LSM Menilai RUU Ormas Tidak Diperlukan
Berita

LSM Menilai RUU Ormas Tidak Diperlukan

KUHP dirasa sudah cukup untuk menindak ormas yang melakukan tindak kekerasan dan kriminal.

Ady
Bacaan 2 Menit
Ronald Rofiandri (kanan), peneliti PSHK. Foto: Sgp
Ronald Rofiandri (kanan), peneliti PSHK. Foto: Sgp

Sejumlah LSM menolak RUU Ormas yang saat ini dibahas di DPR. Pasalnya, RUU tersebut dinilai tidak memiliki konsep yang baik tentang apa yang disebut dengan Ormas. Menurut peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Ronald Rofiandri, dalam pembahasan RUU Ormas di DPR belum disepakati soal definisi Ormas. Padahal, definisi adalah hal yang paling utama dalam sebuah undang-undang.

DPR sampai saat ini juga belum menyepakati ruang lingkup ormas itu sendiri. Nantinya, ketika aturan itu disahkan, maka semua organisasi masyarakat mulai dari organisasi hobi, profesi dan lainnya, menjadi bagian dari apa yang disebut ormas. Anehnya, walau definisi dan ruang lingkup itu belum disepakati, namun hal lain sudah disepakati. Misalnya, mekanisme pendaftaran, pembekuan atau pembubaran Ormas dan lainnya.

Sejauh ini, Ronald melihat 80 persen dari materi yang ada dalam RUU itu sudah disepakati dan ditargetkan akan disahkan pada akhir masa sidang DPR tahun ini. Melihat praktik di berbagai negara lain dalam mengatur organisasi, Ronald menyebut tidak ada negara yang menggunakan regulasi seperti RUU Ormas, yang ada hanya regulasi serupa UU Perkumpulan dan UU Yayasan. Ronald mengatakan, pemerintah selalu beralasan RUU Ormas dibutuhkan karena pemerintah kerepotan mengatur banyaknya jumlah ormas di Indonesia pasca reformasi 1998.

Oleh karenanya, Ronald melihat pemerintah beralasan RUU Ormas hadir untuk mengatur ormas yang ada, khususnya ormas yang meresahkan masyarakat atau kerap menggunakan tindak kekerasan. Namun, Ronald menyebut untuk menindak ormas tersebut perangkat hukum yang ada di Indonesia sudah cukup baik seperti KUHP.

Masalahnya, dalam praktik penegakan hukum terhadap ormas yang dimaksud itu tidak dilakukan. Bahkan sampai saat ini dari ormas yang kerap melakukan tindak kekerasan dan kriminalitas belum ada satu pun yang dibekukan atau dibubarkan. Oleh karena itulah Ronald berpendapat hadirnya UU Ormas nanti tidak akan memecah persoalan yang ada. “Nggak nyambung, apa yang jadi persoalan, apa yang jadi solusinya,” kata dia dalam diskusi di kantor Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta, Senin (15/10).

Ronald mengingatkan, di tahun 2007 masyarakat sipil melakukan penolakan terhadap RUU Ormas dan berhasil. Ketika itu RUU Ormas mengatur organisasi di bawah naungan partai politik (Parpol). Tak terima organisasinya diusik, parpol secara keras menolak RUU Ormas. Dengan dukungan dari parpol, akhirnya pembahasan RUU Ormas tidak dilakukan. Namun, saat ini Ronald menyebut kondisinya berbeda, karena berbagai organisasi underbouw parpol itu tak tersentuh RUU Ormas.

Alih-alih mengatur ormas yang kerap melakukukan tindak kekerasan atau vigilante, Ronald melihat dalam pembahasan di DPR soal RUU Ormas, berbagai ormas yang dimaksud itu jarang sekali disinggung. Namun sebaliknya, organisasi yang relatif tidak pernah melakukan tindak kekerasan seperti Indonesia Corrupton Watch (ICW), Green Peace dan lainnya, seringkali disebut-sebut. Bagi Ronald hal ini patut diwaspadai.

Halaman Selanjutnya:
Tags: