Legislative Drafter: Dibutuhkan untuk Topang Fungsi Legislasi
Edsus Lebaran 2010:

Legislative Drafter: Dibutuhkan untuk Topang Fungsi Legislasi

Kinerja legislasi DPR mengalami pasang surut. Banyak anggota Dewan tak memahami esensi fungsi legislasi. Sokongan tenaga ahli perundang-undangan menjadi krusial.

SAM/Mys
Bacaan 2 Menit

 

Ditambahkan Mulyono, tidak hanya sekedar membantu para anggota dewan dalam menyusun sebuah UU saja, seorang tenaga ahli juga mengemban tugas untuk meneliti sebuah UU yang akan dibuat dan sekaligus menilai layak atau tidaknya UU tersebut untuk dibuat. “Kalau dari P3DI, mempelajari apakah UU ini sebetulnya bertentangan dengan UU yang lain apa belum. Atau ada UU pendukung dari rancangan UU yang kita susun. P3DI juga menentukan UU ini dibutuhkan atau tidak”.

 

P3DI pada dasarnya bertugas meneliti dan menentukan sebuah UU sudah layak atau belum, setelah sebelumnya, naskah akademis sebuah UU tersebut disusun dan dibuat sesuai dengan tata aturan yang benar oleh seorang legal drafter. “ Legal drafter, iya akan mempelajari struktur dari penyusunan UU itu sudah benar apa belum,” ungkapnya.

 

Setelah kedua tahap tersebut rampung, materinya disusun untuk disiapkan menjadi sebuah RUU untuk diajukan dan disahkan menjadi sebuah UU. Pekerjaan terakhir ini pun dilakukan oleh tenaga ahli. Tenaga ahli atau staf ahli bukan hanya ada di Baleg, tetapi juga dimiliki masing-masing anggota Dewan. Toh, tak semua memanfaatkan tenaga ahli sepenuhnya. Anggota Komisi I dari Fraksi PKB, Effendy Choirie, misalnya, mengaku tak mengoptimalkan tenaga ahli yang diberikan Setjen DPR. Ia beralasan partai juga sudah menyediakan staf yang bisa membantu. “Kami di-supply dari partai,” ujarnya.

 

Perpindahan seorang anggota Dewan dari suatu komisi ke komisi lain turut membuat tenaga ahli kurang maksimal. Misalnya, staf yang diberikan ke Gus Choi –begitu ia biasa disapa—tak terlalu memahami masalah pertahanan dan keamanan. Akibatnya, tenaga ahli yang disediakan tidak bisa bekerja maksimal.

 

Pengembangan

Untuk soal komposisi jumlah tenaga ahli di DPR, berkaca pada apa yang telah ada saat ini, menurut Ignatius Mulyono masih perlu dikembangkan. Bukan hanya dari segi jumlah saja, pengembangan juga perlu dilakukan dari segi lembaga dalam alat kelengkapan DPR saat ini. Pengembangan yang dimaksud Ignatius dalah hadirnya dua badan baru yaitu, Badan Pusat Legislasi dan Badan Perancang UU.

 

Kedua badan tersebut akan memberdayakan para staff ahli dan juga anggota dewan yang ada, untuk lebih fokus dan baik lagi dalam membuat sebuah UU. Badan Pusat Legislasi misalnya, menurut Ignatius, badan ini akan menjadi pusat riset dan penelitian untuk perbandingan dan acuan dalam membuat sebuah UU yang baru. “Nanti akan mempelajari dan mengikuti perkembangan legislasi, mulai dari tahun 1945 sampai sekarang. Akan dicoba diinventarisir, dia juga akan menilai, adanya UU yang harus dipertahankan atau tidak. Dia juga yang akan memprediksi tentang kepentingan pembuatan UU sampai tahun 2025”.

 

Mulyono berharap dengan kehadiran Badan Perancang, pembuatan grand design suatu UU baru bisa lebih baik dan rapih lagi dari sebelumnya. “Badan inilah yang akan mendesign draft naskah akademis dari RUU ini dengan mengkoordinir kinerja dari P3DI, kemudian legal drafter dan tenaga ahli dan para pakar terkait”.

Tags:

Berita Terkait