Lima Tahun Penjara untuk Budi
Korupsi busway

Lima Tahun Penjara untuk Budi

Putusan tidak didasarkan pada tuntutan, melainkan pada dakwaan primer.

CRN
Bacaan 2 Menit

 

Budi tidak sendirian. Ia diajukan sebagai pesakitan bersama dua orang lainnya dalam berkas perkara yang terpisah, yaitu  Rustam Effendi, mantan Kadishub DKI Jakarta (telah divonis lebih dulu oleh Pengadilan Tipikor) dan Sylvira Ananda, Ketua Panitia Pengadaan Busway 2003 dan 2004.

 

Dalam putusannya, Majelis Hakim berpendapat bahwa Budi ini terbukti telah memperkaya diri sendiri, orang lain dan korporasi secara melawan hukum. Perbuatan ini dilakukan dengan cara memasukan penawaran pengadaaan bus sebelum panitia pengadaan terbentuk dan memberikan data yang tidak benar dalam dokumen pengadaan.

 

Penawaran atas nama PT AUB yang diajukan Budi dimasukan sebelum Panitia Pengadaan terbentuk dan proses pra kualifikasi dimulai. Faktanya, PT AUB yang bergerak dalam bidang trading dan supplier tidak memiliki kualifikasi membuat bus. Oleh Budi, pengerjaan pembuatan bus kemudian diteruskan kepada PT Mekar Armada Jaya, sehingga biaya pengadaan bus membengkak.

 

Semula, anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan 60 unit Bus TransJakarta tahun 2003 adalah Rp 49 miliar. Namun, hanya terealisasi sebanyak 54 unit. Sedangkan anggaran yang dialokasikan untuk 44 unit bus pada 2004 adalah Rp 37 miliar, namun hanya terealisasi 35 unit.

 

Kekurangan ini dilakukan tanpa persetujuan gubernur dan tidak disesuaikan dengan anggaran yang ada. Dan, perbuatan itu dilakukannya bersama dengan Rustam Effendi. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rps 10.6 miliar.

 

Tentu saja, apa yang dilakukan Budi bertentangan dengan ketentuan pengadaan barang dan jasa untuk instansi pemerintah, sebagaimana diatur dalam Kepres No. 18 Tahun 2000 khususnya Bab I dan Bab II angka (6), Pasal 5 ayat (2), dan Pasal 3 ayat (4). Selain itu, juga diatur dalam Kepres No. 80 Tahun 2003 Pasal 5 huruf a, serta SK Gubernur DKI Jakarta No. 175 Tahun 2002 tentang Petunjuk Teknis Pengadaan Barang di Pemprov DKI Jakarta.

 

Mohammad Assegaf, salah satu kuasa hukum Budi, menilai putusan hakim kontradiktif. Pak Rustam terbukti melakukan perbuatan bersama-sama dengan Pak Budi melanggar Pasal 3 UU Tipikor. Tetapi dikatakan tadi Pak Budi yang dituduh bersama-sama dengan Pak Rustam melanggar Pasal 2. Itu satu pertimbangan kontradiktif yang dibuat oleh hakim, ujarnya. Untuk itu, menurut Assegaf pihaknya akan mengajukan banding.

 

Selain pidana penjara, Budi juga divonis membayar denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan dan membayar uang pengganti Rp 2,13 miliar atau satu tahun penjara.
Tags: