Litigator Ini Berbagi Kiat Menggarap Skripsi Hukum
Terbaru

Litigator Ini Berbagi Kiat Menggarap Skripsi Hukum

Partner SIP Law Firm Tri Hartanto membagikan dua rekomendasi topik skripsi yakni isu Pengujian Materiil Pasal 54 UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap UUD 1945 dalam Permohonan yang teregistrasi Mahkamah Konstitusi dengan No.61/PUU-XX/2022 dan sistem organisasi advokat Indonesia.

Ferinda K Fachri
Bacaan 3 Menit
Partner SIP Law Firm Tri Hartanto. Foto: Istimewa
Partner SIP Law Firm Tri Hartanto. Foto: Istimewa

Skripsi adalah sebuah karya tulis ilmiah yang perlu dituntaskan para mahasiswa tingkat akhir agar dapat menyelesaikan pendidikan tingginya di bangku perkuliahan guna menyandang gelar sarjana tanpa terkecuali bagi kalangan mahasiswa Fakultas Hukum. Akan tetapi, sebelum mulai menyusun skripsi, tentu diperlukan pencarian dan riset terlebih dahulu oleh mahasiswa untuk menentukan permasalahan atau fenomena hukum yang hendak dibahas.

“Kalau dari sisi resource, banyak sekali bahasan. Semestinya tidak sulit untuk mahasiswa hukum untuk mengambil satu tema, apalagi sekarang sebenarnya bisa dibilang banyak kondisi faktual yang bisa dicermati. Karena sekarang media begitu luar biasa menginfokan berbagai hal terkait isu hukum terkini,” ucap Partner SIP Law Firm Tri Hartanto melalui sambungan telepon, Selasa (2/8/2022).

Baca juga artikel terkait seputar mahasiswa hukum, silakan klik artikel Klinik berikut iniCatat! Begini Bunyi Sumpah Saksi di Pengadilan

Untuk mencari topik penelitian skripsi, kini dapat dilakukan melalui penelusuran di media dan buku, memperhatikan situasi yang ada, atau mewawancarai narasumber untuk mendapat informasi. “Tinggal memilah apa isu yang mudah bagi mahasiswa hukum. Pada dasarnya skripsi jelas berbeda dengan tesis atau disertasi yang memang kedalaman materinya harus lebih dibandingkan dengan skripsi.” kata dia.

Baca Juga:

Menurutnya, tidak sulit bagi mahasiswa hukum untuk melaksanakan penelitian skripsi. Hanya saja yang perlu digiatkan ialah membaca banyak bahan, seperti putusan-putusan pengadilan, artikel di media untuk mencari informasi lebih, dan mencari narasumber yang berkaitan. Mengingat sebetulnya pemahaman yang didapat dari bangku kuliah bisa saja berbeda dengan apa yang ada dalam praktek di lapangan.

“Seperti diketahui di Indonesia walaupun hukum acaranya ada, tapi sering kali ada diskresi yang dibuat oleh hakim. Karena hakim juga boleh melakukan penemuan hukum ya. Jadi seringkali mereka melakukan terobosan-terobosan itu dalam hal pelaksanaan hukum acara yang ada.”

Untuk itu, untuk menentukan isu hukum yang hendak dijadikan pembahasan dalam skripsi banyak hal yang bisa digali. Sebab, banyak aspek yang dapat dijadikan objek penelitian. Terlebih, di Fakultas Hukum sendiri biasanya memiliki program kekhususan yang dapat semakin menspesifikasi lingkup isu hukum yang hendak diteliti. Dalam hal isu profesi advokat, Tri memandang mungkin akan lebih banyak berhubungan dengan mahasiswa hukum yang mengambil konsentrasi mengenai hukum acara dan pidana ataupun perdata.

Alumnus Fakultas Hukum Universitas Indonesia dan Universitas Prasetiya Mulya itu kemudian membagi dua rekomendasi isu hukum yang tengah ramai di kalangan advokat litigasi yang mungkin dapat dijadikan topik skripsi bagi kalangan mahasiswa akhir. Pertama, mengenai Pengujian Materil Pasal 54 UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana terhadap UUD 1945 dalam Permohonan yang teregistrasi Mahkamah Konstitusi dengan No.61/PUU-XX/2022.

“Saat ini Peradi Jakarta Selatan khususnya sedang melakukan uji materiil terhadap KUHAP terkait pendampingan saksi dalam pemeriksaan kasus pidana oleh advokat. Karena dalam beberapa hal saksi itu tidak diperkenankan untuk didampingi oleh penasihat hukum atau advokat. Itu menjadi sangat penting buat advokat terutama dalam hal memberikan perlindungan terhadap hak-hak seseorang yang dipanggil untuk memberikan keterangan sebagai saksi.”

Pasalnya, dalam setiap keterangan yang disampaikan selama pemeriksaan tentu akan sangat berdampak bagi saksi dan mungkin memiliki konsekuensi hukum yang tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Bisa saja dari keterangan-keterangan yang disampaikan berkonsekuensi ternyata misalnya dengan kondisi tertentu membuat mereka tidak leluasa memberikan keterangan. Pada akhirnya membuat penyidik berpikir ada keterlibatan-keterlibatan saksi terhadap suatu tindak pidana. Hal tersebut menjadi sangat penting, mengingat fakta setiap orang harus mempunyai perlindungan di mata hukum terutama seseorang sebagai saksi.

“Itu salah satu issue penting yang saat ini sedang dihadapi advokat, karena seringkali dia ditolak untuk menjadi penasihat hukum ketika mendampingi saksi yang diperiksa itu baik di kejaksaan, kepolisian, bahkan di KPK,” ungkapnya.

Isu lain yang menurut Tri penting dalam lingkup profesi advokat ialah terkait organisasi advokat. Merujuk Pasal 28 ayat (1) UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat disebutkan bahwa organisasi advokat merupakan satu-satunya wadah profesi advokat yang bebas dan mandiri dibentuk sesuai dengan ketentuan UU Advokat guna meningkatkan kualitas profesi advokat. Namun sampai dengan sekarang, terdapat berbagai macam organisasi advokat yang tumbuh dengan sumpah ke Pengadilan Tinggi-nya pun diterima oleh pengadilan.

“Mungkin itu isu yang jadi perhatian kalau dilihat dari advokat saat ini, isu yang bisa digali mahasiswa hukum. Karena ini penting juga untuk penegakan hukum di Indonesia. Pesan saya, konsisten pemahaman dan pengetahuan yang telah diperoleh. Ini menjadi bagian penting bagi seorang yuris. Prinsipnya, mahasiswa hukum ketika menjadi sarjana hukum, ketentuan dalam peraturan perundang-undangan di masyarakat itu menjadi landasan atau guidance ketika berkiprah sebagai seorang praktisi hukum,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait