Larangan Penyandang Disabilitas Maju Pilkada Dinilai Langgar UU Pemilu
Berita

Larangan Penyandang Disabilitas Maju Pilkada Dinilai Langgar UU Pemilu

Seharusnya keputusan KPU No.231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 mengacu ke UU Pemilu.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit
Penyandang disabilitas. Foto: RES
Penyandang disabilitas. Foto: RES

Larangan penyandang disabilitas untuk ikut serta dalam perhelatan pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2018 seperti tertuang dalam Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) bentuk perlakuan diskriminatif. Sebab, prinsipnya setiap warga negara berhak memilih dan dipilih dalam pemilihan umum termasuk pilkada, tidak terkecuali terhadap penyandang disabilitas. Melalui Keputusan KPU, kalangan disabilitas dianggap kategori tidak memiliki kemampuan jasmani dan rohani dalam melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai  kepala daerah.

 

“Akibatnya, penyandang disabilitas dianggap tidak memenuhi syarat sebagai calon kepala daerah,” ujar Koalisi Masyarakat Penyandang Disabilitas melalui siaran persnya, Kamis (18/1/2018). Koalisi LSM ini diantaranya Pusat Pemilihan Umum Akses Disabilitas, PSHK, Persatuan Tuna Netra Indonesia, Perhimpunan Jiwa Sehat, Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, Gerakan untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia.  

 

Aturan dimaksud yakni Keputusan KPU No.231/PL.03.1-Kpt/06/KPU/XII/2017 tentang Petunjuk Teknis Standar Kemampuan Jasmani dan Rohani serta Standar Pemeriksaan Kesehatan Jasmani, Rohani, dan Bebas Penyalahgunaan Narkotika dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.

 

Rujukan KPU membuat aturan tersebut yakni Pasal 7 ayat (2) huruf f UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota menjadi Undang-Undang.

 

Pasal 7

(2) Calon gubernur dan Calon Wakil GUbernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:..

                       f. mampu secara jasmani, rohani, dan bebas dari penyalahgunaan narkotika berdasarkan pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim ;

 

Koalisi menilai memasukan penyandang disabilitas dalam kategori tidak mampu jasmani dan rohani dalam keputusan KPU justru bertentangan, khususnya dengan UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan konstitusi. Bahkan, menciderai semangat pemenuhan hak penyandang disabilitas ketika menggunakan pendekatan hak asasi manusia (HAM).

 

Menurut Koalisi, dalam penjelasan berbagai pasal yang mengatur tentang syarat ‘mampu sehat jasmani dan rohani’ bahwa ‘cacat tubuh tidak termasuk gangguan kesehatan/kejiwaan’ sesuai putusan MK. Misalnya, dalam Penjelasan Pasal 72 huruf g UU Pemilu saja, menyebutkan ‘cacat tubuh tidak termasuk kategori tidak mampu secara jasmani dan rohani.

 

Baca juga:

 

Menurutnya, seharusnya Keputusan KPU tersebut mesti mengacu peraturan perundang-undangan diatasnya. Tak hanya, UU Pemilu, tetapi juga UU No.8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas. Sebab, UU Penyandang Disabilitas telah mengubah posisi disabilitas dari isu sosial menjadi isu HAM yang mengadopsi prinsip Konvensi Hak Penyandang Disabilitas sebagaimana yang telah diratifikasi melalui UU No.19 Tahun 2011.

 

“Jadi, seharusnya hak warga negara penyandang disabilitas sama dengan warga negara lainnya. Karena itu, setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai calon kepala daerah yang diatur Pasal 7 ayat (1) UU Pilkada termasuk warga negara disabilitas.”

 

Anggota Komisi II DPR Ahmad Baidowi menilai keputusan KPU 231/2017 yang seolah melarang penyandang disabilitas mencalonkan diri sebagai calon kepala daerah patut dipertanyakan. “Apakah orang yang secara lahiriah menyandang disabilitas, tapi jasmaninya sehat? Ini harus dipertegas dan diperjelas lagi oleh KPU,” ujarnya di Komplek Gedung Parlemen kepada Hukumonline.

 

Menurutnya, selama penyandang disabilitas mampu menjalakan tugas-tugas sebagai calon kepala daerah, semestinya tak boleh dilarang. “Ini harus dipertegas lagi oleh KPU di penjelasannya, yang dimaksud sehat jasmani dan rohani itu seperti apa?” tegasnya.

 

Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu mengingatkan penyandang disabilitas telah diberikan kesempatan sebagai calon kepala daerah, calon anggota legislatif, bahkan calon presiden, hingg penyelenggara pemilu seperti diatur Pasal 5 UU 7/2017. “Seharusnya keputusan KPU mengacu ke UU Pemilu. Tapi kita belum tahu penjelasan teknis sehat jasmani seperti apa?” katanya.

 

Selengkapnya, Pasal 5 UU Pemilu menyebutkan Penyandang disabilitas yang memenuhi syarat mempunyai kesempatan yang sama sebagai Pemilih, sebagai calon anggota DPR, sebagai calon anggota DPD, sebagai calon Presiden/Wakil Presiden, sebagai calon anggota DPRD, dan sebagai Penyelenggara Pemilu.”

Tags:

Berita Terkait