Libur 1 Mei Bukan Kado Pemerintah
Berita

Libur 1 Mei Bukan Kado Pemerintah

Sudah diatur dalam undang-undang pada era orde lama.

ADY
Bacaan 2 Menit
Libur 1 Mei Bukan Kado Pemerintah
Hukumonline

Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI), Timboel Siregarmenuturkanrencana pemerintah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional tak layak dikategorikan sebagai ‘kado’untukpekerja. Pasalnya, hal tersebut sudah jauh diatur pada masa pemerintahan Orde Lama yaitu pasal 15 ayat (2) UU No 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948 No12 Dari Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia.

Ketentuan itu menyebut pada 1 Mei pekerja tidak wajib bekerja. Selain itu Presiden SBY baru menerbitkan rencana itu setelah didesak serikat pekerja.Namun, di masa pemerintahan orde baru, ketentuan itu menurut Timboel tak dilaksanakan. Sehingga 1 Mei tak lagi diposisikan sebagai hari libur.

“Keputusan Presiden SBY tersebut hanya sebatas menjalankan isi UU No1 Tahun 1951. Sekalipun 1 Mei tahun depan menjadi hari libur, ini belum menjadi jaminan buruh sejahtera,” katanya kepada hukumonline lewat pesan singkat, Rabu (1/5).

Untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja, Timboel mengatakan pemerintah perlu mengalokasikan sebagian APBN untuk pekerja. Misalnya, membangun perumahan untuk pekerja dan transportasi yang baik serta murah. Mengingat hal itu belum diwujudkan, Timboel menilai pemerintah belum peduli kepada kaum pekerja. Oleh karenanya, pekerja harus terus berjuang sampai cita-citanya terlaksana.

Sementara anggota Komisi IXdariFraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, menyatakan Presiden SBY kalah cepat ketimbang Bupati Pasuruan dalam menetapkan 1 Mei sebagai hari libur. Pasalnya, Bupati disalah satu daerah di Jawa Timur itu sudah lebih dulu menetapkan 1 Mei sebagai hari libur melalui Perda No.22 Tahun 2012.

“Sudah berlaku tahun ini. Bahkan, Soekarno lewat UU No 1 Tahun 1951 sudah menetapkan 1 Mei sebagai hari libur nasional, sebagai bentuk penghargaan terhadap kaum buruh dan pekerja,” tuturnya.

Bila Presiden SBY berniat memberi kado untuk kaum pekerja, Rieke melanjutkan, harusnya Permenakertrans No 13 Tahun 2012 tentang Komponen Hidup Layak (KHL) direvisi. Sehingga mengubah dari 60 menjadi 84 sampai 122 komponen. Serta, definisi upah diubah bukan lagi didasarkan pada kebutuhan pekerja lajang tapi berkeluarga.

Bahkan, kado bagi kaum pekerja bakal lebih baik jika Presiden SBY memerintahkan partainya untuk mendorong lahirnya UU tentang Sistem Pengupahan Nasional dan Perlindungan Upah. Apalagi di akhir masa jabatan selama setahun ini, Presiden SBY menginstruksikan kabinetnya melakukan terobosan untuk menerapkan regionalisasi sistem pengupahan yang berbasis sektor industri, skala modal, produksi dan jumlah tenaga kerja.

Presiden SBY dapat memberi kado istimewa bagi kaum pekerja, lanjut Rieke, jika mampu menjamin kepastian pelaksanaan Jaminan Kesehatan (Jamkes) untuk seluruh rakyat pada 1 Januari 2014. Rieke mengingatkan, Peta Jalan Menuju Jaminan Kesehatan Nasional 2012 – 2019 yang dibentuk pemerintah mereduksi UU SJSN dan UU BPJS.

Pasalnya, dalam panduan itu menyebut Jamkes yang diatur UU SJSN berbasis pada mekanisme pasar. Padahal menurut Rieke yang berlaku harusnya prinsip gotong royong. “Bahwa pada tataran teknis tetap ada mekanisme iuran antara pekerja dan pemberi kerja, serta yang tidak mampu ditanggung oleh negara, tapi maksudnya bukan sistem pasar. Gotong royong adalah intisari Pancasila, ada semangat solidaritas sosial. Basisnya kolektivisme,” tegasnya.

Tags: