Logo SBSI Jadi Rebutan
Berita

Logo SBSI Jadi Rebutan

Muchtar Pakpahan mengklaim sebagai pencipta awal logo SBSI.

HRS
Bacaan 2 Menit
Logo SBSI Jadi Rebutan
Hukumonline

Pernah sama-sama berjuang membesarkan dan mengurus Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI), tak membuat hubungan Muchtar Pakpahan dan Rekson Silaban selamanya harmonis. Tak ubahnya guru dan anak didik, Muchtar dan Rekson dikenal sebagai aktivis serikat buruh yang berani melawan penguasa.

Tetapi kini, keduanya berdiri berseberangan di Pengadilan Niaga pada PN Jakarta Pusat. Penyebabnya, rebutan logo SBSI. Muchtar tak terima logo SBSI diklaim sebagai hasil ciptaan Rekson. Selasa (2/4), kemarin perkara ini sudah memasuki tahap pembuktian.

Muchtar bercerita, logo SBSI adalah hasil pemikirannya seiring pendirian SBSI pada 1992. Kala itu, 24-26 April 1992 di Cipayung, Muchtar dan Abdurrahman Wahid berkeinginan mengorganisasikan buruh secara nasional. Organisasi buruh satu-satunya saat itu, SPSI, lebih berpihak kepada pemerintah ketimbangkan memperjuangkan kepentingan buruh

Dalam pertemuan tersebut, pada 25 April 1992 Muchtar Pakpahan secara aklamasi terpilih menjadi Ketua Umum SBSI. Sebagai serikat buruh yang solid, Muchtar juga memikirkan bahwa organisasinya memerlukan logo resmi yang perlu ada di kop surat. Berdasarkan pemikiran tersebut, ia mulai mencoret-coret dan menuangkan ide dan konsepnya di atas kertas.

Alhasil, ia pun berhasil menciptakan sebuah logo bagi organisasi yang ia pimpin. Gambaran tentang buruh tersebut dilebur ke dalam sebuah logo, yaitu Buruh bekerja keras, berani bersuara benar, dan perjuangannya harus membangun kehidupan negara yang sejahtera dan adil. Berdasarkan konsep tersebut, Pakpahan memasukkan elemen rantai sebanyak 27, padi dan kapas, timbangan, 5 gerigi beserta 4 celah.

Adapun filosofi dari 27 rantai adalah solidaritas dari 27 provinsi yang ada di Indonesia. Namun, pada tahun 2000, 27 rantai ini berkurang seiring lepasnya Timor Timur. Tetapi, kemudian lahir dua provinsi baru, yaitu Kepulauan Riau dan Banten. Peristiwa ini membuat pengurus organisasi berpikir ulang. Belakangan, SBSI memutuskan untuk kembali ke tanggal kelahiran SBSI itu sendiri, yaitu 25 April 1992.

“Mengapa tidak 28 karena provinsi nanti bertambah-bertambah. Sekarang saja sudah 34 provinsi jadi diputuskan untuk balik ke tanggal,” tutur Pakpahan kepada hukumonline usai persidangan, Selasa (2/4).

Tanda lima gerigi, terang pria yang berprofesi sebagai pengajar hukum perburuhan di UKI ini, menggambarkan keberadaan Pancasila. Sedangkan empat celah menunjukkan kelahiran logo pada bulan April. Pakpahan berharap dengan perjuangan dan kerja keras para buruh, kehidupan negara yang sejahtera dan adil dapat terwujud. Keinginan ini digambarkan melalui timbangan, padi dan kapas.

Penciptaan logo untuk kop surat resmi SBSI ini telah didaftarkan ke Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi sejak 1999. Namun, pada 4 Januari 2013, Pakpahan dikejutkan pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang mengatakan tidak dapat menerima kehadiran Pakpahan jika masih menggunakan logo tersebut. Keberatan ini terjadi karena Rekson Silaban telah mengirimkan surat ke Kementerian yang menyatakan Rekson adalah pencipta logo tersebut yang dibuktikan dengan pendaftaran di Direktorat Hak Cipta pada 13 Mei 2004.

“Yang membuat sedih karena Rekson ini telah saya bina dan didik sejak kecil. Selalu kami lindungi. Sekarang dia justru balik membinasakan kita,” keluh Muchtar.

Menanggapi hal ini, kuasa hukum Rekson Silaban, Daniel Yusmic mengatakan, logo tersebut memang milik organisasi SBSI yang kini telah berubah nama menjadi KSBSI. Terdaftarnya nama Rekson sebagai pencipta di Daftar Umum Hak Cipta karena KSBSI adalah sebuah organisasi yang bukan berbadan hukum. Sehingga, untuk kolom pencipta diisi dengan nama Rekson Silaban yang saat itu menjabat sebagai Presiden KSBSI.

Kemudian, seiring dengan pergantian jabatan, pada 2011 Rekson mengalihkan hak cipta atas logo tersebut kepada Presiden KSBSI baru, Mudhofir. Pengalihan tersebut dilakukan dengan akta notaris.

Jika pendaftaran logo dilakukan demi organisasi, mengapa Muchtar Pakpahan yang juga menjadi anggota organisasi yang sama dilarang menggunakan logo tersebut? Daniel mengaku kurang mengetahui masalah ini. “Sebenarnya saya kurang tahu persis mengenai SBSI dan KSBSI ini,” tandasnya.

Tags:

Berita Terkait