Larangan Terima Parsel untuk Peradilan Bersih
Berita

Larangan Terima Parsel untuk Peradilan Bersih

Demi menjaga indepedensi peradilan.

ASH
Bacaan 2 Menit
Larangan Terima Parsel untuk Peradilan Bersih
Hukumonline

MA menegaskan dikeluarkannya aturan larangan pejabat MA dan pimpinan pengadilan menerima parsel menjelang idul fitri merupakan bagian upaya menciptakan lembaga peradilan yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).

“Pimpinan MA sangat komit agar institusi peradilan bersih, apalagi sekarang kita sudah mendapatkan predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari BPK. Tentunya, untuk mempertahankan itu juga harus diawali niat yang bersih,” kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Ridwan Mansyur saat dihubungi hukumonline, Jumat (12/7).      

Ridwan menegaskan larangan menerima parsel tak hanya berlaku bagi pejabat MA dan pimpinan pengadilan, tetapi seluruh satuan kerja di daerah termasuk hakim. Hal ini untuk menjaga independensi lembaga peradilan dan menjaga perilaku yang bebas dari KKN. “Ini untuk memberikan independensi agar tidak terpengaruh sekecil apapun,” tegas Ridwan.   

Dia mengingatkan pengertian pemberian parsel itu bukan hanya sekedar memberi sekeranjang buah dan lain-lain, tetapi berupa bentuk barang apapun yang biasanya memiliki maksud tertentu. “Makanya, sejak awal Ramadhan ini sudah mulai diingatkan, takut persepsinya parsel lebaran dilarang, tetapi selama puasa dibolehkan,” kata Ridwan.

MA mengklaim SEMA itu juga mengatur larangan pejabat peradilan termasuk hakim menerima parsel dari pihak di luar lingkungan peradilan. “Ya itu termasuk, tetapi kalau pejabat pengadilan atau hakim memberi parsel kepada orang luar itu tidak diatur. Itu bisa kena SKB Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” katanya.  

“Jadi tidak boleh menerima parsel dalam bentuk apapun. Kebijakan ini bisa diikuti lembaga peradian lainnya, kalo bisa lembaga yang lain juga untuk menciptakan birokrasi yang bersih,” tegas Ridwan.

Sebelumnya, MA telah menerbitkan SEMA No. 2 Tahun 2013 tentang Larangan Memberikan Parsel kepada Pejabat Mahkamah Agung dan Pimpinan Pengadilan. Surat edaran yang diterbitkan pada 10 Juli 2013 ditujukan kepada pejabat eselon I dan II MA, Ketua Pengadilan tingkat banding dan Ketua Pengadilan tingkat pertama di seluruh Indonesia.

Dalam surat itu, disebutkan setiap warga dalam lingkungan MA dan pengadilan di bawahnya, dilarang memberi parsel kepada pejabat MA dan pimpinan pengadilan serta pimpinan unit kerja lainnya. Baik berupa karangan bunga, bingkisan makanan atau barang berharga lainnya. MA akan mengenakan sanksi disiplin bagi pelanggar surat edaran ini, baik pemberi maupun penerima.

SEMA Ini bukan surat edaran yang pertama kali melarang pemberian dan penerimaan parsel di lingkungan pengadilan. Sebelumnya, MA mengeluarkan SEMA No 9 Tahun 2010 yang berisi hal yang sama. “SEMA No. 2 Tahun 2013, sama dengan SEMA Tahun 2010,” tambahnya.

Terpisah, Komisioner KY Imam Anshori Saleh menyambut baik karena menerima parsel bisa dikatakan gratifikasi (pemberian) juga. Secara umum, ketentuan larangan gratifikasi sudah diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, artinya MA hanya mempertegas undang-undang yang ada.

“Larangan menerima gratifikasi kan untuk pejabat negara, jadi dari siapapun parsel itu larangan gratifikasi itu tetap berlaku, bagi mereka yang terlanjur menerima wajib melaporkan ke KPK,” ujarnya Imam menjelaskan.     

Namun, yang terpenting bagaimana mengawasi praktiknya aturan itu di lapangan. “Ini diperlukan kesadaran dan komitmen para pejabat MA dan pimpinan pengadilan untuk berani menolak pemberian parsel,” sarannya.

Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI FHUI) Choky Ramadhan mengkritik isi SEMA lantaran larangan terima parsel itu hanya ditujukan bagi pejabat MA dan pimpinan pengadilan. “Dari judulnya saja larangan itu hanya diperuntukan bagi pejabat MA dan pimpinan pengadilan, bisa saja hakim biasa tidak dilarang terima parsel,” kata Choky.    

Dia pun mengaku ragu bahwa SEMA itu mengatur larangan pejabat MA dan pimpinan parsel dari luar lingkungan peradilan. “Ada baiknya ketentuan itu ditegaskan juga dalam SEMA itu termasuk larangan bagi hakim menerima parsel agar tidak multitafsir dan mencegah penyimpangan.”  

Tags: