Lolosnya Hakim dalam Mata Rantai Suap Advokat-Panitera
Utama

Lolosnya Hakim dalam Mata Rantai Suap Advokat-Panitera

KPK kerap inkonsisten dalam menerapkan pasal lantaran digantungkan pada kekuatan alat bukti dalam proses persidangan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi: BAS
Ilustrasi: BAS

Akhmad Zaini, advokat yang menjadi kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection divonis bersalah karena terbukti memberi suap kepada Tarmizi, selaku panitera Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Uang suap itu bertujuan untuk meminta bantuan Tarmizi mempengaruhi hakim memenangkan kliennya dalam sengketa perdata melawan Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd.

 

Atas perbuatannya itu, ia diganjar hukuman selama 2 tahun 6 bulan dan denda sebesar Rp50 juta subsider 3 bulan kurungan. “Mengadili Akhmad Zaini terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dan berlanjut sebagaimana dakwaan primer menjatuhkan pidana penjara 2 tahun dan 6 bulan dan denda 50 juta dengan ketentuan bila pidana denda tidak dibayar diganti pidana kurungan selama 3 bulan,” kata Hakim Ketua Ni Made Sudani di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/1) lalu.

 

Zaini terbukti bersalah karena memberikan uang sebesar Rp425 juta yang ditujukan kepada majelis hakim yang menangani perkara tersebut yaitu Djoko Indiarto, Agus Widodo, Sudjarwanto. Sedangkan untuk Tarmizi mendapat sejumlah fasilitas ketika berkunjung ke wilayah Jawa Timur bersama keluarganya.

 

Setelah hampir sepekan semenjak putusan, KPK menerima vonis tersebut dan tidak mengajukan banding. Memang jika dilihat putusan hakim hanya berkurang 6 bulan dari tuntutan penuntut umum (3 tahun). "Kami menerima putusan tersebut, karena antara tuntutan dan putusan sudah proporsional," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada Hukumonline, Rabu (16/1/2018).

 

Zaini hanyalah salah satu nama dari deretan nama advokat yang terjerat kasus korupsi (suap) bersama panitera di KPK, khususnya berkaitan dengan suap. Sebelumnya ada nama Raoul Adityawiranatakusuma, kuasa hukum PT Kapuas Tunggal Persada (KTP). Hampir sama dengan perkara Zaini, ia memberi suap yang ditujukan kepada majelis hakim melalui panitera bernama Santoso.

 

Tujuannya sama, majelis hakim yang mengadili sengketa PT KTP melawan PT Mitra Maju Sukses (MMS) itu yakni Partahi Tulus Hutapea, Casmaya, dan Agustinus Setia Wahyu menuruti keinginan mereka untuk memenangkan perkara perdata di PN Jakarta Pusat. Duit yang digelontorkan Sin$28 ribu untuk memuluskan niat tersebut.

 

Sebelum Zaini, ada juga nama Berthanatalia R. Kariman dan Kasman dalam kasus suap di PN Jakarta Utara. Dua advokat tersebut saat itu sedang menjadi kuasa hukum pedangdut Saipul Jamil yang terkena kasus pelecehan seksual. Baca Juga: Ini Profil Advokat Kena OTT KPK di PN Jaksel

 

Uang suap yang diberikan sebanyak Rp250 juta yang ditujukan kepada hakim Ifa Sudewi melalui perantara seorang panitera, Rohadi yang mendapat jatah Rp50 juta. Tujuannya untuk meringankan vonis kepada Saipul Jamil yang ketika itu duduk sebagai terdakwa dalam kasus pelecehan seksual.

 

Atas perbuatan ini Berthanatalia yang juga merupakan istri dari hakim tinggi Bandung, Karel Tuppu yang juga pernah bertugas di PN Jakarta Utara, divonis 2 tahun 6 bulan. Sedangkan Kasman Sangaji divonis lebih berat yaitu 3 tahun 6 bulan.

 

Hakim Lolos

Dari ketiga kasus tersebut jika ditarik benang merahnya ada satu persamaan, yaitu para hakim yang mengadili kasus-kasus tersebut lolos begitu saja. Tidak ada satupun hakim yang masuk proses penyidikan dan menjadi tersangka meski maksud dari pemberian suap itu kerapkali tercapai.

 

Dari tiga kasus tersebut, lolosnya hakim dalam perkara Akhmad Zaini dan juga Berthanatalia serta Kasman tidak terlepas dari "peran" KPK. Lembaga antirasuah ini terlihat enggan mengambil resiko dengan mencari pembuktian mengenai peran hakim-hakim tersebut.

 

Di kasus Zaini, misalnya, KPK menjadikannya tersangka dengan menggunakan Pasal 5 ayat (1) UU Pemberantasan Tipikor yang mengatur pemberian suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara, bukan Pasal 6 UU Tipikor yang mengatur pemberian suap khusus kepada hakim yang bertujuan mempengaruhi putusan.

 

Padahal, putusan hakim dalam kasus perdata Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd selaku penggugat melawan PT Aquamarine selaku tergugat berbanding lurus dengan maksud diberikannya uang suap, yaitu memenangkan PT Aquamarine selaku penggugat rekonpensi (gugatan balik).   

 

  Amar Putusan Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd VS Aquamarine Divindo Inspection

Dalam Konpensi

Dalam Rekonpensi

Majelis Hakim

  • Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian
  • Menyatakan Contract Egreement Of Mooring Installation and Hook Up FSO "Federal II" Nomor 224-B/CONT/AMD-EJA/I/2014 tertanggal 7 Juli 2014  ("Perjanjian Mooring"), sah dan mengikat.
  • Menolak gugatan Penggugat selain dan selebihnya.
  • Mengabulkan Penggugat Rekonpensi untuk sebagian
  • Menyatakan Tergugat Rekonpensi telah melakukan ingkar janji (wanprestasi).
  • Djoko Indiarto
  • Agus Widodo
  • Sudjarwanto

 

Dalam konferensi pers penangkapan Zaini, Ketua KPK Agus Rahardjo pun mengatakan hal yang sama. "Diduga pemberian uang oleh Akhmad Zaini (AKZ) selaku kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) kepada Tarmizi (TMZ) selaku Panitera Pengganti PN Jakarta Selatan agar gugatan EJFS, Pte. Ltd terhadap PT ADI ditolak dan menerima gugatan rekonvensi PT ADI," kata Agus Rahardjo saat konferensi pers di gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/8/2017) lalu.

 

Kemudian untuk kasus Raoul, KPK menetapkan Pasal 6 UU Pemberantasan Tipikor yaitu uang suap langsung mengarah kepada hakim. Namun majelis yang menangani perkara ini, Ibnu Basuki Widodo selaku ketua, Yohanes Priyana, Hariono, Sigit Herman Binaji, dan Titi Sansiwi menganggap uang suap Raoul melalui stafnya Ahmad Yani hanya terbukti diberikan kepada Santoso selaku panitera, bukan para hakim yang mengadili perkara perdata yang ditangani Casmaya dan Partahi Tulus Hutapea.

 

Tak terima KPK pun banding, namun tetap saja hakim tinggi tidak mengubah putusan. Bahkan kasasi yang diajukan KPK sebagai upaya hukum terakhir demi memperjuangkan keyakinan jika suap itu sampai ke hakim juga kandas di Mahkamah Agung (MA).

 

"Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Penuntut Umum pada Komisi KPK tersebut; Memperbaiki amar putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Nomor 6/Pid.Sus-TPK/2017/PT.DKI., tanggal 06 April 2017 yang menguatkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 94/Pid.SUS/TPK/2016/PN.JKT.PST., tanggal 09 Januari 2017 sekedar mengenai penjatuhan pidana denda dan pidana kurungan pengganti denda terhadap Terdakwa," bunyi putusan itu seperti dilansir dari direktori putusan MA.

 

Sehingga amar putusan kepada Raoul tetap dinyatakan tidak bersalah pada dakwaan primer (Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Tipikor) sehingga harus dibebaskan. Tetapi terbukti bersalah pada dakwaan subsider (Pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor), sehingga harus dihukum 5 tahun dan denda Rp250 juta (naik Rp100 juta dari putusan PN Tipikor) subsider 6 bulan kurungan (sebelumnya 3 bulan kurungan).

 

Padahal, dalam proses persidangan terungkap adanya beberapa pertemuan antara Raoul dan para hakim yang tujuannya untuk mempengaruhi putusan. Selain itu, putusan ini  berbanding lurus dengan harapan Raoul yang ketika itu menjadi kuasa hukum PT Kapuas Tunggal Persada. Meskipun dalam proses persidangan perkara korupsi terungkap jika Raoul menghendaki gugatan itu ditolak, bukan tidak dapat diterima.

 

Amar Putusan PT Mitra Maju Sukses (Penggugat) Vs PT Kapuas Tunggal Persada (Tergugat)

Dalam Eksepsi

Dalam Pokok Perkara

Hakim yang Mengadili

Menolak eksepsi Tergugat I, Tergugat II dan Tergugat III untuk seluruhnya

  1. Menyatakan gugatan Penggugat tidak dapat diterima
  2. Menghukum Penggugat untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sejumlah Rp916.000,00

Ketua : Partahi Tulus Hutapea

Anggota : Casmaya, Agustinus Setyo Wahyu

 

Untuk kasus Berthanatalia dan Kasman yang ketika itu menjadi kuasa hukum Saipul Jamil dalam perkara pelecehan seksual juga tidak jauh berbeda. Dalam proses persidangan, ada sejumlah pertemuan antara Bertha dan Hakim Ifa Sudewi untuk membicarakan vonis Saipul Jamil. Baca Juga: Rohadi: Uang Suap Belum Sampai ke Hakim Ifa Sudewi

 

Pertemuan itu pun diakui oleh Ifa, yang menjadi ketua majelis dalam perkara ini. Ia mengaku memang mengenal Bertha sejak lama karena merupakan istri salah satu seniornya, Karel Tuppu hakim PT Bandung yang juga pernah bertugas di PN Utara. "Bertha kemudian mengatakan akan mengajukan bukti Saipul seharusnya bebas, katanya dia punya bukti korban ini bukan anak-anak, kami mengobrol di depan ruangan saya dan saat itu dia membawa selembar kertas," ungkap Ifa di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (29/9) lalu.

 

Kasus Pelecehan Seksual Saipul Jamil

Tuntutan

Putusan

Hakim yang Mengadili

  • Hukuman Pidana 7 tahun dikurangi selama Terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp.100.000.000,- (seratus juta rupiah), apabila denda tidak dapat dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan.
  • Melanggar pasal 82 UURI No.35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas UURI No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, (Dakwaan Pertama)
  • Menyatakan Terdakwa SAIPUL JAMIL BIN H.TB.M.KAWI tersebut telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Melakukan perbuatan cabul dengan orang yang belum dewasa dari jenis kelamin yang sama, yang diketahuinya atau patut diduganya belum dewasa”;
  • Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 (tiga) tahun;
  • Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa selama ini dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ;
  • Memerintahkan agar Terdakwa tetap ditahan;
  • Terbukti melanggar Pasal 292 KUHP

Ketua majelis : Ifa Sudewi

Anggota : Hasoloan Sianturi, Dahlan, Sahlan Efendi, Jootje Sampaleng

 

Dalam surat dakwaan, KPK memang menggunakan Pasal 6 ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor yang mengarah pada keterlibatan hakim. Namun dalam tuntutan, tiba-tiba berubah menjadi Pasal 5 ayat (1) huruf a yaitu uang hanya diperuntukkan bagi panitera dalam hal ini yaitu Rohadi.

 

Juru bicara KPK Febri Diansyah mempunyai alasan mengapa pihaknya kerap "inkonsisten" dalam menerapkan pasal terhadap kasus suap oknum peradilan terutama hakim. "Penggunaan pasal-pasal tipikor tentu tergantung pada kekuatan bukti yang dimiliki oleh penyidik dan juga untuk penuntutan mempertimbangkan proses persidangan yang berjalan," ujar Febri beralasan.  

Tags:

Berita Terkait