Larangan Pemilih Penderita Gangguan Ingatan Digugat ke MK
Berita

Larangan Pemilih Penderita Gangguan Ingatan Digugat ke MK

Majelis meminta pemohon memperbaiki bagian legal standing dan petitum permohonan.

ASH
Bacaan 2 Menit


“Pasal itu bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang memberi jaminan kepada tiap warga negata bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan serta kepastian hukum yang adil dan perlakuan yang sama di depan hukum,” dalihnya.   

Menurutnya, gangguan psikososial dan disabilitas gangguan mental bukanlah jenis penyakit yang muncul terus menerus, setiap saat. Dia mengakui pengidap psikososial merupakan penyakit gejala gangguan mental dan gejala hilang ingatan. Namun, gejala-gejala tersebut bisa hilang sewaktu-waktu dan orang bersangkutan bisa normal kembali.  

Karena itu, lanjutnya, bisa saja ketika jangka waktu penetapan daftar pemilih telah selesai, pengidap penyakit psikososial atau disabilitas gangguan mental sudah sehat kembali.   “Tidak ada yang dapat memastikan kapan seseorang pengidap psikososial kambuh dan hilang gejalanya,” ujar Fadli.

Atas dasar itu, para pemohon meminta MK agar menghapus berlakunya pasal itu. “Pasal 57 ayat (3) huruf a UU Pilkada dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” sebutnya dalam petitum permohonan.

Menanggapi permohonan, Anggota Majelis Panel I Dewa Gede Palguna menilai secara umum formalitas dan alasan-alasan permohonan sudah jelas. “Nah, soal substansi tentu nanti Mahkamah yang akan mempertimbangkan. Apakah ini nanti bagaimana nasib permohonan ini tentunya akan kita prioritaskan karena pelaksanaan pilkada sudah dekat, tetapi kita masih terikat dengan hukum acara,” kata Palguna mengingatkan.  

Hanya saja, Anggota Panel lainnya, Aswanto meminta agar pemohon memperbaiki bagian legal standing (kedudukan hukum) dan petitum permohonan. Pemohon diminta lebih mengelaborasi lagi mengenai kerugian konstitusional atau potensi kerugiannya. Selain itu, Aswanto meminta agar petitum permohonan sedikit diubah memberi keleluasaan kepada Mahkamah.

“Artinya, mungkin saja Mahkamah berpandangan ya sebenarnya norma ini bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai.. begitu,” kata Aswanto menyarankan.   
Tags:

Berita Terkait