LSM Usulkan Kejagung-Komnas HAM Bentuk Tim Gabungan
Berita

LSM Usulkan Kejagung-Komnas HAM Bentuk Tim Gabungan

Supaya berkas yang dibutuhkan Kejaksaan Agung dapat dipenuhi dan berlanjut ke tahap penyidikan.

Ady
Bacaan 2 Menit
Haris Azhar (kanan) Koordinator KontraS. Foto: Sgp
Haris Azhar (kanan) Koordinator KontraS. Foto: Sgp

Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Haris Azhar, mengusulkan agar Kejagung dan Komnas HAM membentuk tim gabungan untuk melakukan verifikasi berkas yang dibutuhkan untuk lanjut ke tahap penyidikan. Pasalnya, Kejagung acap kali mengembalikan berkas hasil penyelidikan Komnas HAM atas berbagai kasus pelanggaran HAM. Menurutnya, tindakan itu menghambat penuntasan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu.

"Tapi intinya adalah (Kejagung,-red) tidak menindaklanjuti hasil kerja Komnas HAM. Secara politis, hal ini harus dilihat sebagai kepanjangan tangan peniadaan proses hukum atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat," kata Haris kepada hukumonline lewat surat elektronik, Sabtu (10/11).

Dari pantauannya, Haris menilai Kejagung seringkali menyatakan terdapat persoalan teknis hukum dalam berkas yang disampaikan Komnas HAM. Ujungnya, proses penyelesian kasus pelanggaran HAM berat, mandek. Bagi Haris, terasa janggal jika Kejagung selalu berdalih hasil penyelidikan Komnas HAM tidak cocok atau tidak lengkap. Menurutnya, jika Kejagung serius menindaklanjuti hasil penyelidikan pelanggaran HAM, maka harus dibuat terobosan. Salah satunya, membentuk tim gabungan yang terdiri dari ahli Komnas HAM dan Kejagung, serta melibatkan ahli independen lainnya, baik dari dalam ataupun luar negeri.

Namun, di balik pengembalian berkas penyelidikan itu Haris menduga ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi kemandekan itu. Di antaranya, kasus-kasus pelanggaran HAM yang ada di Indonesia terkait dengan sejumlah nama mantan petinggi militer dan kepolisian. Haris melihat Presiden Susilo Bambng Yudhoyono punya kepentingan politik untuk menghadapi Pemilu 2014. Yaitu berkoalisi dengan para mantan petinggi militer dan kepolisian itu.

Khusus untuk kasus pelanggaran HAM berat 1965-1966, Haris berpendapat Presiden punya dua kendala. Pertama, kendala pribadi, dimana Susilo Bambang Yudhoyono menghindari agar salah satu anggota keluarganya tidak muncul sebagai bagian dari pelaku.

Kedua, peristiwa itu titik balik di mana Indonesia dikuasai oleh orde baru dan militer. Oleh karenanya, jika peristiwa itu terbongkar maka mayoritas penguasa politik hari ini akan tercoreng. Pasalnya, Haris melihat para penguasa itu dibesarkan oleh rezim orde baru.

"Hal ini patut disayangkan, mengingat peristiwa 1965-1966a -apapun kontroversi yang ada dibaliknya- merupakan salah satu peristiwa kekerasan massal yang terbesar di abad 20," tutur Haris.

Tags: