MA Berupaya Dorong Peningkatan Peringkat Kemudahan Berusaha
Berita

MA Berupaya Dorong Peningkatan Peringkat Kemudahan Berusaha

Selain mendukung program pemerintah, survei kemudahan berusaha juga dapat digunakan sebagai indikator untuk mengidentifikasi masalah-masalah fundamental dalam sistem hukum Indonesia.

Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Ketua MA M. Syarifuddin bersama Ketua Kamar Perdata MA I Gusti Agung Sumanatha saat webinar terkait peningkatan peringkat kemudahan berusaha dalam perspektif peradilan, Jum'at (23/4/2021). Foto: Humas MA
Ketua MA M. Syarifuddin bersama Ketua Kamar Perdata MA I Gusti Agung Sumanatha saat webinar terkait peningkatan peringkat kemudahan berusaha dalam perspektif peradilan, Jum'at (23/4/2021). Foto: Humas MA

Dalam beberapa tahun terakhir, Mahkamah Agung (MA) turut berperan meningkatkan kemudahan berusaha (easy of doing business) di Indonesia. Wujudnya, MA menerbitkan sejumlah kebijakan dalam bentuk Surat Keputusan Ketua MA (SK KMA), Peraturan MA (Perma), atau Surat Edaran MA sebagai perangkat hukum memadai yang memberi kepastian, keamanan, dan jaminan lebih baik dalam berusaha.

Peran peradilan dalam kemudahan berusaha terutama ketika para pelaku usaha dan atau pihak terkait terjadi perselisihan hak melibatkan pengadilan. Setidaknya, ada dua parameter kemudahan berusaha yang beririsan dengan kewenangan peradilan yakni penegakan kontrak (enforcing contract) dan penyelesaian kepailitan (resolving insolvency). Tahun ini, MA tengah melakukan survey di 2 Pusat Kegiatan Ekonomi Terbesar (Jakarta dan Surabaya). Telah disebar kuesioner/interview kepada Kontributor (Hakim/Praktisi/Pelaku Usaha) dan akan dikembalikan pada 28 April 2021.     

Ketua MA Muhammad Syarifuddin mengatakan MA sebagai pengadilan tertinggi, terus mendorong program prioritas pemerintah untuk kemudahan berusaha melalui SEMA, SK KMA, atau Perma. Hal ini demi terwujudnya penyelenggraan proses peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan.

“Pemerintah telah mentargetikan peringkat ke-40 kemudahan berusaha pada 2024 dan dalam jangka panjangnya mentargetkan peringkat ke-10 pada 2045. Maka dari itu, MA akan terus berupaya meningkatkan kemudahan berusaha di dunia peradilan dengan cepat dan biaya ringan,” kata M. Syarifuddin dalam weibinar bertajuk “Meningkatkan Peringkat Kemudahan Indonesia – Perspektif Peradilan”, Jum’at (23/4/2021). (Baca Juga: Perma Gugatan Sederhana Dinilai Topang Kemudahan Berusaha)

Syarifuddin mengatakan meski menjadi tugas berat, tapi bukan tidak mungkin peningkatan peringkat kemudahan berusaha bisa dicapai jika semua stakeholders terkait bisa mendorong maksimal. “Kita bisa berkaca di negara tetangga Malaysia pada 2019 menduduki peringkat ke-11 dan Singapura menduduki peringkat pertama dan kedua. Bukan mustahil Indonesia dapat meraihnya. Kita sebagai bagian yang turut memberikan entitas dalam survei peirngkat kemudahan berusaha tersebut harus maksimal mewujudkannya,” ujarnya.

Dia menyebutkan dalam survey tahun 2020 secara umum, Indonesia masih menduduki peringkat 73 dari 190 negara. Khusus enforcing contract, pada 2019, Indonesia menduduki peringkat ke-146 dan pada tahun 2020 menduduki peringkat ke-139. Dan, untuk resolving insolvency pada tahun 2019 menduduki peringkat ke-36 dan Tahun 2020 menduduki peringkat ke-38.

Menurutnya, selain mendukung program pemerintah, survei kemudahan berusaha juga dapat digunakan sebagai indikator untuk mengidentifikasi masalah-masalah fundamental dalam sistem hukum Indonesia yang perlu mendapat perhatian khusus. Misalnya, apa saja kekurangan yang harus diperbaiki dan kelebihan yang harus ditingkatkan terus-menerus untuk memberikan kontribusi yang maksimal.

MA pun telah menentukan kelompok kerja kemudahan berusaha yang lebih memudahkan untuk koordinasi baik secara internal maupun eksternal. “Beberapa regulasi yang diterbitkan dan peningkatan tata kelola persidangan membuat regulasi persidangan secara elektronik juga untuk mendorong peningkatan kemudahan berusaha dan perekonomian Indonesia,” ujarnya. 

Dalam survei kemudahan berusaha ini, kata dia, hal yang menjadi perhatian serius MA melakukan pembaharuan tidak cukup dengan menerbitkan kebijakan saja, tetapi perlu melakukan sosialisasi dalam upaya reformasi peradilan mendapatkan respons positif dan menyamakan persepsi dalam berbagai kesempatan.

“Bapak/ibu yang berkesempatan menjadi kontributor/responden pada Survei Kemudahan Berusaha ini dapat memperoleh informasi selengkap-lengkapnya dan sejelas-jelasnya melalui kegiatan ini.

Ketua Kamar Perdata MA I Gusti Agung Sumanatha, selaku Koordinator Kelompok Kerja Penguatan Peradilan dalam Rangka Koordinasi Peningkatan Kemudahan Berusaha ini, mengatakan survei kemudahan berusaha merupakan salah satu survei yang sangat penting. Sebab, reputasinya yang tinggi, lingkupnya yang nyaris mencakup seluruh negara yang ada di dunia, dan usianya yang sudah berjalan tidak kurang 18 tahun.

“Dewasa ini survei kemudahan berusaha merupakan salah satu Global Comparative Indicator terpenting bagi negara-negara yang berupaya mendorong investasi dan pembangunan, sehingga dapat dikatakan, survei ini adalah mercusuar arah pembangunan banyak negara di dunia saat ini,” katanya.  

Untuk diketahui, kebijakan yang telah dikeluarkan MA untuk kemudahan berusaha diantaranya SK KMA Nomor 241 KMA/SK/IX/2020 Pembentukan Kelompok Kerja Penguatan Peradilan Dalam Rangka Koordinasi Peningkatan Kemudahan Berusaha; Perma 1 Tahun 2019 tentang Administrasi Perkara dan Persidangan Secara Elektronik di Pengadilan; Perma Nomor 3 Tahun 2019 tentang Tata Cara Penyelesaian Gugatan Sederhana (mengganti Perma 4 Tahun
2015); Perma Nomor 1/2016 Tentang Mediasi.

Lalu, SEMA Nomor 2 Tahun 2016 Peningkatan Efisiensi dan Transparansi Penanganan Perkara Kepailitan dan PKPU di Pengadilan. SEMA No.2 Tahun 2016 ini mengatur kewajiban memperoleh persetujuan dari Kreditur dalam Penunjukan Kurator; penjelasan kembali jangka waktu penyelesaian kepailitan (±290 hari); kreditor bisa memperoleh informasi dari Kurator setiap saat; kewajiban pelaporan yang lebih baik. Selain itu, SEMA Nomor 109/KMA/SK/IV/2020 Pemberlakuan Buku Pedoman Penyelesaian Perkara Kepailitan Dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Tags:

Berita Terkait