LBH Jakarta Ungkap 4 Kerugian Dampak Penerapan Aturan PSE Lingkup Privat
Utama

LBH Jakarta Ungkap 4 Kerugian Dampak Penerapan Aturan PSE Lingkup Privat

Mulai hilangnya akses layanan, hilangnya penghasilan, hilangnya pekerjaan, hingga doxing akibat menyampaikan protes dan penolakan terhadap pemblokiran dan pemberlakuan Permenkominfo No.5/2020 itu.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Sejak dibuka Sabtu, 30 Agustus 2022 lalu, Pos Pengaduan #SaveDigitalFreedom LBH Jakarta hingga hari ini, Selasa (2/8/2022) telah menerima 182 pengaduan masyarakat. Pos pengaduan tersebut diperuntukkan bagi masyarakat yang dirugikan akibat pemblokiran sewenang-wenang ataupun represi kebebasan di ranah digital akibat pemberlakuan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) No.10 Tahun 2021 atas Perubahan Peraturan Menkominfo No.5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat. 

LBH Jakarta masih akan membuka Pos Pengaduan #SaveDigitalFreedom hingga Jumat, 5 Agustus 2022. Pengaduan dapat dilakukan melalui email: [email protected]. Informasi lebih detail mengenai jenis kebutuhan informasi pengaduan dapat disimak lebih lanjut pada kanal sosial media LBH Jakarta.

Dari data pengaduan sementara sampai dengan siaran pers ini diumumkan, profil pengadu yang diterima sangat beragam, mulai dari pekerja kreatif (seperti artis, musisi, desainer grafis, pembuat konten, dan lainnya) hingga developer, gamer, pekerja lepas, dosen, jurnalis hingga badan usaha yang bergerak pada bisnis digital.

“Setidaknya terdapat empat pola permasalahan yang didapatkan dari pengaduan yang masuk,” ujar Pengacara Publik LBH Jakarta, Teo Reffelsen dalam keterangan resmi yang diterima Hukumonline, Selasa (2/8/2022).   

Baca Juga:

Pertama, kerugian berupa hilangnya akses terhadap layanan-layanan yang berhak didapatkan pengadu pada situs-situs yang diblokir, seperti Steam, Epic dan beberapa situs lainnya. Berbagai layanan tersebut didapatkan tidak dengan cuma-cuma, melainkan dengan membayar sejumlah uang. Bahkan dalam beberapa kasus hingga ratusan juta rupiah.

Kedua, kerugian berupa hilangnya penghasilan. Kegiatan usaha profesional para pengadu sangat terganggu karena transaksi yang gagal dilakukan maupun pendapatan yang tertahan yang tidak bisa diakses akibat situs PayPal diblokir. Tak hanya itu, hilangnya akses terhadap situs seperti Steam, Epic, dan lainnya juga menghilangkan penghasilan beberapa pengadu yang menggunakan layanan tersebut untuk mendapatkan penghasilan. Kerugian yang dialami pengadu dapat mencapai ratusan juta rupiah.

Ketiga, kerugian berupa hilangnya pekerjaan. Mayoritas pekerja kreatif yang bergerak di sektor digital usahanya secara jangka panjang sangat bergantung pada situs Paypal yang diblokir. Akibat pemblokiran telah banyak pengadu yang sudah kehilangan klien dan gagal melakukan kesepakatan kerja. Kebijakan Menkominfo mencabut sementara waktu blokir terhadap aplikasi PayPal juga tidak menjawab permasalahan pengadu dalam jangka panjang tersebut. Keempat, pengadu yang mengalami doxing akibat menyampaikan protes dan penolakan terhadap pemblokiran dan pemberlakuan Permenkominfo No.5/2020 itu.

LBH Jakarta berpandangan keempat pola permasalahan dari pengaduan yang sementara ini masuk telah menunjukan bahwa kebijakan pemblokiran beberapa situs dengan alasan tidak terdaftar di Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) justru mengorbankan masyarakat dengan timbulnya kerugian yang besar dan meluas khususnya pada pekerja industri kreatif.

Fakta bahwa pemerintah mencabut sementara blokir terhadap Paypal dengan dalih mengakomodir sementara keluhan masyarakat justru semakin menguatkan bahwa pemerintah tidak cermat dan teliti dalam menghitung dampak tersebut sebelum melakukan tindakan pemerintahan. “Pemerintah secara terang telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik dan UU No.30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan,” kata Teo.

Menurutnya, banyaknya pekerja kreatif yang mengadukan kerugian semakin menguatkan bahwa pernyataan dukungan pemerintah pada industri kreatif hanyalah jargon yang kontradiktif dengan kebijakan yang dibuat. Hal ini tidak hanya akibat pemblokiran situs yang prosedurnya tidak sesuai standar HAM, tetapi juga berbagai ketentuan pembatasan yang diatur dalam Permenkominfo 5/2020 yang tidak sesuai kaidah HAM dan perlindungan data pribadi yang tidak sejalan dengan tujuan menciptakan iklim digital yang aman dan demokratis.

Untuk itu, LBH Jakarta mendesak Menkominfo segera mencabut keputusan pemblokiran terhadap 8 situs dan aplikasi untuk menghentikan dampak dan kerugian yang besar terhadap warga negara. LBH Jakarta mendesak Menkominfo untuk segera mencabut Permenkominfo 5/2020 yang mengatur pembatasan HAM yang tidak sesuai dengan standar dan mekanisme HAM internasional, melanggar kebebasan berpendapat dan berekspresi, melanggar hak untuk berkomunikasi serta memperoleh informasi dan melanggar hak atas privasi.

LBH Jakarta juga akan melakukan upaya hukum yang dimungkinkan bersama masyarakat untuk membatalkan tindakan dan kebijakan pemerintah yang sewenang-wenang serta melanggar hukum dan HAM tersebut.”

Belum lama ini, Kemenkominfo memblokir lima situs gaming, seperti Epic Game, Steam, Dota, Counter Strike, Origin EA dan tiga situs lainnya yaitu Yahoo Search Engine, Xandr dan PayPal karena situs-situs ini belum mendaftar kepada Kemenkominfo setelah tenggat waktunya berlalu. Kemenkominfo mengatakan Steam sedang mendaftar dan segera akan dibuka blokingnya begitu pendaftaran selesai.

Sebelumnya, dalam keterangan pers, Jumat (29/7/2022) lalu, Kominfo menegaskan Peraturan Menteri Kominfo No.10 Tahun 2021 atas Perubahan Peraturan Menkominfo No.5 Tahun 2020, tidak memberikan kewenangan bagi Kominfo untuk secara bebas mengakses percakapan pribadi masyarakat.   

Kominfo menerangkan pengaturan pemberian akses sistem dan dokumen elektronik dalam Peraturan Menteri Kominfo 5/2020 hanya dapat dilakukan untuk keperluan penegakan hukum pidana dan pengawasan dengan syarat yang diatur ketat antara lain harus menyertakan penetapan pengadilan, dan dasar kewenangan yang sah saat melakukan permohonan akses kepada PSE.

Ketentuan pemberian akses dalam Peraturan Menkominfo 5/2020 merupakan ketentuan pelaksana dari UU No.8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana dan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) beserta perubahannya bukan ketentuan yang serta merta baru dan muncul begitu saja dalam Peraturan Menkominfo 5/2020.

Mengenai isu pendaftaran PSE mengancam hak-hak sipil masyarakat adalah tidak tepat. Kebijakan pendaftaran PSE ini merupakan upaya awal dalam menghadirkan ekosistem digital yang lebih akuntabel. “Melalui kewajiban pendaftaran PSE, Pemerintah berupaya untuk semakin melindungi hak-hak masyarakat sebagai pengguna sistem elektronik,” klaimnya. 

Misalnya, dalam hal terjadi kasus pornografi anak dalam suatu PSE, jika PSE tersebut sudah terdaftar, Pemerintah sesuai Peraturan Menkominfo 5/2020 dapat menghubungi penanggung jawab PSE yang terdaftar untuk segera melakukan tindakan yang diperlukan, antara lain pemutusan akses, hingga fasilitasi upaya penegakan hukum terhadap konten pornografi anak yang dimaksud.

Tags:

Berita Terkait