LSM Kecam Pembelian Alat Sadap oleh Kemhan
Berita

LSM Kecam Pembelian Alat Sadap oleh Kemhan

Ditengarai untuk memata-matai masyarakat sipil.

ADY/ANT
Bacaan 2 Menit
LSM Kecam Pembelian Alat Sadap oleh Kemhan
Hukumonline

Organisasi masyarakat sipil khawatirpemerintah akan menyadap alat komunikasi dan internet yang digunakan masyarakat sipil. Menurut staf divisi advokasi hukum dan HAM KontraS, Krisbiantoro, alat sadap yang dibeli dari perusahaan senjata asal Inggris itu tergolong canggih. Sebab, mampu meretas ke berbagai alat komunikasi dan internet yang biasa digunakan masyarakat sipil.

Apalagi, Krisbiantoro melanjutkan, pemerintah telah menerbitkan berbagai peraturan yang membuka celah dan berpotensi dimanfaatkan pihak tertentu untuk melakukan penyadapan tersebut, seperti UU Intelijen. Padahal, untuk melakukan penyadapan, Krisbiantoro mengatakan harus ada regulasi yang mengatur secara ketat. Sehingga, ada ukuran yang jelas bagaimana penyadapan itu dilakukan dan digunakan untuk apa hasilnya. “Potensi pelanggaran HAM bisa terjadi ke depan karena alat sadap ini canggih,” katanya dalam jumpa pers di kantor KontraS Jakarta, Kamis (26/9).

Krisbiantoro pun mengaku heran kenapa pemerintah Inggris dengan mudah mengucurkan bantuan kepada Indonesia untuk membeli peralatan intelijen yang harganya sekitar Rp70 miliar itu. Padahal, Inggris termasuk negara anggota dalam perjanjian internasional tentang penjualan senjata. Dimana, negara anggota harus menghindari penjualan senjata kepada negara-negara yang memiliki reputasi penegakan dan pemenuhan HAM yang buruk.

Dengan digunakannya alat sadap itu menurut Krisbiantoro hak privasi masyarakat menjadi tidak terlindungi. Padahal konstitusi dan bermacam peraturan lainnya seperti UU HAM menjamin hak individu dan kelompok. Dengan minimnya regulasi yang mengatur penggunaan alat sadap itu Krisbiantoro mengatakan bakal bertambah buruk karena tidak ada mekanisme pengaduan untuk masyarakat yang menjadi korban atas penyadapan itu. “Kamiakan mengkampanyekan bahaya alat sadap itu kepada masyarakat luas,” ujarnya.

Pada kesempatan yang sama, staf biro monitoring dan dokumentasi KontraS, Adrian Budi Sentosa, mengatakan pabrikan alat sadap itu, Gamma TSE Ltd, sudah tekenal di ranah internasional sebagai penyedia peralatan intelijen. Walau sampai saat ini pemerintah belum mengumumkan kepada publik jenis alat intelijen seperti apa yang dibeli, namun Adrian mengaku dapat menelusurinya dari berbagai informasi yang tersebar di masyarakat internasional. Adrian menjelaskan alat sadap itu menggunakan teknologi FinFisher sehingga dapat meretas komunikasi yang dilakukan lewat internet atau telepon genggam.

Untuk menggunakan alat sadap itu menurut Adrian diperlukan server yang berfungsi menghimpun dan memantau data. Lewat teknologi tersebut, alat sadap dapat memantau apa yang sedang dilakukan oleh target yang sedang disadap. Adrian menyebut sampai saat ini belum ada alat dan sistem operasi yang dapat menangkal alat sadap berteknologi canggih itu. “Kita butuh penanganan dan peraturan khusus untuk mengendalikan penggunaan alat sadap itu,” tukasnya.

Dari data yang dirilis lembaga penelitian Universitas Toronto, Kanada, Adrian menguraikan di Indonesia terdeteksi ada limaserver yang digunakan untuk mengoperasikan alat sadap itu. Padahal, dari pengakuan Menteri Pertahanan di media, alat tersebut direncanakan tiba di Indonesia tahun depan. Adrian mengatakan 5 server itu sudah digunakan oleh beberapa provider atau ISP di Indonesia. “Jadi selama orang itu menggunakan jasa provider atau ISP yang memakai server atau FinFisher maka bisa disadap,” urainya.

Sementara peneliti Imparsial, Erwin Maulana, menyebut reputasi Gamma TSE Ltd tergolong buruk di komunitas masyarakat sipil internasional. Seperti rezim di Pakistan, Banglades dan Mesir, menggunakan alat intelijen buatan Gamma TSE Ltd untuk mengendalikan masyarakat sipil. Untuk itu Erwin mengaku cemas jika alat sadap yang dibeli pemerintah itu digunakan oleh pihak tertentu untuk kepentingan politik. Apalagi, Erwin melihat alat sadap itu nantinya berada di bawah Badan Intelijen Strategis (BaIS) yang dikomandoi TNI.

Dari pernyataan pihak Kemhan di media, Erwin mengatakan alat sadap itu tidak digunakan untuk kegiatan politik tapi dalam rangka pertahanan dan keamanan. Jika digunakan untuk keamanan, Erwin berpendapat alat tersebut berpotensi digunakan untuk memantau dan mengawasi kegiatan masyarakat atau pihak-pihak yang dianggap “mengancam keamanan nasional.”

Mengingat, saat ini DPR masih menggodok RUU Keamanan Nasional (Kamnas), Erwin menengarai ke depan TNI dapat masuk ke ranah penyelenggaraan keamanan. Sebab ketentuan dalam RUU Kamnas memberikan kewenangan tersebut. “Makanya kami khawatir atas pembelian alat sadap itu,” tuturnya.

Walau mengkritik alat sadap itu namun Erwin menegaskan sangat wajar jika pemerintah membeli peralatan intelijen, namun harus jelas transparansi dan pengawasannya. Apalagi dengan terdeteksinya 5 server alat sadap itu di Indonesia, menurut Erwin perlu dipertanyakan apakah penggunaannya di luar kendali publik atau tidak. Pengawasan alat sadap itu menurut Erwin lebih mengkhawatirkan ketika anggota Komisi I DPR mengatakan belum membentuk tim pengawasan terhadap penggunaan alat tersebut. “Itukan berarti publik belum bisa mengontrol alat tersebut,” tandasnya.

Oleh karenanya, Erwin mendesak agar pemerintah menjelaskan kepada publik kenapa kendali penggunaan alat sadap itu diserahkan kepada BAIS. Serta harus diatur secara ketat transparansi dan pengawasan terhadap penggunaan alat tersebut.

Sedangkan direktur eksekutif Indonesia for Global Justice (IGJ), Riza Damanik, mengatakan dalam peraturan di WTO, industri persenjataan dikecualikan. Sehingga, pemerintahan di negara anggota dapat memberikan subsidi yang tidak terbatas terhadap industri persenjataan. Oleh karenanya, pemerintah Inggris memberi jaminan finansial kepada Gamma TSE Ltd sehingga Indonesia mudah membeli alat intelijen. Oleh karenanya, tidak heran jika banyaknya produk persenjataan di negara maju berpengaruh terhadap membanjirnya alat-alat itu di negara berkembang.

Mengingat tahun depan Indonesia memasuki masa Pemilu, Riza khawatir alat sadap itu bakal digunakan kepentingan politik tertentu. Apalagi, di tengah kondsi Indonesia yang menghadapi defisit anggaran, pembelian alat sadap itu menurut Riza tidak tepat. Sebab, dengan membelinya lewat hutang maka menambah beban anggaran negara. Atas dasar itu Riza mendesak pemerintah memprioritaskan mana belanja negara yang penting dan tidak. “Anggaran digunakan pemerintah untuk membeli peralatan yang tidak secara langsung meningkatkan kualitas hidup rakyat tapi untuk memata-matai dan mencederai hak individu rakyat,” ujarnya.

Sebelumnya, Kemhan menegaskan pengadaan alat intelijen bertujuan mengamankan informasi strategis TNI, bukan untuk menyadap rakyat Indonesia. "Bertujuan agar proses pertukaran informasi antara Badan Intelijen Strategis TNI dengan kantor-kantor Atase Pertahanan RI di luar negeri dapat berjalan aman dan kedap dari gangguan," kata Kepala Pusat Komunikasi Publik Kementerian Pertahanan Brigjen TNI Sisriadi di Jakarta, Rabu (25/9).

Selain itu, Sisriadi juga menegaskan peralatan intelijen itu tidak akan digunakan untuk kepentingan politik praktis sesuai penjelasan Panglima TNI. Ia mengatakan TNI menunjung tinggi komitmen netralitas dan tidak masuk dalam urusan politik praktis menjelang Pemilu 2014.

Tags: