEMA ini. Walau tak ada yang baru, ia menilai SEMA ini sangat penting untuk mengingatkan kembali para hakim. Ia mengatakan harus adanya dua belah pihak yang hadir dalam pertemuan tersebut bertujuan membentuk imparsialitas peradilan.

 

“Itu aturan internasional. Dan sudah diatur oleh KUHAP sejak lama,” tutur Arsil. Sedangkan perlunya kehadiran pejabat struktural sebagai saksi bila salah satu pihak tak hadir, menurut Arsil sebuah terobosan yang baru. “Itu untuk menghindari confict of interest,” pungkas Peneliti Lembaga untuk Independensi Peradilan (LeIP) ini.

 

Tags: