Legislator Dukung Aturan Ekspor Mineral Direview
Berita

Legislator Dukung Aturan Ekspor Mineral Direview

Pemerintah diminta segera menyiapkan kebijakan penguasaan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral.

KAR
Bacaan 2 Menit
Legislator Dukung Aturan Ekspor Mineral Direview
Hukumonline
Pemerintah bersikukuh melaksanakan larangan ekspor mineral mentah sejak 12 Januari 2014. Mengiringi kebijakan tersebut,  pemerintah telah menerbitkandua aturan baru. Tentunya, kedua aturan baru itu akan menjadi payung hukum pelaksanaan kewajiban pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua PP Nomor 23 Tahun 2010 tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Selain itu, pemerintah juga mengubah peraturan menteri (Permen) ESDM Nomor 7 Tahun 2012 menjadi Permen ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral.

Asosiasi Metalurgi dan Mineral Indonesia (AMMI) menilai terbitnya PP Nomor 1 Tahun 2014 merupakan babak baru bagi pembangunan bangsa Indonesia yang lebih maju. Menurut Ketua Umum AMMI, Ryad Chairil, PP ini menjadi jembatan yang melengkapi mata rantai pasokan (supply chain) industry pertambangan. Dengan demikian, pembangunan industry akan menjangkau sisi hulu sampai ke industri logam dan manufaktur di sisi hilir.

Untuk lebih memaksimalkan implementasi peraturan larangan ekspor mineral itu, Ryad meminta pemerintah untuk segera menyiapkan program yang realistis. Selain itu, ia juga mendorong agar pmerintah membuat kebijakan penguasaan teknologi pengolahan dan pemurnian mineral.

“Kami memberi apresiasi kepada Pemerintah atas pemberlakukan PP Nomor 1 Tahun 2014 itu. Selama ini Indonesia hanya menyaksikan negara lain maju membangun industri logam dan manufaktur nya dengan mengolah dan memanfaatkan bijih mineral dari Indonesia,” ujarnya Senin (13/1).

Menurutnya, Indonesia mempunyai banyak tenaga ahli dan praktisi yang mampu melakukan pengolahan dan pemurnian bijih mineral. Ia yakin jika pengolahan dan pemurnian itu terus dilaksanakan, industri manufaktur yang kuat. Namunhal ini tidak pernah terwujud karena kebijakan Pemerintah yang selalu memberikan izin untuk mengekspor bijih mineral.

“Padahal jika bauksit tersebut di suplai ke PT Inalum, maka Inalum dapat beroperasi selama 46 tahun,” tambah Ryad Chairil.

Di sisi lain, Wakil Ketua Komisi Energi DPR, Effendi MS Simbolon akan mengajukan hak menyatakan pendapatnya terhadap aturan turunan larangan ekspor mineral. Ia menilai, aturan turunan larangan ekspor mineral telah memunculkan konsekuensi politik serius. Pasalnya, aturan turunan tersebut malah mengandung unsure relaksasi ekspor mineral.

Di dalam Permen ESDM terbaru mengenai nilai tambah mineral, konsentrat tembaga yang boleh diekspor turun lebih dari 80%. Dalam peraturan baru itu diatur, kadar konsentrat tembaga yang bisa diekspor harus memiliki kadar Cu minimal 15%. Padahal, sebelum Permen ESDM No.20 Tahun 2013 direvisi, konsentrat tembaga yang boleh diekspor harus memiliki kadar minimal Cu 99,9%.

Penurunan kadar tersebut, dinilai banyak kalangan menguntungkan PT Freeport Indonesia dan PT Newmont Nusa Tenggara. Pasalnya, kedua perusahaan besar itu serta para pemegang Izin Usaha Pertambangan akan lolos dari larangan ekspor. Freeport dan Newmont hingga kini baru dapat memproduksi konsentrat tembaga dengan kadar 20% sampai 30%.

menegaskan, pihaknya akan mendukung penuh masyarakat yang mengajukan review terhadap aturan tersebut. Menurutnya, aturan yang memberi pelonggaran ekspor bahan mineral mentah bertentangan dengan undang-undang. Ia mengingatkan relaksasi ekspor mineral mentah memiliki konsekuensi politik yang serius.

“Jangan main-main, relasaksi ekspor mineral mentah punya konsekuensi politik yang serius. Saya sendiri akan mengajukan hak menyatakan pendapat. Kalau ada aturan yang berlawanan, masyarakat bisa mengajukan judicial review atau legal review. Saya akan dukung penuh,” katanya.
Tags:

Berita Terkait