MA: 4 Pedoman dalam Pengawasan Hakim
Terbaru

MA: 4 Pedoman dalam Pengawasan Hakim

KY menyatakan tidak berwenang masuk ke dalam pertimbangan yuridis putusan dalam melakukan pengawasan terhadap hakim. KY hanya menjaga dan menegakkan kehormatan hakim dalam hal adanya dugaan pelanggaran perilaku hakim.

Agus Sahbani
Bacaan 3 Menit
Gedung MA. Foto: RES
Gedung MA. Foto: RES

Belum lama ini, Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI (Badilag MA) menggelar pembinaan teknis yustisial secara daring dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kemampuan tenaga teknis di lingkungan peradilan agama, khususnya para hakim dalam bidang pengawasan. Dalam kesempatan ini, tema yang diangkat adalah “Batas Kewenangan Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial dalam Mengawasi Hakim.”

Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Aco Nur menekankan pentingnya topik yang dibahas. Sebab, seringkali batas antara kemandirian hakim dan prinsip akuntabilitas menjadi persoalan dalam pengawasan terhadap hakim. “Kehadiran YM. Dr. Sunarto, S.H., M.H. di tengah kesibukan beliau yang luar biasa, yang menguraikan dan menjelaskan batasan kedua hal tersebut. Ini akan menjadi pedoman di masa-masa yang akan datang,” Aco Nur saat memberi pengantar acara pembinaan teknis, Jum’at (18/6/2021) seperti dikutip laman MA.    

Wakil Ketua Mahkamah Agung RI Bidang Non Yudisial, Sunarto menguraikan 4 hal yang harus dipegang dalam pengawasan terhadap hakim. Pertama, tidak menilai pertimbangan yuridis. Komisi Yudisial, bahkan Mahkamah Agung sekalipun, dilarang dan tidak boleh menilai pertimbangan yuridis dan substansi suatu putusan dalam pengawasan karena hal tersebut masuk ke dalam ranah kebebasan dan independensi hakim.

Kedua, tidak mengurangi kebebasan hakim. Pengawasan oleh Komisi Yudisial tidak boleh mengurangi kebebasan hakim dalam menjalankan tugas yudisialnya. Ketiga, wajib menjaga kemandirian. Komisi Yudisial dalam proses pengawasan tetap wajib menjaga kemandirian dan kebebasan hakim.

Keempat, pemeriksaan hanya terhadap perilaku. Dalam hal ditemukan adanya bukti-bukti yang cukup dan mengindikasikan ada kekeliruan yang disengaja dalam pembuatan putusan, maka pemeriksaan hanya dilakukan terhadap kekeliruan tersebut dan tidak boleh terkait substansi putusan. (Baca Juga: KY Jatuhkan Sanksi Etik 58 Hakim, Ini Rinciannya!)

Terpisah, Juru Bicara KY Miko Ginting menegaskan KY memang tidak berwenang masuk ke dalam pertimbangan yuridis putusan dalam melakukan pengawasan terhadap hakim. KY hanya menjaga dan menegakkan kehormatan hakim dalam hal adanya dugaan pelanggaran perilaku hakim.

Dia menerangkan objek pengawasan hakim sebenarnya secara kategoris terdiri dari teknis yudisial/substansi putusan dan perilaku hakim. Namun, dalam perkembangannya, ada area yang beririsan dari kedua kategori itu. “Saya kira ini yang menyebabkan banyak rekomendasi KY tidak bisa ditindaklanjuti oleh MA dengan alasan masuk wilayah teknis yudisial dan/atau substansi putusan. Persoalan ini akan coba dibahas bersama dalam Tim Penghubung antara KY dan MA ke depan,” kata Miko saat dihubungi, Selasa (22/6/2021).

Seperti diketahui, objek pengawasan hakim yakni teknis yudisial/substansi putusan selama ini kerap menimbulkan perdebatan antara MA dan KY. Alhasil, banyak rekomendasi KY terkait usulan penjatuhan sanksi para hakim kerap ditolak oleh MA. Sebab, MA menganggap objek pemeriksaan KY masuk wilayah teknis yudisial terkait materi putusan hakim, bukan menyangkut perilaku hakim.        

Misalnya, terakhir dalam laporan/pengaduan masyarakat yang dihimpun KY pada periode 4 Januari s.d. 30 April 2021. Dari sekitar 494 laporan masyarakat dan 359 surat tembusan dugaan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH), hanya 78 laporan yang memenuhi persyaratan.

Dari laporan yang memenuhi syarat itu, KY menjatuhkan sanksi kepada 48 hakim yang didominasi sanksi ringan karena terbukti melanggar KEPPH pada kuartal 1 tahun 2021. Penjatuhan sanksi ini berdasarkan hasil pemeriksaan, sidang panel dan sidang pleno oleh Anggota KY. Proses penanganan pengaduan melalui pemeriksaan terhadap berbagai pihak (pelapor dan saksi) yang dilengkapi dengan pembuatan BAP, mengumpulkan bukti-bukti yang detail sebelum memeriksa hakim, dan mengenakan sanksi sesuai dengan tingkat kesalahan.

Hakim yang terbukti melanggar KEPPH diberikan sanksi sesuai pelanggaran yang dilakukan. Rincian, 36 hakim dijatuhi sanksi ringan, 10 hakim dijatuhi sanksi sedang, dan 2 hakim dijatuhi sanksi berat. Rekomendasi sanksi ini selanjutnya disampaikan kepada Mahkamah Agung (MA) untuk pelaksanaan sanksinya. "Sanksi ringan berupa teguran lisan untuk 6 hakim, teguran tertulis untuk 11 hakim, dan pernyataan tidak puas secara tertulis untuk 19 hakim," kata Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi Sukma Violetta dalam Konferensi Pers virtual Penanganan Laporan Masyarakat di Kantor KY, Senin (3/5/2021) lalu.

Sementara rincian sanksi sedang yaitu penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala selama satu tahun untuk 3 hakim, penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun untuk 1 hakim, dan hakim nonpalu selama enam bulan untuk 6 hakim. Untuk sanksi berat, kata Sukma, KY memutuskan 2 orang hakim dijatuhi sanksi nonpalu lebih dari 6 bulan dan paling lama 2 tahun. 

"Tapi, pelaksanaan penjatuhan sanksi ini seringkali terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti rekomendasi KY ini dan adanya tumpang tindih tugas. Ada 23 usulan sanksi, sampai saat ini belum mendapat respon dari MA, bagaimana pelaksanaannya? Untuk 25 keputusan sanksi yang tersisa, KY masih melakukan proses minutasi."

Tags:

Berita Terkait