MA Batalkan Sebagian Substansi Kode Etik
Berita

MA Batalkan Sebagian Substansi Kode Etik

Pengawasan eksternal oleh KY harus semata-mata menyangkut perilaku hakim guna menegakkan martabat dan kehormatan hakim.

ash
Bacaan 2 Menit
MA Batalkan Sebagian Substansi Kode Etik
Hukumonline

Mahkamah Agung (MA) mencabut delapan poin kode etik dan pedoman perilaku hakim. Salah satu yang dicabut yakni point 10.4 terkait larangan hakim mengabaikan fakta. Pencabutan ini adalah buah dari uji materi SKB Ketua MA dan Ketua KY Tahun 2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim Poin 8 dan 10 yang diajukan sejumlah advokat.  

“Menyatakan butir 8.1, 8.2, 8.3, 8.4, dan butir 10.1, 10.2, 10.3, dan 10.4 SKB Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim bertentangan dengan Pasal 40 ayat (2) dan Pasal 41 ayat (3) UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman dan tidak berlaku,” demikian amar putusan yang dimuat di website MA, Senin (13/2).

Majelis juga memerintahkan kepada ketua MA dan ketua KY untuk mencabut delapan butir SKB Kode Etik dan PPH itu. Majelis hakim pengujian SKB ini diketuai Paulus Effendi Lotulung, Ahmad Sukardja, dan Rehngena Purba, Takdir Rahmadi, dan Supandi.    

Sebagaimana diketahui, Henry P Pangabaen, seorang mantan hakim agung yang sekarang berprofesi advokat bersama Humala Simanjuntak, Lintong O Siahaan, dan Sarmanto Tambunan menguji khususnya poin 8 (berdisiplin tinggi) dan poin 10 (bersikap profesional) SKB Kode Etik Hakim dan Pedoman Perilaku Hakim. Para pemohon menilai dua poin itu dapat menyebabkan hakim ketakutan dan independesinya dalam menangani perkara akan terganggu.

Pengujian ini diajukan tak berselang lama ketika majelis hakim kasus Antasari yaitu Herry Swantoro, Ibu Prasetyo, dan Nugroho Setiadji direkomendasikan untuk dijatuhi sanksi selama enam bulan tidak mengadili perkara (nonpalu) oleh KY. Ketiganya dinilai melanggar kode etik Point 10 butir 4 SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.

Majelis hakim Antasari dinilai mengabaikan bukti dan beberapa keterangan ahli yang menentukan dalam persidangan Antasari di PN Jakarta Selatan dalam kasus pembunuhan. Meski, akhirnya MA menolak rekomendasi KY ini dengan alasan objek pemeriksaan telah memasuki wilayah teknis yudisial.    

Dalam pertimbangannya, majelis berpendapat SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim secara materi termasuk peraturan seperti dimaksud Pasal 8 ayat (1) UU No 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pengawasan eksternal oleh KY harus semata-mata menyangkut perilaku hakim guna menegakkan martabat dan kehormatan hakim.

“Kewenangan teknis hukum (yudisial) hanya sebatas mengenai isi putusan hakim yang telah berkekuatan hukum tetap (BHT) sesuai Pasal 42 UU No 48 Tahun 2009, sehingga tidak ada dasar hukum kewenangan bagi KY tugas pengawasan teknis hukum terhadap kasus yang belum BHT,” sebut majelis dalam pertimbangannya.     

Dengan demikian baik MA maupun KY dalam melaksanakan pengawasan harus menghormati ketentuan Pasal 39 ayat (4) UU  No 48 Tahun 2009 tentang larangan mengurangi kebebasan hakim dalam memeriksa dan memutus perkara. Lagi pula pentingnya KY diwajibkan menghormati kemandirian dan kebebasan hakim ditegaskan dalam Pasal 20 A ayat (1) butir d UU No 18 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU No 22 Tahun 2004 tentang KY.

KY Kecewa
Terpisah, Juru Bicara KY Asep Rahmat mengatakan sebagai lembaga negara, KY menghormati putusan itu. Meski demikian, pihaknya kecewa dengan keluarnya putusan pembatalan delapan poin kode etik itu. Karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan MA selaku sama-sama termohon tentang bagaimana tindak lanjut dari putusan itu.

“Berdasarkan peraturan MA, pihak termohon mempunyai waktu 90 hari sebelum putusan serta merta berlaku bila tidak ada tindak lanjut,” kata Asep kepada hukumonline.

Asep juga menyesalkan prosedur pemeriksaan uji materi ini yang terkesan tidak jelas dan tidak transparan. Sebab, sebagai termohon, KY tidak pernah diberi informasi dan dipanggil untuk dimintai keterangan. “KY hanya dapat informasi saat ada pengajuan permohonan ini September 2011 lalu dan saat putusan keluar hari ini,” keluhnya.

Terkait majelis hakim yang memutus uji materi ini, pihaknya akan mengkaji ada tidaknya potensi konflik kepentingan dan tindakan lainnya sebagaimana diatur atau dilarang dalam SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim dalam kasus ini.               

Karenanya, Asep tetap berpendapat bahwa tidak ada legal standing dari para pemohon (kerugian yang nyata) dan objek permohonan yakni SKB Kode Etik Hakim ini bukan peraturan perundang-undangan yang bisa diuji MA. Selain itu, majelis hakim pun tidak berwenang mengadili karena ada konflik kepentingan (mengadili yang terkait dirinya sendiri) sebagaimana tertuang dalam jawaban permohonan uji materi ini. 

Tags: