MA Desak Pembentukan UU Contempt of Court
Utama

MA Desak Pembentukan UU Contempt of Court

DPR mendukung penuh usulan untuk membuat UU Contempt of Court.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Mahkamah Agung minta DPR perioritaskan pembentukan<br> UU Contempt of Court. Foto: Sgp
Mahkamah Agung minta DPR perioritaskan pembentukan<br> UU Contempt of Court. Foto: Sgp

Mahkamah Agung (MA) akan meminta DPR untuk segera memprioritaskan terbentuknya UU Contempt of Court. “Karena undang-undangnya belum ada, nanti kita akan minta ke DPR untuk memprioritaskan pembahasan UU Contempt of Court,” kata Ketua MA Harifn A Tumpa usai acara penyampaian Laporan Tahunan MA 2010, di Gedung MA, Kamis (24/2).       

 

Pernyataan itu menanggapi maraknya aksi kekerasan disertai perusakan di sejumlah pengadilan. Sasarannya tidak hanya sebatas aksi perusakan pengadilan, tetapi juga sudah mengancam majelis hakim yang tentunya berpengaruh terhadap independensi hakim.

 

Masih belum lepas dari ingatan, peristiwa perusakan gedung Pengadilan Negeri Temanggung, Jawa Tengah yang dipicu ketidakpuasan massa atas putusan lima tahun penjara bagi terdakwa penistaan agama, Antonius Richmond Bawengan. Belum lama ini juga terjadi kerusuhan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat majelis hakim mengadili perkara blowfish.  

  

Hasil riset Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) pun menunjukkan sejak 2005 hingga sekarang, penghinaan terhadap pengadilan atau Contempt of Court bukan lagi terjadi di luar ruang sidang, tetapi banyak terjadi di dalam. KRHN mencatat sejak September 2005 hingga 8 Februari 2011 terjadi tidak kurang dari 30 kali aksi penghinaan terhadap pengadilan.

 

Harifin berharap DPR segera menyusun UU Contempt of Court secara tersendiri, meski tindak pidana penghinaan terhadap pengadilan ini sudah masuk dalam RUU KUHP. “Jika sudah masuk dalam RUU KUHP, tentunya bisa disinkronkan, tetapi kalau bisa diatur dalam undang-undang tersendiri agar lebih detil,” harapnya.           

 

Harifin mengaku miris dengan fenomena kekerasan yang terjadi di pengadilan lantaran sekelompok orang memaksakan rasa keadilannya sendiri. “Padahal keadilan harus ditempuh lewat proses hukum, tindakan Contempt of Court ini yang harus dicegah,” harapnya.   

 

Meski demikian Harifin berharap pengadilan tetap dapat melaksanakan tugasnya secara independen tanpa terpengaruh oleh siapapun dan dalam kondisi apapun. “Kalau hakim takut, bisa saja membebaskan orang, ini bisa berdampak pada independensi hakim.”

 

Agar kejadian serupa tak terulang lagi atau dapat diminimalisir, Harifin berharap pihak kepolisian harus segera membantu sesuai kewajiban hukumnya untuk menjaga keamanan termasuk di pengadilan. “Memang ada anggaran untuk pengamanan di pengadilan, tetapi memang sangat tidak cukup, terlebih kalau mengerahkan personil polisi hingga ratusan orang setiap kali sidang,” katanya.

 

Mendukung

Dihubungi terpisah, anggota Komisi III DPR T Gayus Lumbuun mendukung penuh usulan pembentukan UU Contempt of Court. Terlebih, hal itu merupakan amanat UU No 3 Tahun 2009 tentang Mahkamah Agung. “Kita mendukung karena itu amanat undang-undang,” kata Gayus kepada hukumonline, lewat telepon.

 

Namun, pihaknya meminta agar MA membuat permohonan secara tertulis kepada Komisi III DPR sebagai usul hak inisiatif DPR. Diharapkan aturan soal tindak pidana contempt of court juga nanti diatur dalam revisi KUHAP. “Saat ini kan kita sedang merevisi KUHAP, nanti sekalian masuk dalam revisi KUHAP,” katanya.

 

Menurutnya, prinsipnya DPR harus merespon usulan MA akan perlunya UU Contempt of Court demi menjaga ketertiban dan keamanan persidangan yang sudah semakin banyak diwarnai kekerasan. “Ini menjadi suasana sidang tidak bebas dalam memeriksa perkara karena ada pro dan kontra dari masyarakat.”

 

Dukungan itu bukan tanpa alasan, Gayus mengutip Penjelasan Umum angka 4 UU No 14 Tahun 1985 tentang MA yang menyebutkan untuk lebih menjamin terciptanya peradilan yang baik perlu dibuat undang-undang yang mengatur penindakan perbuatan Contempt of Court.

 

“Saat ini fenomena kerusuhan yang terjadi di pengadilan, bahkan bersifat anarkis, membuat suasana persidangan tidak kondusif bagi para penegak hukum. Karenanya, perlu ada peraturan yang tepat dan jelas untuk mengatasi hal itu,” tutupnya.

 

 

Tags: