MA Akan Cabut SEMA Akta Kelahiran
Utama

MA Akan Cabut SEMA Akta Kelahiran

Kemendagri diminta lebih aktif ‘jemput bola’.

AGUS SAHBANI
Bacaan 2 Menit
Ketua MA Hatta Ali. Foto: Sgp
Ketua MA Hatta Ali. Foto: Sgp

Ketua MA M. Hatta Ali mengapresiasi dan menyambut baik putusan MK yang menghapus peran pengadilan dalam pengurusan akta kelahiran. ”Itu bagus, kami senang saja karena beban kami berkurang,” kata Hatta Ali usai acara Wisuda Purnabakti 10 Hakim Agung di Gedung MA, Rabu (1/5).

Dia juga mengatakan akan menghapus berbagai peraturan (Perma) dan Surat Edaran (SEMA) yang mengatur keterlibatan pengadilan dalam pengurusan akta kelahiran. “Tetapi, kami akan baca dulu putusannya, yang jelas semua SEMA akan kami hapus,” katanya.

Hatta Ali berharap sidang tilang kendaraan bermotor juga tidak melibatkan pengadilan. Soalnya, dalam praktik, sidang tilang banyak calo yang merupakan orang luar pengadilan. Tapi kemudian pengadilan yang mendapat cap buruk. “Kalau bisa sidang tilang juga tidak di pengadilan, tetapi harus sudah online semua seperti di luar negeri,” harapnya.

Hal senada dikatakan Kepala Biro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur. Dia menilai putusan MK terkait pengurusan akta kelahiran merupakan putusan yang bagus. ”Penyelenggaraan akta kelahiran atau status kependudukan warga negara memang menjadi tanggung jawab pemerintahan,” katanya.

Dihapuskannya kewenangan pengadilan, lanjut Ridwan, secara otomatis akan memperpendek birokrasi atau proses pengurusan akta kelahiran. Artinya, masyarakat bisa lebih cepat dan mudah mengurus akta kelahiran.  Hanya memang kantor catatan sipil harus bekerja lebih ekstra dan teliti.

"Sejak adanya putusan MK ini pengadilan tetap akan memeriksa berkas yang masuk terkait penetapan akta kelahiran ini. Namun, tidak akan menerima berkas baru,” kata Ridwan.

Karena itu, dia menyarankan ada kerja sama antara kantor catatan sipil dan pihak rumah sakit, klinik bersalin, atau bidan. Diharapkan, ketika anak itu lahir jangan sampai mereka keluar dari rumah sakit belum memiliki akta kelahiran.

“Pengadilan kan bisa menyelenggarakan akta itu sehari, lalu kenapa kantor sipil tidak bisa? Berikan kewenangan juga kepada rumah sakit atau klinik untuk mengurus penerbitan akta kepada kantor catatan sipil agar lebih dipermudah,” sarannya.   

Menurutnya, jutaan anak Indonesia yang belum memiliki akta kelahiran tak semata disebabkan orang tuanya tidak mampu, tetapi seringkali mereka sulit mengakses untuk mengurus akta ke kantor catatan sipil. “Sudah saatnya, kantor catatan sipil ‘jemput bola’, seperti sidang keliling, jangan biarkan mereka yang datang.”

Pihaknya, lanjut Ridwan, belum melakukan koordinasi dengan Kemendagri. “Tetapi, otomatis pemerintah daerah, bupati, gubernur melalui kantor catatan sipil di daerahnya harus responsif terhadap putusan MK itu,” harapnya.

Sampai berita ini diturunkan, pihak Kemendagri belum bisa dimintai tanggapan. Upaya hukumonline menghubungi juru bicara Kemendagri Reydonnyzar Moenek tak membuahkan hasil.

Sebelumnya, MK membatalkan frasa dan ayat dalam Pasal 23  UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (UU Adminduk) yang isinya dianggap merepotkan para orang tua yang telat mengurus akta kelahiran anaknya. Dalam putusannya, MK mengubah kata ‘persetujuan’ dalam Pasal 32 ayat (1) UU Adminduk dengan kata ‘keputusan’.

MK juga membatalkan frasa “sampai dengan 1 (satu) tahun” dalam ketentuan itu. Ini artinya, laporan akta kelahiran yang melewati 60 hari sejak tanggal kelahiran, pencatatan dilaksanakan setelah mendapatkan keputusan Kepala Instansi Pelaksana setempat.

Selain itu, MK membatalkan keberadaan Pasal 32 ayat (2) yang mengatur pencatatan kelahiran yang melewati satu tahun, dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan negeri. Ini artinya, peran pengadilan dalam hal pengurusan  penetapan akta kelahiran yang melewati satu tahun dihilangkan.

Selama ini penetapan akta kelahiran berpedoman pada SEMA No. 06 Tahun 2012 tentang Pedoman Penetapan Pencatatan Kelahiran yang Melampaui Batas Waktu Satu Tahun Secara Kolektif.

Melalui SEMA ini, MA mempermudah pengurusan akta kelahiran bagi masyarakat yang terlambat mengurus. Selain memungkinkan pengurusan kolektif, MA mendorong pengadilan di daerah melakukan sidang keliling atau zitting plaats. Untuk pengurusan biaya, pengadilan bisa bekerja sama dengan bank atau Pos Indonesia.

Tags:

Berita Terkait