Lucas Dicegah, Lucas Tak Hadir untuk Tersangka Eddy Sindoro
Berita

Lucas Dicegah, Lucas Tak Hadir untuk Tersangka Eddy Sindoro

KPK meminta para saksi kooperatif karena ada ancaman pidana jika terbukti membantu proses pelarian Eddy Sindoro.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES
Jubir KPK Febri Diansyah. Foto: RES

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali melakukan pemeriksaan saksi atas dugaan korupsi mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro dengan memanggil Lucas, seorang advokat untuk dimintai keterangan. Ini adalah kali pertama pemeriksaan terhadap kasus ini dilakukan setelah vakum berbulan-bulan. 

 

Sayangnya Lucas tidak hadir dalam pemeriksaan ini. Informasi yang diperoleh Hukumonline ada seorang pegawainya yang mendatangi KPK siang tadi dan memberikan surat kalau Lucas sedang ada urusan keluarga. Juru Bicara KPK mengamini hal itu dan penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan terhadap Lucas.

 

“Lucas saksi ESI (Eddy Sindoro) tindak pidana korupsi memberi hadiah atau janji terkait pengajuan Peninjauan Kembali (PK) di PN Jakarta Pusat, memberikan surat ketidakhadiran dengan alasan ada keperluan keluarga mendesak dan tidak dapat ditunda. Penyidik akan mengirim panggilan kedua untuk saksi yang direncanakan pada hari Senin depan,” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah, Jumat (28/9/2018).

 

Dua hari sebelum pemanggilan, Rabu (26/9), KPK mengumumkan Lucas dicegah bepergian keluar negeri bersama dengan Dina Soraya terkait dengan kasus dugaan korupsi suap pengurusan perkara di PN Jakarta Pusat dengan tersangka Eddy Sindoro.

 

"Dua orang ini dilarang bepergian ke luar negeri (pencegahan ke luar negeri) selama 6 bulan terhitung sejak 18 September 2018,” terang Febri ketika itu. Baca Juga: Ini Alasan KPK Banding terhadap Vonis Eks Panitera PN Jakpus

 

Febri mengatakan alasan pencegahan ke luar negeri dilakukan untuk kepentingan proses penyidikan, sehingga jika dibutuhkan pemeriksaan saksi tidak berada di luar negeri. Ia memang tidak menyebutkan secara spesifik mengenai keterkaitan Lucas dalam perkara ini. Namun Febri meminta para saksi termasuk Lucas dan Dina Soraya yang dicegah bepergian keluar negeri bersifat kooperatif.

 

“KPK mengingatkan agar para saksi bersikap koperatif jika nanti dipanggil penyidik dalam proses pemeriksaan. KPK perlu mendalami apa yang diketahui dan bagaimana peran saksi dalam terkait keberadaan ESI di luar negeri,” terang Febri.

 

Febri menegaskan jika ada upaya-upaya untuk membantu proses pelarian, maka ada resiko pidana yakni obstruction of justice atau menghalangi proses penyidikan seperti diatur Pasal 21 UU Pemberantasan Tipikor. “KPK memperingatkan pada semua pihak agar tidak melakukan perbuatan menyembunyikan atau membantu proses pelarian tersangka,” ujarnya mengingatkan.

 

Mengenai pencegahan bepergian keluar negeri, Hukumonline telah berupaya mencoba meminta klarifikasi kepada Lucas ataupun para koleganya. Upaya Hukumonline menghubungi nomor ponsel Lucas seringkali tidak aktif. Begitu pula pesan WhatsApp yang dikirim tidak berbalas.

 

Sejumlah kolega Lucas seperti M. As’ary dan Nur Asiah selaku senior partner pada kantor hukum Lucas, S.H & Partners juga tidak bisa dihubungi. Sama halnya dengan Oscar Sagita yang juga tercatat sebagai partner di kantor hukum Lucas juga tidak bisa dihubungi, pesan melalui aplikasi WhatsApp juga tidak berbalas.

 

Andi Syamurizal Nurhadi, advokat dari kantor hukum Lucas lainnya, yang menjadi kuasa hukum Benny Tjokro ketika ada sengketa perdata antara Goldman Sachs dengan PT Hanson International Tbk tidak bisa memberikan keterangan. Risma Situmorang, Ketua Bagian Humas IKAPI dimana Lucas menjabat Ketua Dewan Pembina di organisasi tersebut mengaku tidak mempunyai kewenangan memberikan klarifikasi.

 

Tiak hanya menghubungi melalui sambungan telepon atau WhatsApp, Hukumonline juga mendatangi kantor Lucas di Sahid Sudirman Center Lantai 55 sesuai data yang tertera di laman Lucas, S.H & Partners. Seorang penerima tamu yang mengaku bernama Qori mengatakan permintaan wawancara tidak bisa dilakukan secara langsung, tetapi harus mengirim surat terlebih dahulu.

 

Eddy Sindoro tersangka

Status tersangka Eddy Sindoro pada mulanya diketahui dari surat tuntutan terdakwa Panitera Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat Edy Nasution yang dibacakan penuntut umum KPK, Dzakiyul Fikri di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, 21 November 2016 lalu.

 

Seperti diketahui, Edy tertangkap tangan KPK usai menerima uang dari Doddy Aryanto Supeno di area parkir basement Hotel Acacia, Jakarta Pusat pada 20 April 2016. Saat ini, perkara Doddy telah berkekuatan hukum tetap (inkracht). Doddy divonis empat tahun penjara dan denda Rp150 juta subsidair tiga bulan kurungan.

 

Sementara, perkara Edy masih dalam tahap penuntutan. Pada bagian akhir surat tuntutan Edy, Dzakiyul membacakan bahwa barang bukti nomor urut satu hingga 452 berupa satu buah media USB flashdisk merek Sandisk Cruzer Blade kapasitas 4GB warna hitam diminta untuk digunakan sebagai barang bukti dalam perkara lain, yaitu perkara Eddy Sindoro.

 

Dua hari kemudian, KPK baru memberi pernyataan mengenai status tersangka Eddy Sindoro. Ia diduga bersama-sama dengan Dody Aryanto Supeno pegawai PT Artha Pratama Anugerah yang didakwa menyuap panitera PN Jakarta Pusat Edy Nasution sebesar Rp150 juta untuk menunda proses pelaksanaan aanmaning terhadap PT Metropolitan Tirta Perdana (MTP) dengan Kwang Yang Motor Co.Ltd (PT Kymco) dan menerima permohonan PK PT Across Asia Limited (AAL) dan PT First Media.   

 

Namun hingga kini Eddy Sindoro selalu mangkir dalam setiap pemeriksaan KPK dan belum diketahui keberadaan lokasinya. Atas perbuatannya tersebut, Eddy Sindoro dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau huruf b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 64 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Tags:

Berita Terkait