MA Dituding Abaikan Putusan MK
Utama

MA Dituding Abaikan Putusan MK

MA bersikukuh hanya mengacu pada kesepakatan Peradi-KAI yang menyetujui wadah tunggal di bawah nama Peradi.

ASh
Bacaan 2 Menit
KAI Eggi Sudjana Foto: Sgp" title="KAI Eggi Sudjana "adukan" MA ke MK.
Foto: Sgp" src="https://images.hukumonline.com/frontend/lt4cd14d1e3739a/lt4cd14e38b6f36.jpg" data-fallback="https://static.hukumonline.com/frontend/default/images/kaze/default.jpg" onerror="this.onerror=null;this.src=this.dataset.fallback;" class="img-fluid w-100 h-100 rounded" />
KAI Eggi Sudjana "adukan" MA ke MK.<br>Foto: Sgp

Sejumlah pengurus Kongres Advokat Indonesia (KAI) kubu Eggi Sudjana mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka diterima Ketua MK Moh Mahfud MD dan sejumlah hakim konstitusi dalam sebuah pertemuan tertutup di Gedung MK, Rabu (3/11).  

 

Pertemuan itu terkait dengan putusan MK No 101/PUU-VII/2009 tentang pengujian UU No 18 Tahun 2003 tentang Advokat. Sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) pernah mengeluarkan SK MA No 052 Tahun 2009 yang memerintahkan ketua pengadilan tinggi agar tak mengambil sumpah calon advokat sebelum terbentuknya wadah tunggal organisasi tunggal.

 

Berikutnya, terbit SK MA No 089/KMA/VI/2010 yang mencabut SK MA No 052. SK No 089 inilah yang melatarbelakangi sikap pengadilan tinggi yang hanya mau menyumpah advokat usulan Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi). Efeknya, ribuan advokat dari KAI nasibnya terkatung-katung lantaran sebagian besar advokat KAI tak bisa disumpah.

 

Hal itu dinilai bertentangan dengan putusan MK No 101/PUU-VII/2009 itu yang memerintahkan agar setiap ketua pengadilan tinggi harus melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (1) UU Advokat. Yakni pengadilan tinggi harus segera mengambil sumpah para calon advokat tanpa melihat organisasi mana calon advokat itu berasal dalam jangka waktu dua tahun sejak putusan diucapkan.

 

MK pun berharap dalam rentang waktu itu, perselisihan organisasi advokat untuk membentuk wadah tunggal sesuai amanat Pasal 28 ayat (1) UU Advokat bisa diselesaikan. Jika dalam waktu dua tahun wadah organisasi advokat belum juga terbentuk, maka perselisihan tentang wadah tunggal organisasi advokat yang sah diselesaikan melalui peradilan umum.   

 

Usai beraudiensi, Presiden KAI Eggi Sudjana mengaku telah terjadi kesepahaman soal putusan MK No 101/PUU-VII/2009 dengan Ketua MK dan para hakim konstitusi. “Dalam konteks putusan MK No 101 yang tidak ditaati/dilaksanakan oleh Mahkamah Agung, maka MA telah melecehkan dirinya sendiri,” kata Eggi.

 

Eggi menegaskan keluarnya SK MA No 089 sangat berdampak serius terhadap para advokat atau calon advokat KAI. Makanya, Eggi menghimbau kepada para advokat atau calon advokat KAI untuk melawan hakim yang melarang berpraktek di pengadilan. “Perlawanan terserah di masing-masing tempat,” gagasnya.     

 

Eggi menuturkan pihak MK mengaku tak bisa terlalu jauh mengawasi pelaksanaan eksekusi terhadap putusan yang telah dibuatnya. Sebab, tak ada mekanisme hukum untuk mengatur bagaimana putusan MK itu dapat dijalankan. “Kita diminta untuk mengambil tindakan sendiri karena tak ada prosedur hukum yang mengatur jika putusan MK tak dilaksanakan dan bagaimana upaya hukumnya,” kata Eggi.

 

Ia menilai tindakan MA yang melarang advokat KAI beracara di pengadilan melanggar Pasal 27 UUD 1945 yakni melanggar hak warga negara untuk mencari penghidupan yang layak (mencari nafkah). “Tindakan ini juga dapat digugat secara perdata atau pidana.”     

 

Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva menegaskan bahwa porsi peran MK hanya memutuskan konstitusionalitas suatu norma dalam undang-undang. Sementara pelaksanaan putusan itu diserahkan kepada masing-masing lembaga. Lantaran putusan MK setingkat dengan undang-undang, kata Hamdan, implementasinya diserahkan kepada lembaga yang diberi wewenang.                  

 

“Eksekusi tak bisa dilaksanakan oleh MK atau tak bisa terlalu jauh ikut mengawasi implementasi pelaksanaan putusan MK, kami serahkan kepada masing-masing institusi dan seluruh rakyat Indonesia yang taat hukum,” kata Hamdan.

 

Terpisah, juru bicara MA Hatta Ali membantah jika dikatakan mengabaikan putusan MK itu. Menurutnya, MA sudah beberapa kali mengeluarkan surat terkait soal penyumpahan itu. “MA sudah mengeluarkan surat, ya itulah isinya,” kata Hatta Ali lewat gagang telepon.

 

Hatta menegaskan bahwa surat pertama MA pernah meminta agar Ketua Pengadilan Tinggi se-Indonesia tak mengambil sumpah calon advokat sampai terbentuknya satu wadah organisasi advokat. Selain itu, sebelumnya Peradi-KAI telah menandatangani kesepakatan untuk membentuk wadah tunggal advokat.  

 

“Kita mengacu pada kesepakatan mereka (Peradi-KAI) yang setuju wadah tunggal di bawah nama Peradi, MA tak mengintervensi soal ini, kecuali atas permintaan kedua belah pihak,” tambahnya. 

Tags: