Lagi, Tunjangan Hakim Ad Hoc PHI Telat
Berita

Lagi, Tunjangan Hakim Ad Hoc PHI Telat

Genap setahun umur Pengadilan Hubungan Industrial, hakim ad hoc masih mempermasalahkan soal tunjangan yang minim dan telat pembayarannya.

CRP
Bacaan 2 Menit

 

Menurut penuturan hakim ad hoc PHI dari Pengadilan Kepulauan Riau Widiyono Agung, pengelolaan dana DIPA selama ini tidak transparan sehingga melahirkan distorsi anggaran.

 

Selama ini dana DIPA diurus oleh Pansek Pengadilan Negeri tempat mereka bernaung. Dalam pertemuan hakim ad hoc PHI para hakim sepakat meminta MA agar melibatkan mereka dalam perancangan pagu anggaran di DIPA.

 

Pemotongan PPh juga berbeda

Sistem pembayaran tunjangan juga berbeda-beda tiap daerah. Ada yang dibayar pada awal bulan berjalan (sebelum bekerja), ada pula yang dibayar setelah mereka bekerja. Pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) juga diterapkan bervariatif. Ada yang tidak dipotong sama sekali, ada pula yang dipotong dengan besaran potongan tak sama antara daerah satu dengan lainnya. Padahal besar tunjangannya sama. Ini kan tidak sesuai dengan aturan Pasal 21 dan pasal 23 UU PPh ujar Juanda.

 

Mengenai Pajak Penghasilan (PPh) yang diterapkan berlainan di tempat satu dan lainnya itu tidak betul, sebab kata Dermawan, PPh untuk tunjangan kehormatan hakim ad Hoc dipukul rata, yakni dipotong 15 persen.

 

Minta tunjangan dinaikkan

Selain itu, para hakim juga meminta anggaran tunjangan mereka dinaikkan sekelas dengan hakim ad Hoc lainnya. Menurut Perpres No. 96/ 2006 tunjangan hakim ad hoc sebesar Rp3,75 juta untuk hakim PHI tingkat pertama pada Pengadilan Negeri (PN) dan Rp7,5 juta buat hakim PHI kasasi pada MA. Jika dibandingkan dengan tunjangan kehormatan buat hakim ad hoc Pengadilan Tipikor misalnya, tunjangan hakim ad Hoc PHI memang hanya setengahnya.

 

Karena ini mereka meminta tunjangan bagi hakim ad hoc PHI tingkat PN dari semula Rp3,75 juta menjadi Rp10 juta. Sementara untuk hakim ad hoc pada MA dari semula Rp7,5 juta dinaikkan menjadi Rp14 juta.

 

Hakim Ad Hoc Tingkat Kasasi Mahkamah Agung (MA) Arsyad mengaku tidak lagi bisa mengobyek kerjaan sambilan seperti saat ia masih bekerja di perusahaan dulu. Ia menganggap pendapatannya tidak realistis untuk hidup di ibukota.

Tags: