Lawyer Muda Merapat! Catat Tips Berkiprah di Lembaga Arbitrase Internasional
Utama

Lawyer Muda Merapat! Catat Tips Berkiprah di Lembaga Arbitrase Internasional

Mulai dari memiliki passion terhadap pemecahan masalah, pengalaman praktis, kemampuan berbahasa Inggris, keterampilan interpersonal dan negosiasi, dedikasi dan ketekunan.

Ferinda K Fachri
Bacaan 4 Menit
Founding Partner Budidjaja International Lawyers (BIL) Tony Budidjadja dan Managing Partner Santoso, Martinus & Muliawan Advocates (SMMA) Wincen Santoso. Foto: Istimewa
Founding Partner Budidjaja International Lawyers (BIL) Tony Budidjadja dan Managing Partner Santoso, Martinus & Muliawan Advocates (SMMA) Wincen Santoso. Foto: Istimewa

Usai menuntaskan pendidikan tinggi, seorang lulusan Fakultas Hukum memiliki pilihan profesi yang dapat digeluti, salah satunya profesi arbiter. Sesuai UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase dan APS), arbiter ditafsirkan sebagai seorang atau lebih yang dipilih para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk Pengadilan Negeri atau lembaga arbitrase untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase.

Lebih lanjut, penyelesaian melalui Arbitrase sendiri dapat dilakukan melalui Lembaga Arbitrase Nasional maupun Internasional berdasarkan kesepakatan Para Pihak sebagaimana diatur dalam Pasal 34 ayat (1) UU Arbitrase dan APS. Di Indonesia, terdapat sejumlah lawyer terkemuka yang telah lama meniti kariernya di bidang Arbitrase hingga berkiprah di Lembaga Arbitrase Internasional. Lantas, apa rahasia di balik kesuksesan mereka?

"Arbiter itu membantu para pihak menyelesaikan masalah, jadi butuh passion. Perlu punya kecintaan akan penyelesaian masalah dan keberanian menghadapi masalah. Analisis kritis dan keterampilan untuk memecahkan masalah itu penting sekali. Tentunya semua tidak bisa instan, butuh proses dan konsistensi,” ujar Founding Partner Budidjaja International Lawyers (BIL) Tony Budidjadja kepada Hukumonline, Jum’at (12/7/2024).

Baca Juga:

Arbiter di Asia Pacific International Arbitration Chamber Indonesia Board dan anggota Chartered Institute of Arbitrators (CIArb) yang diketahui aktif berpraktik pada sejumlah lembaga Arbitrase Internasional lain itu menggarisbawahi kemampuan untuk menganalisis dan memecahkan masalah disertai proses konsisten menggeluti dunia arbitrase jadi modal awal untuk kemudian bisa memperoleh kepercayaan dan mengukir reputasi.

Akan tetapi, dia mengingatkan supaya lebih berhati-hati dalam menangani ragam persoalan arbitrase. Pasalnya, profesi arbiter menurut lawyer senior itu tergolong rawan dengan masalah-masalah etik. Kehati-hatian terhadap etik dan dalam menunaikan tugas dengan benar menjadi kunci untuk bisa meniti karier di dunia arbitrase bagi para lawyer muda.

“Lembaga atau organisasi arbiter itu jumlahnya semakin banyak. Tentu boleh saja setiap orang mempertimbangkan bergabung dengan satu atau sebagian dari organisasi ini. Tapi kalau saya pribadi akan sangat selektif menentukan lembaga dengan siapa saya terafiliasi tentu dalam rangka memperoleh nilai tambah. Mendapat keuntungan itu bisa dilihat dari beberapa faktor juga. Misalnya untuk melakukan networking dengan para profesional lain,” jelas Tony.

Antara lain memperluas jaringan relasi dengan melihat pendiri dan anggota dari Lembaga Arbitrase yang bersangkutan. Kemudian posibilitas untuk melakukan professional development dan business development melalui lembaga terkait. "Semua itu yang paling penting adalah reputasi. Kalau baik tentu kita pertimbangkan, sebab jika reputasinya tidak baik, maka (reputasi lembaga tersebut) akan terasosiasi dengan kita,” kata dia.

Namun, ternyata di samping terafiliasi dengan lembaga arbitrase, Tony menyampaikan adanya posibilitas menjadi seorang arbiter independent (independent arbitrator) yang beberapa waktu terakhir menjadi suatu profesi yang diminati banyak profesional hukum pada berbagai negara. Hanya saja, profesi ini nampaknya belum tergolong masif di Indonesia meski sangat menjanjikan.

“Saya bisa katakan profesional arbiter atau career arbitrator, maksudnya arbiter yang berpraktik secara independen. Profesi ini belum dipahami secara luas, mereka punya kedudukan yang sama dengan arbiter institutional bahkan dalam banyak hal career arbitrator itu lebih berkembang. Saya sangat mendorong pemuda, khususnya young lawyers Indonesia untuk mempertimbangkan menjalankan profesi ini karena sangat pesat (perkembangannya), hanya di Indonesia agak terlambat,” bebernya.

Terdapat sejumlah keuntungan yang bisa diperoleh sebagai seorang arbiter independen. Sebut saja keahlian (expertise) yang dimiliki dengan berbekal pelatihan yang memadai; independensi dalam hal tidak adanya keterkaitan dengan lembaga arbitrase tertentu; selanjutnya kerahasiaan (confidentiality) karena minimnya pihak yang terlibat dalam proses arbitrase; serta fleksibilitas.

Managing Partner Santoso, Martinus & Muliawan Advocates (SMMA) Wincen Santoso, Minggu (21/7/2024) kemarin, mengatakan seorang bisa berpraktik sebagai arbiter di level internasional akan memerlukan pengalaman praktis di firma hukum atau institusi yang menangani banyak kasus arbitrase. Selain itu, keterampilan bahasa Inggris akan menjadi nilai tambah mengingat banyak proses arbitrase internasional menggunakan bahasa Inggris.

Delegasi Indonesia untuk International Chamber of Commerce (ICC) yang juga merupakan Anggota Chartered Institute of Arbitrators (CIArb) itu melanjutkan keterampilah teknis bukan hanya hal penting dimiliki, juga keterampilan interpersonal dan negosiasi tidak kalah pentingnya. Sebab, arbitrase seringkali melibatkan negosiasi dan penyelesaian sengketa yang memerlukan keterampilan komunikasi yang kuat. Atas semua itu, dedikasi dan ketekunan menjadi nilai utama yang harus dimiliki oleh lawyer muda yang bercita-cita menekuni bidang arbitrase internasional.

“Sebagai delegasi ICC Indonesia di ICC Dunia dalam Komite Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif, tupoksi kami membantu Komite ICC mencapai misi utamanya yaitu memberikan masukan bagi perkembangan praktik arbitrase internasional. Komite ICC akan menghasilkan berbagai laporan, rekomendasi, dan panduan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan praktis, prosedural maupun hukum,” ujar Wincen.

Saat ini delegasi ICC Indonesia untuk Komite Arbitrase dan Penyelesaian Sengketa Alternatif terdiri dari deretan lawyer terkemuka dari sejumlah firma hukum ternama tanah air. Selain Wincen, terdapat pula Partner SSEK Law Firm Nico Mooduto, Partner ADCO Law Alexandra Gerungan, Partner MAPS Law Firm Rando Purba, Founding Partner Marieta Mauren (MM) Windri Marieta, serta Partner Leks&Co Lawyers Eddy Leks.

“Menurut saya, masing-masing institusi arbitrase memiliki kelebihan masing-masing. Suatu kehormatan bagi saya dapat menjadi delegasi ICC Indonesia dengan alasan tertentu. Pertama, ICC memiliki reputasi yang kuat dan diakui secara global di bidang arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif. Kedua, ICC menawarkan jaringan profesional yang sangat luas dan beragam. Ketiga, ICC memiliki komitmen kuat terhadap inovasi dan adaptasi terhadap perkembangan terbaru dalam bidang arbitrase dan penyelesaian sengketa alternatif,” katanya.

Tags:

Berita Terkait