Laporan Kekayaan Tiga Capim Cacat Hukum
Seleksi Pimpinan KPK:

Laporan Kekayaan Tiga Capim Cacat Hukum

Surat kuasa masih menggunakan form yang lama dengan mencantumkan para (mantan) pimpinan KPK jilid pertama sebagai penerima kuasa.

Ali
Bacaan 2 Menit
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai Abraham tak teliti ketika mengisi LHKPN. Foto: SGP
Wakil Ketua Komisi III DPR Benny K Harman menilai Abraham tak teliti ketika mengisi LHKPN. Foto: SGP

Fit and proper test delapan calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (Capim KPK) oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dimulai. Abraham Samad, capim yang berlatar belakang advokat, mendapat giliran pertama. Namun, belum lama fit and proper test digelar, Komisi III menemukan fakta bahwa Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) milik Abraham cacat secara formil.

 

Awalnya, Abraham ditanyai mengenai hal-hal sederhana mengenai ijazah, latar belakangnya sebagai advokat, serta harta kekayaannya yang dimilikinya berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Pejabat Negara (LHKPN) yang harus diisinya untuk menjadi capim KPK. “Semua yang saya isi itu benar,” ujarnya di Ruang Rapat Komisi III, Senin (21/11).

 

Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Benny K Harman lalu meminta Abraham untuk hadir ke mejanya. Ia menunjukan formulir LHKPN yang telah diisi dan ditandatangani oleh Abraham pada 2011 ini. Di bagian akhir LHKPN, Abraham menandatangani surat kuasa kepada pimpinan KPK untuk memeriksa dan menindaklanjuti laporan harta kekayaan yang telah diisi oleh Abraham.

 

“Persoalannya, disini anda memberi kuasa kepada Pimpinan KPK yang lama, yakni Taufiqurahman Ruki, Amien Sunaryadi dan sebagainya,” ujar Benny. 

 

Benny menilai Abraham tak teliti ketika mengisi LHKPN ini. Ia tak mau menyalahkan Panitia Seleksi (Pansel) bentukan pemerintah yang menyerahkan form LHKPN ini kepada setiap calon. “Saya bukan ingin menyalahkan pansel. Mungkin saja pansel ingin menguji Anda dengan memberikan form yang salah. Seharusnya Anda teliti sebelum menandatangani,” tuturnya.

 

Berdasarkan penelusuran hukumonline, memang terdapat keanehan dalam surat kuasa yang ditandatangani oleh Abraham dalam LHKPN. Abraham memberikan kuasa kepada pimpinan KPK jilid pertama, Taufiqurahman Ruki, Amin Sunaryadi, Tumpak Hatorangan Panggabean, Sjahruddin Rasul dan Erry Riyana Hardjapamekas. Alamat kantor KPK dalam surat kuasa itu pun masih di tempat yang lama, Jl Juanda, Jakarta Pusat. Saat ini gedung KPK terletak di bilangan Rasuna Said, Jakarta Selatan.

 

“Padahal surat kuasa ini baru ditandatangani oleh Abraham sebelum diseleksi oleh Pansel KPK,” ujarnya.

 

Ternyata bukan surat kuasa LHKPN Abraham saja yang bermasalah. Abdullah Hehamahua, capim yang menjabat Penasehat KPK selama dua periode, juga menandatangani form yang sama. Sementara, Aryanto Sutadi –capim yang berasal dari Kepolisian- tetap menandatangani form yang sama tetapi mencoret nama-nama mantan pimpinan KPK itu.

 

Capim yang lain, Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Zulkarnain, Adnan Pandu Praja dan Handoyo Sudrajat menandatangani form surat kuasa yang benar. Yakni, memberi kuasa kepada pimpinan KPK –tanpa menyebut nama para pimpinan KPK- yang beralamat di Gedung KPK yang baru, Jl Rasuna Said Kuningan.

 

“Aryanto tetap salah. Kalau nama-nama (mantan) pimpinan KPK itu dicoret, berarti dia memberi kuasa kepada siapa. Dalam surat kuasa itu kan harus ada pemberi dan penerima kuasa,” ujar Anggota Komisi III Edy Ramli Sitanggang.

 

Salahkan KPK

Terkuaknya fakta ini mendapat respon dari anggota Komisi III yang lain. Anggota Komisi III dari PPP Ahmad Yani tak hanya menyalahkan capim yang alpa memeriksa si penerima kuasa. “Ini juga salah KPK dan salah Pansel. Yang menyerahkan form yang salah ini ke Pansel ini kan KPK,” ujarnya.

 

Lebih lanjut, Yani menuding bahwa praktek ‘copy paste’ ini mungkin sudah sering diterapkan oleh KPK selama ini. “Jangan-jangan untuk memeriksa kasus dan menetapkan seseorang menjadi tersangka, KPK copy paste juga. Calon juga salah. Kalau mau menjadi penegak hukum seharusnya teliti,” ujarnya.

 

Desmon Mahesa, Anggota Komisi III dari Partai Gerindra, menegaskan perlu ada evaluasi terhadap kinerja Pansel. “Ini salah satu cacat yang dilakukan oleh Pansel. Ini seperti jebakan yang membuat orang pintar menjadi bodoh. Dan sebaliknya,” ujarnya.

 

Bahkan, Desmon mempertanyakan apakah fit and proper test ini bisa dilanjutkan atau tidak. “Apakah fit and proper test ini bisa diteruskan bila masalahnya seperti ini?” tuturnya.

 

Tak mau lama berpolemik, Benny langsung menskors uji kelayakan dan kepatutan untuk istirahat makan siang. Selain itu, istirahat ini juga digunakan untuk lobby para pimpinan fraksi apakah fit and proper test diteruskan atau tidak. Namun, Benny yakin fit and proper test pasti tetap berjalan. “Ini kan hanya kesalahan administratif,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait