Lolos Satu Dakwaan, Gubernur Aceh Divonis 7 tahun
Berita

Lolos Satu Dakwaan, Gubernur Aceh Divonis 7 tahun

Alasan hakim, jaksa tidak bisa hadirkan saksi kunci.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit
Sidang pembacaan vonis Irwandi Yusuf. Foto: RES
Sidang pembacaan vonis Irwandi Yusuf. Foto: RES

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menyatakan Gubernur Aceh non-aktif Irwandi Yusuf terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi atas dua dakwaan. Pertama, menerima uang suap sebesar Rp1,050 miliar dari Bupati Bener Meriah, Ahmadi; dan kedua, menerima gratifikasi sebesar Rp8,7 miliar. 

 

Kesimpulan majelis hakim langsung dibacakan ketua majelis hakim yang mengadili perkara Irwandi Yusuf, Saifuddin Zuhri. "Menyatakan Terdakwa Irwandi Yusuf telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap bersama-sama dan gratifikasi beberapa kali," ucap hakim Saifuddin di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (8/4).

 

Semula, Irwandi dijerat dengan tiga surat dakwaan. Pertama Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP berupa menerima uang suap sebesar Rp1,050 miliar dari Ahmadi. Kedua, didakwa melanggar Pasal 12 B UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 65 KUHP karena menerima gratifikasi kurun waktu 2017-2018 sebesar Rp8,7 miliar. 

 

Ketiga, ia didakwa menerima gratifikasi. Bedanya dari dakwaan kedua adalah waktu penerimaan gratifikasi, yakni pada 2007-2012 sebesar Rp32,454 miliar. Dengan rincian, pada 2008 menerima uang dengan jumlah transaksi sebanyak 18 kali dengan total nilai sebesar Rp2,917 miliar; 2009 jumlah transaksi sebanyak 8 kali dengan total nilai sebesar Rp6,937 miliar; 2010 dengan transaksi 31 kali berjumlah sebesar Rp9,57 miliar; 2011 transaksi 39 kali dengan total sebesar Rp13,030 miliar.

 

Namun dakwaan ketiga ini dianggap majelis tidak bisa terpenuhi karena penuntut umum tidak bisa menghadirkan saksi kunci yang mengetahui pemberian gratifikasi ini. Pemberian gratifikasi ini diketahui melalui seorang bernama Izil Azhar. Pemberian diduga berkaitan dengan pembangunan Dermaga Sabang.

 

"Oleh karena Izil Azhar alias Ayah Marine tidak dihadirkan sebagai saksi oleh JPU (jaksa penuntut umum –red) karena statusnya DPO dimana menurut Terdakwa Irwandi Yusuf, Izil Azhar baru menyerahkan diri ke KPK apabila mendapat izin dari Panglima GAM sehingga belum dapat dipastikan jumlah penerimaan dari Izil Azhar," terang majelis. 

 

(Baca juga: Irwandi Yusuf Didakwa Korupsi Pasal Berlapis)

 

Meskipun dakwaan ketiga tidak terpenuhi, tetapi Irwandi tetap dinyatakan bersalah untuk dakwaan lain. "Menjatuhkan pidana oleh karenanya selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp300 juta, apabila tidak dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 3 bulan," jelas majelis.

 

Hukuman ini masih dibawah tuntutan penuntut umum yang meminta Irwandi dihukum selama 10 tahun denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan. Majelis hakim menyebut empat faktor  meringankan dan dua faktor memberatkan. Sebagai faktor memberatkan hukuman, majelis menilai perbuatan terdakwa kontraproduktif dengan program pemerintah yang sedang giat memberantas korupsi dan tidak mengakui perbuatan. Sedangkan pertimbangan meringankan salah satunya hakim memperhitungkan jasa Irwandi membantu perdamaian di Aceh. "Belum pernah dihukum, sopan, berjasa dalam perdamaian di Aceh, dan Terdakwa juga mempunyai tanggungan  keluarga," ujar majelis. 

