Lantaran Suku Bunga Kredit Tak Kunjung Turun
Berita

Lantaran Suku Bunga Kredit Tak Kunjung Turun

Bank diduga melakukan kolusi terselubung untuk tidak menurunkan tarif suku bunga kredit. Tindakan ini menurut KPPU dapat dikategorikan upaya penentuan harga oleh pelaku usaha.

M-7/Yoz
Bacaan 2 Menit
Bank Indonesia harus ubah pradigma. Foto: Sgp
Bank Indonesia harus ubah pradigma. Foto: Sgp

Sulitnya menurunkan suku bunga kredit merupakan salah satu kesalahan Bank Indonesia dalam menerapkan kebijakan moneter. Hal ini diungkapkan Purbaya Yudhi Sadewa, Staf Ahli Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Bidang Kebijakan Fiskal, di kantorya Jumat (5/3) pekan lalu. Menurutnya, ketika suku bunga acuan BI diturunkan, pada saat yang bersamaan suplai uang dalam sistem finansial tidak ditambah.

 

Yudhi menyarankan salah satu tindakan yang bisa dilakukan BI adalah dengan mengurangi peredaran Sertifikat Bank Indonesia (SBI) secara perlahan. Dengan begitu, ketika bank memiliki dana berlebih, mereka akan mencari alternatif investasi karena tidak bisa lagi menyimpan dananya di SBI.

 

Salah satu alternatif investasinya yang bisa dilakukan bank adalah menyalurkan kredit. Apabila banyak bank yang mulai menyalurkan kredit, dengan sendirinya akan ada kompetisi menurunkan suku bunga. “Bank pasti akan bersaing untuk menawarkan suku bunga baru. Jika ini terjadi suku bunga turun. Tanpa menambah suplai uang ke sistem perbankan, kecil kemungkinan suku bunga pinjaman akan turun,” jelas Pubaya.

 

Purbaya menambahkan , jika suku bunga kredit bank BUMN turun, otomatis bank-bank swasta akan mengikuti langkah bank BUMN. Sebab, nasabah akan selalu mencari bank yang memberikan suku bunga rendah. “Bank tidak akan pernah berpikir dampak dari kegiatan mereka terhadap perekonomian, tetapi bagaimana mereka bisa mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Karena bukan kewajiban mereka untuk memikirkan hal tersebut,” ujar Purbaya. Untuk itu, lanjut dia, BI sebagai pembuat kebijakan moneter harus mengubah paradigmanya.

 

Kolusi Terselubung

Masih menurut Purbaya, bisa jadi bank-bank melakukan kolusi terselubung untuk tidak menurunkan suku bunga kredit. Kendati mereka tidak melakukan kerja sama secara nyata untuk melakukan perjanjian menunda penurunan tarif suku bunga kredit. Hal ini dimungkinkan dengan cara melihat pesaingnya yang belum menurunkan suku bunga kredit dan bank lainnya mengikuti tindakan tersebut itu.

 

Menaggapi hal ini, Ahmad Junaidi Kepala Biro Hubungan Masyarakat Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menilai kolusi terselubung bisa diindikasikan sebagai suatu perjanjian antara pelaku usaha yang bersaing. Berdasarkan pasal 1 angka 7 UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, perjanjian bukan didefenisikan harus berbentuk seperti apa, tetapi bisa saja dalam bentuk saling menyesuaikan satu sama lain. “Ini bisa perjanjian dan bisa merupakan suatu kesepakatan”.

 

Jika memang ada kesepakatan terselubung di antara bank untuk menunda penurunan suku bunga, maka tindakan tersebut bisa dikategorikan sebagai kartel yang dilarang dalam pasal 5 UU No. 5/1999 mengenai larangan penetapan harga di antara para pelaku usaha. KPPU sendiri siap melakukan pemeriksaan apabila ada laporan yang masuk. “Kalau ada informasi, KPPU bisa usut siapa saja dan dengan terbuka menerima informasi itu, dan jika ada indikasi awal pelanggaran hukum KPPU akan memprosesnya”, janji Junaidi.

 

Lelang SBI Diubah

Terkait SBI, bank sentral akan memperpanjang profil jatuh waktu melalui perubahan pelaksanaan lelang SBI dari mingguan menjadi bulanan, dan melakukan penyerapan ekses likuiditas rupiah dengan lebih mengutamakan kepada SBI tiga bulan dan enam bulan. Pjs Gubernur BI Darmin Nasution mengatakan, pelaksanaan lelang dari mingguan menjadi bulanan diharapkan dapat mendorong bank mengelola likuiditasnya dalam rentang waktu yang lebih panjang. Adapun penyerapan ekses likuiditas yang mengutamakan SBI tiga dan enam bulan diharapkan dapat mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang dan pelaksanaan operasi moneter yang lebih efektif.


Menurut Darmin, pertimbangan penyempurnaan operasi moneter tersebut dilatarbelakangi oleh ekses likuiditas di pasar uang yang ditempatkan di SBI. Dengan profil jatuh waktu yang terlalu singkat (mingguan) dan selalu diperpanjang kembali, tidak mendorong berkembangnya transaksi di pasar uang. Hal ini terlihat dari volume transaksi di pasar uang yang jauh lebih kecil dibanding jumlah likuiditas yang tersedia.


Selain itu, SBI dengan profil jatuh waktu yang terlalu pendek (mingguan) menyebabkan pengelolaan likuiditas bank saat ini belum terbiasa dalam perspektif waktu yang lebih panjang. Sedangkan pasar uang yang selalu dalam kondisi likuiditas berlebih belum berfungsi dengan baik, sehingga operasi moneter belum efektif mendukung transmisi kebijakan moneter.


Implementasi penyempurnaan operasi moneter direncanakan mulai Juni 2010, dengan masa transisi selama tiga bulan mulai 10 Maret 2010. Pada masa transisi, kata Darmin, BI akan mengatur tenor penyerapan likuiditas, sehingga jatuh waktunya dapat disesuaikan pada minggu kedua setiap bulannya. “Pada masa transisi tersebut lelang SBI dapat memiliki tenor di luar kebiasaan dan target indikatif yang lebih besar dari biasanya,” ujarnya.


Darmin menjelaskan, secara bertahap lelang SBI yang masih dilaksanakan mingguan akan menjadi dwi-mingguan dan kemudian bulanan. Sejak masa transisi, upaya penyerapan ekses likuiditas sudah mulai diarahkan ke SBI tiga dan enam bulan. Untuk memudahkan pelaku pasar uang dalam mengelola likuiditasnya di masa transisi, BI akan menetapkan kalender lelang SBI.


Di samping itu, sambungnya, untuk menjaga kecukupan likuiditas agar stabilitas suku bunga tetap terjaga, BI akan tetap mengoptimalkan penggunaan instrumen operasi moneter lainnya, seperti FASBI, Repo O/N, dan Fine Tune Operasi (Fine Tune Kontraksi maupun Ekspansi). Dengan demikian, tidak ada perubahan struktur instrumen operasi moneter yang ada saat ini. “Sedangkan untuk pelaksanaan lelang SBI Syariah (SBIS) mengikuti jadwal lelang dan tenor SBI terpendek,” tuturnya.

Tags: