Lisensi "Cap Kaki Tiga" Bermasalah
Utama

Lisensi "Cap Kaki Tiga" Bermasalah

Dua perusahaan farmasi saling gugat perjanjian lisensi merek "Cap Kaki Tiga". Perkaranya kini digelar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dan Pengadilan Negeri Bekasi.

Mon
Bacaan 2 Menit

 

Soal pembayaran royalti, Sinde Budi menyatakan sudah melaksanakannya dalam pembayaran sekaligus (lump sum) tanpa memperhitungkan jumlah yang akan diproduksi. Beberapa tahun terakhir disepakati pembayaran royalti sebesar SGD660 ribu per tahun. Jumlah royalti yang dibayarkan sejak 1978 hingga 30 April 2008 mencapai SGD4,962 juta. Sementara soal pelaporan hasil produksi dan penjualan, menurut kuasa hukum Sinde Budi, tidak wajib dilaporkan pada Wen Ken. 

 

Karena merasa dirugikan, Sinde Budi menggugat balik Wen Ken di Pengadilan Negeri Bekasi. Alasannya Wen Ken telah menghentikan perjanjian lisensi secara sepihak terhitung 7 Februari 2008 dan berniat mengalihkan lisensi merek Cap Kaki Tiga ke pihak lain. Dalam gugatan yang didaftarkan akhir Oktober lalu, Sinde Budi menilai pengakhiran itu tidak sah.

 

Dalil itu mengacu pada pasal 1338 KUHPerdata, dimana perikatan dapat dibatalkan atas kesepakatan kedua belah pihak. Lalu pasal 1266 KUHPerdata menentukan pembatalan perjanjian secara sepihak harus diajukan ke pengadilan. Sinde Budi menilai penghentian itu merupakan perbuatan melawan hukum.

 

Akibat pembatalan perjanjian itu, Sinde Budi mengklaim mengalami kerugian sebesar Rp200 miliar sebagai komprensasi biaya promosi yang telah dikeluarkan. Dengan pengakhiran sepihak itu promosi produk Cap Kaki Tiga menjadi sia-sia dan tidak bernilai lagi.

 

Selain itu, Sinde Budi mengalami kerugian bisnis berupa potensi kerugian pendapatan (loss profit) sebesar 5% dari total omset per tahun selama 10 tahun yaitu Rp200 miliar. Termasuk pula kerugian investasi berupa alat produksi, tanah dan bangunan yang berjumlah Rp200 miliar. Kerugian immateriil juga diperhitungkan sebesar Rp200 miliar. Sehingga total seluruh ganti rugi sebesar Rp800 miliar.
Tags: