Legal Drafter: Target di Tengah Upaya Menjaga Harmoni
Edisi Lebaran 2010

Legal Drafter: Target di Tengah Upaya Menjaga Harmoni

Profesi legal drafter masih sangat dibutuhkan di Indonesia mengingat banyaknya peraturan yang saling bertabrakan satu sama lain.

Fat/Ali
Bacaan 2 Menit
Legal Drafter target ditengah upaya menjaga harmoni, <br> Foto: Ilustrasi (Sgp)
Legal Drafter target ditengah upaya menjaga harmoni, <br> Foto: Ilustrasi (Sgp)

Setidaknya, tak kurang dari 7000 peraturan perundang-undangan yang telah diterbitkan. Dari angka ini, terlihat jelas dibutuhkan banyak tenaga penyusun dan perancang peraturan dan perundang-undangan. Di Direktorat Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, mereka yang bertugas dalam bidang ini biasa disebut tenaga penyusun perundang-undangan (tenaga suncang). Kalangan akademis juga sering menyebut mereka sebagai legal drafter.  

 

Legal drafter biasanya merujuk pada tenaga suncang yang bertugas di pemerintahan. Sebaliknya, tenaga ahli yang bertugas membantu anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah menyusun rancangan Undang-Undang lazim disebut legislative drafter.

 

Agar keseimbangan tercapai, Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pernah menargetkan untuk mendidik 90 orang tenaga fungsional penyusunan dan perancangan peraturan perundang-undangan (suncang) pada tahun 2010.  

 

Menurut Sekretaris Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kemenkumham Sudirman D Hury, kini target tersebut telah tercapai. Pada tahun ini, sudah lebih dari 90 tenaga fungsional yang telah dididik. “Sekarang kita sudah masuk gelombang ketiga, setiap gelombang lebih dari 30 orang. Jadi, dalam satu tahun ini kurang lebih 100 orang sudah kita didik. Sudah lebih dari 90, artinya tercapainya terget itu,” tuturnya kepada hukumonline.

 

Namun, urai Sudirman, Menkumham pernah menghimbau pihak BPSDM agar per tahun dapat dilahirkan 1000 tenaga legal drafter. Jumlah tersebut bukan hanya berasal dari dalam lingkungan Kemenkumham saja, melainkan luar lingkungannya. Tapi, untuk masukan ini pihaknya beranggapan masih jauh dari harapan. Karena, anggaran DIPA yang disediakan untuk mendidik tenaga fungsional suncang per tahun hanya untuk 90 hingga 100 orang saja.

 

Hingga kini, pihaknya telah berupaya melaksanakan himbauan menteri tersebut. Salah satu caranya bekerjasama dengan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) untuk melakukan pelatihan-pelatihan yang nantinya diikuti pihak pemerintah daerah. Kerjasama ini, lanjut Sudirman, dibiayai dari anggaran Kemendagri. Pihak BPSDM hanya menyiapkan kurikulum dan tenaga-tenaga pengajarnya saja.

 

Penting dicatat bahwa calon tenaga suncang yang ikut adalah mereka yang berlatar belakang sarjana hukum. Sarjana lain sejauh ini belum diizinkan. “Karena dia (calon suncang) pernah kuliah di bidang hukum bagaimana dia mengerti dasar-dasarnya, pernah praktik atau apa, jadi akan gampang lebih mudah menyerap”.

 

Ditambahkan Sudirman, target 90-100 tenaga legal drafter yang dididik pertahunnya, masih jauh dari kata sempurna. Karena dari jumlah tersebut dan disandingi dengan jumlah kantor wilayah Kemenkumham yang berjumlah 33, hingga kini tiap kanwil baru memiliki 3-5 orang tenaga suncang. Sudirman menegaskan, alokasi idealnya, tiap kanwil memiliki 15-20 tenaga suncang. Sehingga kapanpun kita dibutuhkan oleh pemda, kita sudah siap. Apalagi kita sudah mencanangkan law center,” ujarnya.

 

Harmonisasi

Pada hakekatnya, tenaga suncang atau legal drafter dibutuhkan sebagai pengharmonisasi peraturan-peraturan dari yang sudah dibuat sampai baru akan dibuat. Peraturan yang dimaksud mencakup seluruhnya, mulai dari peraturan daerah hingga ke Undang-Undang. Menurut Sudirman, kebutuhan legal drafter hingga kini masih sangat diperlukan pihak Kemenkumham mengingat banyak peraturan-peraturan daerah yang overlap.

 

Selama ini peraturan-peraturan tersebut disusun oleh orang yang tak profesional di bidangnya. Hingga kini, lanjut Sudirman, sudah ada sekitar 3000 Perda yang akan dibatalkan yang telah terinventarisir oleh Kemendagri. Kok bisa begitu? Karena dalam  penyusunan itu tidak menyertakan tenaga-tenaga legal drafter yang profesional,” jawab Sudirman.

 

Terkait gaji legal drafter sendiri, memiliki pendapatan yang sudah diatur dalam ketentuan gaji bagi pegawai negeri sipil. Yang membedakan adalah tunjangan yang didapat oleh si pejabat tersebut. ada dua jenis pejabat, yaitu pejabat struktural dan pejabat fungsional. Tunjangan untuk pejabat struktural lebih kecil dibandingkan tunjangan pejabat fungsional. Maka orang lebih banyak memilih jabatan fungsional daripada jabatan struktural. Untuk legal drafter sendiri masuk ke jabatan fungsional. Selain tunjangan besar, legal drafter juga memiliki kesempatan yang lebih cepat untuk meniti karir.

 

Pengajar Ilmu Perundang-Undangan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Sonny Maulana Sikumbang mengatakan, ada dua pemahaman untuk legal drafter. Satu yang untuk kontrak disebut dengan kontrak drafter, biasanya bergerak di bidang ekonomi. Dan satu lagi adalah legislative drafter untuk perancang peraturan. “Itu sih pemahaman yang menurut saya lebih pas. Walaupun secara umum orang masih bilang untuk perancang peraturan sebagai legal drafting istilahnya,” katanya saat ditemui hukumonline.

 

Ia menjelaskan, tugas pokok untuk legislative drafter sendiri adalah menyusun naskah akademik. Namun, sebelum penyusunan dilakukan, banyak hal yang harus dilakukan oleh legal drafter tersebut. misalnya, melakukan riset, menjaring aspirasi dan kadang melakukan Forum Group Discussion (FGD) sebelum menyusun peraturan.

 

Pekerjaan legal drafter tidak hanya sampai di situ. Menurut Sonny, seorang legal drafter harus mengawal rancangan peraturan yang dibuatnya hingga jadi dan laik diterapkan di masyarakat. Jika dikaitkan dengan pembentukan peraturan yang terjadi di DPR, penggodokkan UU tidak selalu terkait dengan masalah politik semata. Karena, selama ini legal drafter menyusun peraturan harus mengedepankan fakta, logika dan ilmu pengetahuan.

 

“Misalnya, RUU Pengembangan Perekonomian Nasional. Kan ada banyak cara. Pilihannya, membuat peraturan yang menitikberatkan mengundang investor, ada juga malah mengembangkan ekonomi kerakyatan, atau pilihan ketiga mendorong perbankan nasional untuk memberikan pemodalan,” tuturnya.

 

Dari cara-cara yang terurai, seorang drafter yang baik akan memberikan alternatif pilihan. Meskipun sebagai seorang yang profesional, legal drafter tersebut juga diwajibkan memilih satu yang terbaik. Dan yang terbaik inilah yang kemudian dituangkan menjadi rancangan peraturan. Setelah itu, rancangan tersebut dibawa ke DPR, dan di situlah mekanisme politik bermain.

 

“Artinya, belum tentu juga pilihan drafter itu yang dipakai. Misalnya, dari tiga opsi itu, menurut drafter yang paling tepat adalah pelaku ekonomi kecil. Kalau dewan dikuasai pemodal, kemungkinan itu tak akan dipilih. Itu sudah bukan tangggung jawab drafter. Walaupun mekanisme politik, tapi itu berbahankan fakta dan logika. Nggak sembarangan politik,” ujar Sonny.

 

Seorang legal drafter adalah pribadi yang memiliki pengetahuan dan keahlian khusus, terlebih dalam menyusun sebuah peraturan. Dalam menyusun peraturan yang bekerja bukanlah secara individu tapi tim. Misalnya, ketika ingin dibuatnya peraturan tentang pertambangan, diperlukan seseorang yang memiliki pengetahuan di bidang tersebut. Seperti, ahli pertambangan bersama sarjana hukum bekerja sama membuat peraturan tentang pertambangan.

 

“Jadi kerjasama yang ahli hukum dengan narasumber substansi mereka bekerja sama beberapa bulan untuk menyusun itu. Nggak harus sarjana hukum. Tapi kayaknya di Indonesia sepertinya jadinya seperti itu. Seolah-olah hanya orang hukum. Karena itu interdisipliner, harus kerja sama. Ini yang sebenarnya buat saya kurang dipahami karena pemahaman yang sempit. Seolah-olah pekerjaan drafting hanya milik orang hukum,” tutupnya.

Tags:

Berita Terkait