MA Belum Miliki Mekanisme Jaminan Keselamatan Hakim
Utama

MA Belum Miliki Mekanisme Jaminan Keselamatan Hakim

MA mengaku belum memiliki aturan khusus mengenai jaminan keselamatan hakim. Ketiadaan jaminan itu dikhawatirkan mempengaruhi indepedensi hakim dalam memutus perkara.

IHW/Rzk
Bacaan 2 Menit
MA Belum Miliki Mekanisme Jaminan Keselamatan Hakim
Hukumonline

 

Menurut Tita, kondisi itu merupakan hal yang sangat ironis dimana di satu sisi hakim adalah profesi yang memiliki tanggung jawab besar dan resiko profesi yang juga tinggi. Kita sudah beberapa kali mendengar hakim yang diintimidasi baik secara fisik maupun psikis oleh pihak yang tidak puas dengan putusan hakim, ungkapnya.

 

Celakanya, antisipasi terhadap kejadian-kejadian seperti itu belum maksimal. Seperti diakui Djoko Sarwoko, selama ini ternyata belum ada aturan khusus yang mengatur mengenai protoler keselamatan dan keamanan para hakim di Indonesia. Dalam prakteknya, hakim harus lebih aktif meminta perlindungan kepada pihak kepolisian. Pengamanan harus diminta langsung oleh hakim bersangkutan, paparnya. Selanjutnya, adalah tugas kepolisian sebagai pengayom dan pelindung masyarakat.

 

Pengaruhi indepensi hakim

Bagi Tita, tidak adanya jaminan atas keselamatan dan keamanan hakim menunjukan inkonsitensi sikap negara. Betapa tidak. Di satu sisi hakim dituntut untuk selalu independen dalam menangani suatu perkara. Namun di sisi lain independensi hakim bisa tergoyahkan dengan adanya ancaman, gangguan atau bahkan teror. Kondisi ini sangat jauh berbeda jika dibandingkan dengan di Amerika Serikat. Pengamanan hakim di sana jauh lebih ketat, baik di pengadilan hingga di rumah.

 

Menanggapi hal itu, Djoko menyatakan bahwa itu adalah salah satu resiko yang harus ditanggung hakim. Namun begitu, ia menjelaskan, dalam beberapa perkara tertentu hakim berhak atas pengamanan. Kalau perkara yang ditangani adalah perkara yang sensitif dan bisa menimbulkan gejolak, seperti sengketa Pilkada, hakim berhak mendapatkan pengamanan itu, tandasnya.

 

Kondisi yang terjadi di dalam korps hakim ini ternyata berbanding terbalik dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Para pimpinan KPK mendapatkan jaminan pengamanan yang memadai yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 29 Tahun 2006 tentang Hak Keuangan, Kedudukan Protokoler dan Perlindungan Keamanan Pimpinan KPK. Pasal 12 Ayat (2) PP itu menjelaskan bahwa perlindungan keamanan yang diberikan kepada pimpinan KPK berupa tindakan pengawalan, persenjataan dan perlindungan terhadap keluarganya.

 

Djoko Sarwoko menanggapi pengamanan KPK itu dengan dingin. Saya pikir (pengamanan KPK, red) itu adalah fasilitas yang istimewa. Sama dengan jaksa yang diberikan senjata api. Hakim juga ada kok yang mau dipinjami senjata untuk melindungi diri sendiri. Sementara polisi juga mau untuk memberikan pengamanan. Tapi selama ini MA belum merasakan hal seperti itu, bebernya.

 

Lain halnya dengan Djoko, Tita berpendapat bahwa rentetan peristiwa naas yang menimpa hakim seharusnya bisa menjadi pelajaran berharga mengenai pentingnya jaminan keselamatan hakim. Untuk itu, sudah saatnya ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang hal ini. RUU Kekuasaan Kehakiman yang tengah digodok di DPR bisa menjadi entry gate untuk mewujudkannya, pungkasnya.

 

Warga di kelurahan Uboubo, Kota Ternate, Maluku Utara pada Senin (11/2) subuh mendadak di gemparkan oleh suara ledakan. Seperti dilansir, pusat ledakan ternyata berasal dari kediaman Ketua Pengadilan Tinggi (PT) Maluku Utara, Kamarudin Kurip. Dikabarkan bahwa ledakan itu hanya mengakibatkan rusaknya mobil dinas dan dinding garasi rumah Ketua PT. Untungnya tidak ada korban jiwa dalam ledakan itu, jelas Juru Bicara Mahkamah Agung (MA), Djoko Sarwoko kepada hukumonline.

 

Polisi masih terus melakukan penyelidikan. Namun Djoko menengarai motif pengeboman itu terkait dengan putusan MA dalam sengketa Pilkada Maluku Utara. Pada hari yang sama dengan ledakan, KPU Maluku Utara malah sedang menghitung ulang perolehan suara di Jakarta. Kamarudin hadir dalam perhitungan ulang tersebut.

 

Jika benar terkait dengan putusan MA, maka peristiwa pengeboman ini seakan memperpanjang deretan daftar hakim yang menjadi sasaran kemarahan pihak yang merasa 'dirugikan' putusan pengadilan. Masih terbayang di benak kita bagaimana mantan hakim agung almarhum Syafiudin Kartasasmita harus meregang nyawa ditembak oleh orang suruhan Tommy Soeharto atas putusan yang dibuatnya pada 2001 silam. Kita juga masih ingat bagaimana Hakim Pengadilan Agama Sidoarjo Ahmad Taufiq yang dibunuh seorang Kolonel Angkatan Laut yang tidak puas dengan isi putusan hakim.

 

Intimidasi kepada hakim ternyata tidak hanya dalam bentuk fisik. Secara psikis, hakim juga sering mendapat hambatan dari para pihak yang berperkara. Tengok saja pengalaman hakim di PHI Jakarta yang menjadi sasaran amarah para buruh Great River. Atau ketika ratusan massa FPI menyatroni ruang  hakim yang menangani perkara majalah Playboy Indonesia.

 

Semua cuplikan gambaran seperti disebutkan di atas seakan menunjukan bahwa masih minimnya jaminan keselamatan dan keamanan yang diberikan kepada hakim. Dian Rositawati, Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Indepedensi Peradilan (LeIP) membenarkan hal itu. Selama ini memang terlihat tidak ada upaya negara untuk memberikan jaminan itu kepada hakim, ujar Tita, demikian ia disapa.

Halaman Selanjutnya:
Tags: