LPSK Belum Terima Permohonan Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai
Terbaru

LPSK Belum Terima Permohonan Perlindungan Saksi dan Korban Pelanggaran HAM Berat Paniai

LPSK masih membahas terobosan yang bisa dilakukan untuk melakukan tindakan pro aktif dalam melindungi saksi dan korban kasus pelanggaran HAM berat Paniai.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution. Foto: ADY
Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution. Foto: ADY

Penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat Paniai akan masuk tahap persidangan di pengadilan HAM. Berbagai pihak terkait menyiapkan persidangan yang rencananya digelar di Makassar, Sulawesi Selatan. Komisioner Komnas HAM, Amiruddin Al Rahab, mengingatkan pentingnya perlindungan terhadap saksi dan korban kasus pelanggaran HAM berat Paniai.

Perlindungan itu merupakan mandat Pasal 34 UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. LPSK sebagai lembaga yang khusus memberikan perlindungan terhadap saksi dan korban diharapkan bisa melakukan tindakan. “Banyak yang lupa pasal ini, sehingga abai terhadap perlindungan saksi dan korban (pelanggaran HAM berat, red). 3 Pengadilan HAM yang pernah digelar sebelumnya tidak maksimal melindungi saksi dan korban karena belum ada lembaganya,” kata Amiruddin Al Rahab dalam diskusi publik bertema “Pelindungan untuk Saksi di Pengadilan HAM Peristiwa Paniai”, Jum’at (19/8/2022) lalu.

Wakil Ketua LPSK, Maneger Nasution, mengatakan dari informasi yang diterima LPSK perkara pelanggaran HAM berat Paniai sudah dilimpahkan Kejaksaan Agung ke Pengadilan HAM di Pengadilan Negeri Makassar. Tersangkanya berjumlah 1 orang berinisial IS yang merupakan perwira penghubung di Paniai pada saat peristiwa terjadi.

Maneger mengatakan lembaganya sampai saat ini belum menerima rekomendasi atau permohonan dari aparat penegak hukum atau Komnas HAM untuk melakukan perlindungan terhadap saksi dan korban. Kendati demikian, LPSK berupaya mencari terobosan dalam melakukan perlindungan bagi saksi dan korban peristiwa pelanggaran HAM berat Paniai.

“Memang kita di LPSK mendiskusikan terobosan, dan yang kita diskusikan sekarang terobosan yang bisa dilakukan LPSK. Kita punya mekanisme pro aktif sebagaimana Pasal 29 ayat (2) UU No.31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban memang bisa memberikan perlindungan tanpa diajukan permohonan,” ujar Komisioner Komnas HAM periode 2012-2017 itu.

Secara teknis, Maneger menyebut upaya pro aktif LPSK dalam melakukan perlindungan itu diatur dalam Peraturan LPSK No.2 Tahun 2020. Maneger menjelaskan tindakan pro aktif ini menawarkan perlindungan kepada pihak yang dinilai perlu. Tapi sebagaimana diketahui basis perlindungan yang diberikan LPSK bersifat kesukarelaan.

“Jadi ini yang kita diskusikan bagaimana agar kita bisa melakukan tindakan pro aktif,” imbuhnya.

Setelah ditetapkan untuk mendapat perlindungan dari LPSK, Maneger menguraikan hak terlindungi, antara lain perlindungan secara fisik, pemenuhan hak prosedural, medis dan psikologis serta psikososial. Termasuk dukungan perlindungan hukum dan pembiayaan. Dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai, LPSK dapat memfasilitasi penghitungan untuk restitusi dan kompensasi.

“Kompensasi hanya pada tindak pidana terorisme dan pelanggaran HAM berat. Mekanisme pemberian kompensasi harus melalui proses yudisial atau putusan pengadilan.”

Tags:

Berita Terkait