 

Selain pidana pokok berupa pidana penjara selama 7 tahun, Irwandi dikenakan hukuman tambahan berupa pencabutan hak politik selama 3 tahun untuk dipilih dalam jabatan publik setelah menjalani pidana pokok. 

 

Selain Irwandi, majelis juga menjatuhkan dua perantara suap kepada Irwandi yaitu Hendri Yuzal dan Saiful Bahri. Keduanya masing-masing divonis selama 4 tahun denda Rp200 juta subsider 3 bulan kurungan dan pidana penjara selama 5 tahun denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan. 

 

Atas putusan ini baik Irwandi dan penuntut umum menyatakan pikir-pikir. Tetapi usai persidangan, Irwandi mengatakan putusan majelis hakim tidak adil karena tuntutan penuntut umum dan vonis majelis hakim dianggap berdasarkan asumsi semata. "Saya merasa dicurangi, dizalimi, dan saya mohon kepada Allah supaya membalas kezaliman ini dan bagi yang bukan beragama Islam karmanya kembali," ujarnya.

 

Kuasa hukum Irwandi mengatakan segera mengajukan banding. "Oleh karenanya, satu kata yang kami sampaikan di sini, kami akan lawan putusan ini melalui upaya banding," tuturnya. 

 

Kasus Irwandi

Berdasarkan surat dakwaan jaksa, dakwaan pertama Irwandi adalah menerima gratifikasi sebesar Rp1,050 miliar Bupati Bener Meriah Aceh, Ahmadi. Tindakan gratifikasi ini dimaksudkan untuk mengarahkan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Pemerintah Provinsi Aceh memberi persetujuan terkait usulan Ahmadi agar kontraktor atau rekanan dari Kabupaten Bener Meriah dapat mengerjakan program/kegiatan pembangunan yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA) tahun 2018 di Kabupaten Bener Meriah.

 

Pada 2018, dana otonomi khusus yang diterima oleh Provinsi Aceh adalah 8,029 triliun atau setara dengan 2 persen dari dana alokasi umum nasional. Kabupaten Bener Meriah mendapat porsi DOKA sebesar Rp108,724 miliar yang dalam pelaksanaannya mulai 2018. Kabupaten/kota berhak menyampaikan usulan kegiatan/program dan aspirasi kepada Gubernur Aceh. Ternyata, persetujuan usulan itu tidak gratis.

 

Setelah beberapa kali ada komunikasi, realisasi fee pun harus diberikan kepada Irwandi. Pada 6 Juni 2018, terdakwa Hendri Yuzal menyampaikan pesan melalui Muyassir agar Ahmadi menyerahkan uang sejumlah Rp1 miliar. Selanjutnya, Muyassir menghubungi Ahmadi melalui WhatsApp menyampaikan pesan tersebut yang isinya berkaitan dengan permintaan uang. Patut dicatat bahwa Ahmadi sendiri sudah divonis tiga tahun penjara.

 

(Baca juga: Divonis 3 Tahun Bui, Bupati Bener Meriah Juga Dicabut Hak Politik)

 

Dakwaan kedua adalah menerima gratifikasi selama kurun waktu 8 Mei 2017 sampai Juli 2018. Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya selaku Gubernur Aceh, Irwandi menerima gratifikasi berupa uang dari dan melalui sejumlah pihak. Pertama melalui Mukhlis dengan nilai Rp4,420 miliar, dan melalui Fenny Steffy Burase sebesar Rp568,080 juta. Dalam kurun waktu sekitar April-Juni 2018 bertempat di rumah Kepala Unit Layanan Pengadaan (ULP) sekaligus Kepala Biro Pengadaan Barang dan Jasa, Nizarli dan di kantornya dengan sepengetahuannya, Irwandi menerima uang dengan total nilai sebesar Rp3,728 miliar dari pihak-pihak tim sukses Terdakwa yang akan mengikuti paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Pemerintah Provinsi Aceh.

Tags:

Berita Terkait