Legislator Ini Usul RUU Omnibus Law Ditarik dari DPR
Berita

Legislator Ini Usul RUU Omnibus Law Ditarik dari DPR

Karena banyak kelemahannya. Pemerintah sudah mulai mensosialisasikan ke daerah-daerah. DPR bakal menggelar rapat pimpinan dan Bamus pertengahan Maret untuk menentukan alat kelengkapan yang bakal membahas kedua RUU Omnibus Law itu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES
Gedung DPR, tempat pembahasan RUU antara pemerintah dan DPR. Foto: RES

Tindak lanjut pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan belum mengalami pergerakan di DPR. Rapat pimpinan, apalagi Badan Musyawarah (Bamus) belum kunjung digelar. Alhasil, pembahasan kedua RUU yang menggunakan metode omnibus law itu bakal dibahas pada masa sidang berikutnya karena DPR masuk masa reses.


Ketua DPR Puan Maharani mengatakan pembahasan draf RUU Cipta Kerja bakal dilakukan pada masa persidangan berikutnya. Dia memastikan masa persidangan berikutnya, tepatnya pada pertengahan Maret, DPR bersama pemerintah bakal mulai membahas. “DPR bersama dengan pemerintah akan membahas RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan pada masa sidang berikutnya,” ujar Puan Maharani dalam rapat paripurna, Kamis (27/2/2020). Baca Juga: Bamus DPR Bakal Putuskan Pembahasan RUU Cipta Kerja

 

Dia menuturkan pembahasan kedua RUU yang menggunakan metode omnibus law ini merupakan hal baru, sehingga perlu dikaji mendalam. Kemudian, mensosialisasikan ke berbagai elemen masyarakat agar adanya kesamaan pemahaman dalam menyikapi RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan agar tak ada lagi kegaduhan yang membuat publik salah duga terhadap DPR atau pemerintah.

 

“Sosialisasi terhadap kedua RUU omnibus law itu dilakukan pemerintah dan DPR,” kata Puan.

 

Dia berharap melalui RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan menciptakan masyarakat yang sejahtera dan penerimaan negara dari sektor pajak pun dapat meningkat. Intinya, kata Puan, pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan dilakukan dengan tidak terburu-buru, namun dirampungkan dengan cara yang baik.

 

Menurut politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu, keinginan pemerintah agar dapat rampung dalam kurun 100 hari pun dapat dikejar DPR. Hanya saja, dengan waktu yang sedemikian cepat, menjadi pertanyaan bagi publik. “Nantinya bermanfaat nggak bagi masyarakat?”

 

Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin melanjutkan pimpinan DPR telah meminta pihak Sekretariat Jenderal (Setjen DPR) agar mengagendakan rapat pimpinan dan rapat Badan Musyawarah (Bamus). Karenanya, Aziz meminta semua pihak, khususnya anggota dewan agar bersabar. Yang pasti, kata Aziz, kelanjutan pembahasan RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan bakal mulai berproses di persidangan berikutnya.

 

Anggota Komisi VI DPR Herman Khaeron meminta pimpinan DPR semestinya mendistribusikan draf RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan ke masing-masing fraksi. Semestinya, kata dia, setelah pemerintah menyerahkan draft RUU tersebut, pimpinan DPR bertindak cepat memproses RUU tersebut hingga mendistribusikan draftnya ke masing-masing fraksi.

 

“Agar bisa disampaikan ke publik perkembangan RUU Omnibus Law sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat,” ujar politisi Partai Demokrat itu.

 

Kaji ulang

Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR Fadli Zon melihat setelah beredarnya draf RUU Cipta Kerja, muncul beragam kritik dan cibiran dari elemen masyarakat. Karena itu, menurutnya, pemerintah diminta mengkaji ulang materi muatan RUU tersebut. “Saya kira ini seharusnya dikaji ulang ya. Kalau perlu ditariklah RUU Omnibus Law ini, karena banyak kelemahannya,” kata Fadli Zon.

 

Fadli menilai tim penyusun kurang mendalami bidang yang hendak ditarik dalam satu draf RUU Cipta Kerja, sehingga terjadi kesalahan fatal, seperti kewenangan mengubah sebuah UU hanya dengan melalui Peraturan Pemerintah (PP). Begitu pula soal pembatalan (pencabutan) Peraturan Daerah (Perda) yang tidak sesuai dengan kebijakan pemerintah pusat melalui Peraturan Presiden (Perpres). “Hal tersebut menjadi sebuah kesalahan fatal,” sebutnya.

 

Dia menilai hal itu bukan ketidaksengajaan dari sang penyusun RUU Cipta Kerja itu. Tapi mungkin, ada tujuan tertentu pembuat draf RUU yang menginginkan sentralisasi kekuasaan. Hal ini bila dibiarkan tanpa ada kritik dan protes, berbahaya bagi perkembangan demokrasi di Indonesia karena memangkas kewenangan lembaga legislatif, yudikatif, atau lembaga lain.

 

“Menurut saya, yang terancam sistem kita dalam bernegara. Jangan sampai sistem kita bernegara dikalahkan oleh hal yang sifatnya jangka pendek dan teknis,” ujar mantan Wakil Ketua DPR periode 2014-2019 itu.

 

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan telah masuk mekanisme di DPR. Pemerintah menyerahkan sepenuhnya ke DPR melalui mekanisme penyusunan peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Masuk daftar inventarisasi masalah, kan lebih simpel,” ujarnya.

 

Dia meminta DPR agar segera menetapkan alat kelengkapan dewan yang bakal membahasnya. Sementara pemerintah bakal terus keliling daerah mensosialisasikan RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan. Yasonna mengaku menyusun RUU Cipta Kerja dan RUU Perpajakan dengan menggunakan omnibus law bukan pekerjaan mudah. Pemerintah tetap berkomitmen melindungi semua kepentingan baik UMKM maupun stakeholder.

 

“Demi kepentingan supaya lapangan pekerjaan kita, semakin besar menyerap, pertumbuhan ekonomi semakin besar,” katanya.

Tags:

Berita Terkait