Legalisasi Perkebunan Sawit dalam Kawasan Hutan Dinilai Lemahnya Penegakan Hukum
Terbaru

Legalisasi Perkebunan Sawit dalam Kawasan Hutan Dinilai Lemahnya Penegakan Hukum

Mekanisme pengampunan kejahatan kehutanan melalui pasal 110A dan 110B UU Cipta Kerja sangat rentan menjadi ruang transaksional di tahun politik. Ketimbang pengampunan lebih baik proses penyelesaiannya di bawa ke ranah penegakan hukum.

Ady Thea DA
Bacaan 3 Menit

Kedua PP ini memberikan waktu kepada korporasi yang beraktivitas dalam kawasan hutan untuk mengurus kelengkapan administrasi paling lama 6 (enam) bulan untuk PP 60/2012 dan 3 tahun untuk PP 104/2015. Korporasi-korporasi yang beraktivitas ilegal dalam kawasan hutan dapat beraktivitas secara legal dengan mendapatkan izin pelepasan kawasan hutan jika mengurus seluruh administrasi yang ditentukan.

“Alih-alih penegakan hukum yang dilakukan justru pengurus negara memberikan kembali ruang pengampunan kejahatan ribuan entitas hukum yang 90 persen adalah korporasi sawit melalui pasal 110 A dan 110 B UU Cipta Kerja,” ujarnya.

Terpisah, Direktur Eksekutif Sawit Watch, Achmad Surambo mengatakan pengampunan bagi perusahaan sawit ini memberikan preseden buruk dalam upaya pemerintah membenahi tata kelola sawit. Kebijakan itu justru mengabaikan proses pidana dengan memberikan sanksi berupa denda administratif atas tindakan perambahan kebun sawit yang dilakukan di area hutan tersebut. Jalan pintas yang dilakukan pemerintah dengan menggunakan UU 6/2023 berpotensi menimbulkan persoalan baru ke depan mengingat beleid ini masih dalam proses uji materi di Mahkamah Konstitusi.

Menurut Surambo ada banyak cara yang bisa dilakukan pemerintah selain melakukan pengampunan atau pemutihan untuk perkebunan sawit di kawasan hutan. Tidak sedikit contoh penyelesaian masalah yang diselesaikan melalui jalur hukum seperti kasus di Register 40, di mana Mahkamah Agung memutus kebun sawit seluas 47 ribu hektar di Register 40 Padang Lawas Sumatera Utara dan disita negara.

Kemudian dalam kasus minyak goreng Surambo mengingatkan Kejaksaan Agung telah menetapkan 3 grup besar sawit seperti Wilmar Group, Permata hijau Group, dan Musim Mas Group telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi dalam kasus korupsi minyak goreng. “Hal ini menunjukkan bahwa pendekatan hukum masih sangat relevan untuk dilakukan dalam menangani kasus serupa di Indonesia,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait