Lolos di Primer, Syaukani Dituntut 8 Tahun
Berita

Lolos di Primer, Syaukani Dituntut 8 Tahun

Meski lolos dari dakwaan primer, Syaukani terbukti menyalahgunakan kewenangan dan jabatan. Keuntungan yang berhasil dikeruknya sebesar Rp50,843 M.

Mon
Bacaan 2 Menit
Lolos di Primer, Syaukani Dituntut 8 Tahun
Hukumonline

Bupati Kutai Kertanegara nonaktif, Syaukani Hasan Rais, lolos dari bidikan dakwaan primer Jaksa Penuntut Umum. Meski tidak terbukti melanggar dakwaan primer, Syaukani dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa KPK. Tidak hanya itu, jaksa menuntut Syaukani membayar denda sebesar Rp250 juta, subsidair 6 bulan kurungan. Tuntutan ini dibacakan di Pengadilan Tipikor, Senin (26/11).

 

Dalam surat tuntutan setebal 388 halaman, Pa Kaning, panggilan akrab Syaukani, juga dituntut membayar denda Rp35,593 miliar. Nilai ini jauh lebih rendah dari jumlah kerugian negara sebesar Rp120,251 miliar. Kerugian itu timbul dari empat kesalahan yang dilakukan Syaukani. Tekad Syaukani untuk mengembalikan kerugian negara, juga menjadi alasan jaksa dalam meringankan tuntutan.

 

Jaksa menjerat kesalahan Syaukani dengan dakwaan subsidair yaitu Pasal 3  jo Pasal 18 UU No. 31/1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20/2001 jo Pasal 65 ayat (1) dan (2) KUHP.

 

Menurut jaksa, Syaukani terbukti menguntungkan diri sendiri dan orang lain. Dari uang perangsang, sejak 2001 sampai 2005, Syaukani menerima keuntungan sebesar Rp27,843 miliar. Baik selaku bupati maupun untuk dana taktis operasional, kata Jaksa Nur Chusniah.

 

Hal itu bertentangan dengan Perda No. 13/1982. Aturan yang dijadikan cantolan hukum SK Uang Perangsang itu, menurut JPU melarang penggunaan uang perangsang sebagai dana operasional. Padahal, dana operasional sudah dianggarkan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) tiap tahunnya.

 

Selain Syaukani, uang perangsang juga dinikmati sejumlah pejabat daerah, antara lain Muspida Kabupaten, Ketua dan Wakil Ketua DPRD, serta Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten. Jumlahnya mencapai Rp65,360 miliar.

 

Menurut jaksa, aliran uang perangsang tersebut ini tidak tepat. Pasalnya, menurut Perda No. 13/1982 uang persangsang diberikan kepada Dinas Pendapatan Daerah (Dipenda) bukan Muspida. Dananya diambil sebesar 5 persen dari realisasi penerimaan daerah yang dikelola atau disetor ke kas daerah melalui Dispenda.

 

Sementara uang perangsang yang dibagikan Syaukani, berasal dari penerimaan APBN yaitu dana perimbangan yang disetor dari kas negara ke kas daerah. Tidak dikelola atau disetor oleh Dispenda, kata Nur. Seharusnya, lanjut jaksa, dana perimbangan digunakan untuk membiayai kebutuhan daerah.

 

Jaksa berpendapat, Syaukani telah salah dalam menggunakan kewenangannya dengan mengeluarkan SK uang perangsang. Kepala daerah dilarang membuat keputusan yang menguntungkan dirinya, anggota keluarga dan kroninya, tegas Nur.

 

Syaukani juga menambah keuntungan dirinya sebanyak Rp 7,75 milar. Ia menggunakan dana bantuan sosial dalam APBD Kukar 2005 untuk kepentingan pribadi. Terdakwa menggunakan dana bansos yang tidak sesuai dengan peruntukkannya, terang  jaksa Agus Salim. Dana bansos diselewenangkan untuk membayar tim sukses, biaya keperluan rumah tangga, pemeliharaan klub kuda, dan biaya perpanjangan izin senjata api, kata jaksa Agus Salim.

 

Alasan habisnya dana operasional yang menjadi dalih Syaukani untuk menggunakan dana bansos, menurut jaksa bertentangan dengan PP 105/200 tentang Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan Daerah. Meski dana operasional habis, dengan alasan apapin tidak ada mekanisme untuk pengisian kembali,' terang Agus.

 

Syaukani, kata jaksa Agus Salim, juga telah menggunakan dana pembangunan bandar udara Samarinda Kukar dalam APBD Kabupaten Kukar tahun anggaran 2004. Syaukani mengambil dana Rp 15,25 miliar dari dana pengadaan tanah. Terdakwa menandatangani bukti seolah-olah (uang, red) itu merupakan panjar padahal pembebasan tanah tidak ada, kata Agus.

 

Anak-anak Syaukani telah mengembalikan uang tersebut ke KPK. Antisipasi bila proses pengadaan tanah dinilai tidak sesuai prosedur, lanjut Agus. Pengembalian ini menjadi pengurang uang pengganti yang harus dibayar Syaukani. Dari hasil korupsi yang berhasil dikeruk Syaukani sebesar Rp50,843 miliar. Namun karena uang ‘panjar' pembebasan tanah telah dikembalikan, jaksa menuntut Syaukani membayar pengganti Rp 35,593 miliar.

 

Selain itu, jaksa menyatakan Syaukani telah berbuat curang dalam penunjukan langsung PT Mahakam Diastar Internasional (MDI). Perusahaan pimpinan Vonnie Anneke Panambunan itu ditunjuk untuk melakukan studi kelayakan pembangunan bandara di Loa Kulu. Terdakwa memperkenalkan saksi dengan Vonnie Panambunan serta mengatakan ini yang akan mengerjakan FS (Feasibility Study-studi kelayakan, red), kata Nur.

 

Jaksa memaparkan, Syaukani telah menandatangani surat perintah kerja sementara (SPKS) yang menugaskan PT MDI untuk melakukan studi kelayakan. Padahal, saat ia menandatangani SPKS itu, pimpinan proyek pembangunan bandara belum terbentuk. Anggaran pekerjaan studi kelayakan pun belum dialokasikan dalam APBD.

 

Atas penunjukan MDI, Vonni mendapat keuntungan sebesar Rp6,269 miliar. Namun, Vonni mensubkontrakan pekerjaan FS kepada PT Encona Engineering sebesar Rp2,222 miliar. Dari pengadaan FS ini negara dirugikan Rp4,047 miliar. Sebab jaksa tidak menghitung keuntungan Encona sebagai kerugian negara. Pekerjaan Encona ada hasilnya, jelas jaksa Khaidir Ramly.

 

Padahal Keppres 18/2000 tentang Pedoman Pengadaan Barang dan Jasa Instansi Pemerintah melarang mengadakan perikatan bila belum atau tidak cukup anggaran. PP 105/2000 juga melarang pejabat daerah melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran APBD jika belum atau tidak cukup anggaran.

 

Menanggapi tuntutan jaksa, Syaukani dan tim penasehat hukum menyatakan akan mengajukan pembelaan. Syaukani menilai tuntutan jaksa tidak memperhatikan fakta persidangan. Seperti tentang jual beli tanah, memang ada jual beli dan tanahnya ada. Kemudian tentang uang perangsang sampai Rp 93 miliar, ada payung hukumnya yaitu Perda (Perda No. 13 tahun 1982 tentang Pemberian Uang Perangsang kepada Dinas Pendapatan Daerah, red), kata Syaukani selepas sidang.

 

Syaukani juga mengatakan bisa membuktikan apa yang ia lakukan untuk kemajuan daerah. Ia menyodorkan bukti berupa peningkatan signifikan dana perimbangan dalam pendapatan asli daerah. Syaukani juga membantah telah menunjuk PT MDI untuk mengerjakan studi kelayakan pembangunan bandara. Bukan saya yang menunjuk, ada panitianya, bukan saya yang menentukan harga, ujarnya.

Tags: