Legal Opinion Yusril Digunakan di Singapura
Berita

Legal Opinion Yusril Digunakan di Singapura

Yusril tidak tahu jika legal opinion atau pendapat hukumnya digunakan pula untuk mengurus kewarganegaraan Joko Tjandra di Papua Nugini.

Novrieza Rahmi
Bacaan 2 Menit
Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan HAM. Foto: Sgp
Yusril Ihza Mahendra, mantan Menteri Kehakiman dan HAM. Foto: Sgp

Pemerintah Indonesia belum menemukan titik terang dalam upaya pemulangan Joko S Tjandra. Buron terpidana kasus cessie Bank Bali ini telah menjadi warga negara Papua Nugini sejak Juni 2012. Kejaksaan menerima informasi adanya keterlibatan pengacara yang membantu Joko untuk mendapatkan kewarganegaraan Papua Nugini.

Pengacara itu diduga memberikan pendapat hukum (legal opinion)sesatterkait status hukum Joko di Indonesia. Joko dikatakan tidak lagi memiliki masalah hukum sejak diputus lepas di tingkat kasasi. Putusan PK yang menghukum Joko dua tahun penjara tidak diakui, karena menurut pengacara itu PK adalah hak terpidana.

Jaksa Agung Basrief Arief mengatakan Kejaksaan sedang meneliti apakah legal opinion itu benar-benar menyatakan Joko tidak memiliki masalah hukum di Indonesia. Kejaksaan juga meneliti apakah legal opinion itu digunakan otoritas Papua Nugini sebagai dasar untuk memberikan kewarganegaraan kepada Joko.

Namun, siapakah pengacara dimaksud? Beberapa waktu lalu, Koran Tempo mengungkap bahwa Kantor Hukum Ihza & Ihza Law Firm lah yang memberikan legal opinion terkait status hukum Joko melalui permintaah Mulia Grup. Pendapat hukum itu ditandatanganiantara lain oleh Yusril Ihza Mahendra.

Atas dugaan keikutsertaan Yusril dalam mengurus kewarganegaraan Joko, mantan Menteri Kehakiman dan HAM ini membantahnya. Yusril menjelaskan dirinya tidak pernah menjadi kuasa hukum Joko. Dia juga tidak pernah memberikan legal opinion atau keterangan palsu untuk memuluskan upaya Joko menjadi warga negara Papua Nugini.

Menurut Yusril, logikanya jika pemerintah Papua Nugini ingin mengetahui status hukum Joko di Indonesia, seharusnya yang dimintai keterangan adalah pemerintah Indonesia. “Masa keterangan dari saya bisa mengalahkan segala kewenangan hukum, diplomatik yang dimiliki pemerintah RI,” ujarnya, Kamis malam (26/7).

Yusril merasa dirinya dikambinghitamkan untuk menutupi kegagalan pemerintah Indonesia dalam memulangkan dan menangani kasus Joko. Pemerintah dianggap mengalihkan isu dengan membuat isu lain yang seolah-olah berkat keterangan Yusril, Joko berhasil menjadi warga negara Papua Nugini.

Meski demikian, Yusril tidak menampik Mulia Grup adalah retainer client dari Ihza & Ihza Law Firm. Selaku konsultan hukum, Yusril oleh Mulia Grup pernah dimintai pendapat hukum mengenai perkara cessie Bank Bali yang melibatkan Joko. Mulia Grup meminta pendapat hukum itu karena Joko termasuk shareholder di perusahaan itu.

Akan tetapi, Yusril menegaskan, legal opinion itu tidak dimintakan Mulia Grup untuk kepentingan pengurusan kewarganegaraan Joko di Papua Nugini. “Permintaan itu terkait kepentingan mereka (Mulia Grup) terhadap bank di Singapura. Tidak pernah disinggung keterkaitan dengan soal kewarganegaraan Joko di PNG (Papua New Guinea)”.

Yusril mengaku tidak mengetahui, apakah benar Joko mengajukan permohonan untuk menjadi warga negara Papua Nugini. Pemerintah Indonesia sendiri belum memastikan kewarganegaraan tersebut. Selain itu, dia juga tidak mengetahui apakah legal opinion­-nya digunakan pula untuk mengurus kewarganegaraan Joko di Papua Nugini.

Lantas, secara umum, apakah pengacara yang memberikan keterangan palsu di Papua Nugini dapat dikenakan sanksi pidana di Indonesia? Pakar hukum internasional Hikmahanto Juwana berpendapat bisa saja pengacara tersebut dikenakan pidana di Indonesia, sepanjang di kedua negara perbuatan itu dianggap sebagai tindak pidana.

Dengan menggunakan asas nasionalitas aktif, Hikmahanto mengatakan warga negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar negeri tetap dapat dijerat dengan hukum pidana yang berlaku Indonesia. Ketentuan itu juga diatur dalam Pasal 5 ayat (1) dan (2) KUHP.

Pasal 5 KUHP

(1)   Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi warga negara yang di luar Indonesia melakukan :

1.      Salah satu kejahatan tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua dan pasal-pasal 160, 161, 240, 279, 450, dan 451.

2.    Salah satu perbuatan yang oleh suatu ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia dipandang sebagai kejahatan, sedangkan menurut perundang-undangan negara dimana perbuatan dilakukan diancam dengan pidana.

(2)  Penuntutan perkara sebagaimana dimaksud dalam butir 2 dapat dilakukan juga jika tertuduh menjadi warga negara sesudah melakukan perbuatan.

“Tentunya harus ada bukti-bukti yang mendukung. Jangan sampai tidak ada bukti. Lalu, harus lewat dewan kehormatan diadukan. Makanya, harus ada kerja sama dengan otoritas PNG karena deliknya di PNG. Menjadi masalah kalau otoritas PNG ternyata tidak mau kerja sama,” tuturnya kepada hukumonline.

Tags: