MA Batalkan Syarat Sertifikat Pelatihan untuk Pengangkatan Jabatan Notaris
Terbaru

MA Batalkan Syarat Sertifikat Pelatihan untuk Pengangkatan Jabatan Notaris

Pasal 2 ayat (3) huruf a Permenkumham No.19 Tahun 2019 dinilai bertentangan dengan Pasal 3 UU Jabatan Notaris dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Belum lama ini, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan uji materi Pasal 2 ayat (3) huruf a Permenkumham No.19 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris. Beleid itu mengatur salah satu syarat pengangkatan jabatan Notaris yakni melampirkan fotocopi sertifikat pelatihan peningkatan kualitas jabatan notaris yang diterbitkan Ditjen AHU Kemenkumham.    

“Mengabulkan permohonan Pemohon untuk sebagian. Pasal 2 ayat (3) huruf a Permenkumham No.19 Tahun 2019 bertentangan dengan Pasal 3 UU No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Tidak menerima dan menolak tuntutan permohonan selain daripada itu,” demikian bunyi amar Putusan MA No.3 P/HUM/2022 yang diputus pada Selasa (29/3/2022) lalu.

Sebelumnya, Pasal 2 ayat (3) huruf a Permenkumham 19/2019 berbunyi “Untuk dapat diangkat menjadi Notaris, calon Notaris harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:…. (3) Selain kelengkapan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (2), calon Notaris harus melampirkan: a. fotokopi sertifikat pelatihan peningkatan kualitas jabatan notaris yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum”.  

Majelis Hakim MA yang memutus permohonan ini terdiri dari Hakim Agung Irfan Fachruddin selaku ketua majelis, Yodi Martono Wahyunadi dan Yosran sebagai anggota majelis. Permohonan uji materi yang diajukan oleh Alkausar Akbar (calon notaris/PPAT) melawan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional RI ini melayangkan 2 objek permohonan.

Pertama, Pasal 2 ayat (3) Permenkumham No.19 Tahun 2019 tentang Syarat dan Tata Cara Pengangkatan, Cuti, Perpindahan, Pemberhentian, dan Perpanjangan Masa Jabatan Notaris yang dianggap Pemohon bertentangan dengan materi muatan atau memperluas norma yang terkandung dalam Pasal 3 UU No.2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (UU Jabatan Notaris) terkait 8 syarat pengangkatan jabatan notaris.

Kedua, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5, Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 12 ayat (1) huruf c dan d, Pasal 12 ayat (2) huruf e dan f, Pasal 22 ayat (2) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.10 Tahun 2017 tentang Tata Cara Ujian, Magang, Pengangkatan dan Perpanjangan Masa Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah yang menurut Pemohon bertentangan dengan materi muatan atau memperluas norma yang terkandung Pasal 6 ayat (1) PP No.24 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah No.37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah.

Dalam pertimbangannya, terkait objek I dimana Pemohon sebagai perseorangan warga negara Indonesia yang merupakan calon Notaris dan PPAT memiliki hak yang dijamin oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku sekaligus kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan ini.

Namun untuk objek permohonan II, sesuai Pasal 30 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.20 Tahun 2018 tentang Tata Cara Ujian Magang, Pengangkatan dan Perpanjangan Masa Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, Permen tersebut telah dicabut dan dinyatakan tidak berlaku. Karena itu, menurut Majelis permohonan ini telah kehilangan objek dan karenanya tidak terdapat lagi kerugian hak Pemohon yang diakibatkan oleh objek II.

Mengenai objek permohonan I berdasarkan posita, petitum permohonan, dan bukti-bukti, Majelis menyatakan terdapat 4 poin yang dimuat dalam Pasal 2 ayat (3), tapi Pemohon hanya mempermasalahkan syarat yang tercantum dalam ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a mengenai fotokopi sertifikat pelatihan dan huruf b mengenai fotokopi sertifikat kode etik.

Menurut Pemohon, Pasal 2 ayat (3) telah memperluas norma yang terkandung dalam Pasal 3 UU No.2 Tahun 2014 jo UU No.30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Sebab, tidak ada satupun syarat yang diatur pada Pasal 3 UU Jabatan Notaris mengharuskan calon notaris mengikuti pelatihan peningkatan kualitas jabatan notaris yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum dan Ujian kode etik Organisasi Notaris.

Pandangannya itu sebelumnya telah diperkuat dalam Putusan MA No.50/P/HUM/2018 yang menggariskan syarat untuk dapat diangkat menjadi Notaris dalam ketentuan Pasal 3 UU Jabatan Notaris bersifat limitatif. Artinya, syarat utama yang harus dipenuhi oleh calon notaris hanya yang ditentukan dalam ketentuan tersebut. Menyangkut persyaratan tambahan berupa kelengkapan dokumen diharuskan sejalan dengan maksud pembentuk UU a quo secara sistematis-kontekstual.

Dalam Putusan MA No.50/P/HUM/2018 ini berisi pertimbangan MA atas permohonan para pemohon yang mempersoalkan pemberlakuan Pasal 2 ayat (2) huruf j Permenkumham No.62 Tahun 2016 yang berbunyi, “fotokopi tanda kelulusan ujian pengangkatan notaris yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum yang telah dilegalisasi” didalilkan bertentangan dengan Pasal 7 UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan karena menyalahi persyaratan pengangkatan Calon Notaris yang diatur UU Jabatan Notaris. MA memandang alasan tersebut cukup beralasan menurut hukum.

Oleh karena itu, ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf j Permenkumham Nomor 62 Tahun 2016 dinilai memperluas norma yang terkandung dalam Pasal 3 UU No.2 Tahun 2014. Menurut MA, penyelenggaraan ujian pengangkatan notaris oleh Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum tidak pernah diperintahkan oleh UU Jabatan Notaris. Karena itu, MA memutuskan Pasal 2 ayat (2) huruf j Permenkumham No. 62 Tahun 2016 bertentangan dengan UU Jabatan Notaris, sehingga harus dibatalkan.

Dalam Putusan MA No.3 P/HUM/2022 ini, MA menyatakan pendiriannya terhadap norma hukum yang sudah diuji dan dinyatakan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi serta dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat tidak boleh dimuat kembali dalam suatu peraturan.

Untuk itu, MA kembali menyatakan ketentuan tersebut bertentangan dengan Pasal 3 UU Jabatan Notaris. Karenanya, dalil permohonan yang menyatakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf a Permenkumham No.19 Tahun 2019 bertentangan dengan peraturan perundang-undangan beralasan menurut hukum. 

Selanjutnya mengenai Pasal 2 ayat (3) huruf b Permenkumham No.19 Tahun 2019, Majelis MA melihat sebagai satu-satunya wadah profesi notaris dalam meningkatkan kualitas notaris, maka Ikatan Notaris Indonesia (INI) seharusnya memiliki independensi dan kemandirian dalam membuat kode etik, menguji, mengawasi, dan memberhentikan Notaris. Tanpa terkecuali berkaitan dengan penyelenggaraan sertifikasi kode etik notaris yang berfungsi sebagai lembaga penyaringan untuk menentukan kelulusan Calon Notaris menjadi Notaris.

Atas pertimbangan tersebut, syarat berupa kelengkapan dokumen dalam bentuk fotokopi sertifikat kode etik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b Permenkumham No.19 Tahun 2019 dinilai sudah tepat. Karenanya, dalil permohonan yang menyatakan ketentuan Pasal 2 ayat (3) huruf b bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi tidak beralasan menurut hukum.

Tags:

Berita Terkait