Lagi, Pasal Kriminalisasi Lembaga Survei Diuji ke MK
Berita

Lagi, Pasal Kriminalisasi Lembaga Survei Diuji ke MK

Yang diuji Pasal 188, Pasal 228, dan Pasal 255 UU Pilpres. Ancaman pidana dianggap berpotensi mengancam periuk nasi para praktisi survei dan quick count.

Ali
Bacaan 2 Menit
Lagi, Pasal Kriminalisasi Lembaga Survei Diuji ke MK
Hukumonline

 

Ancaman pidana ini juga berpotensi mengancam periuk nasi para praktisi survei dan quick count. Di luar negeri pilpres merupakan hari raya bagi lembaga survei, namun di Indonesia kami justru ketakutan menghadapi pilpres, jelas Denny.

 

Sedangkan kuasa hukum AROPI, Andi M Asrun menilai ketiga pasal itu bertentangan dengan Pasal 28F dan Pasal 28E ayat (3) UUD 1945. Ada hak publik untuk mendapatkan informasi, sebab survei adalah bagian dari upaya menyampaikan informasi, tambahnya.

 

Berdasarkan catatan hukumonline, AROPI pernah mengajukan permohonan yang serupa tapi tak sama. Sebelumnya, AROPI mengajukan larangan pengumuman hasil survei pada masa tenang dan pengumuman quick count beserta sanksinya dalam pemilu legislatif 2009. UU yang digugat adalah UU No 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.

 

Kala itu, MK mengabulkan sebagian permohonan AROPI. Majelis hakim konstitusi yang dipimpin Mahfud MD menilai dua pasal yang berpotensi mengkriminalisasi lembaga survei itu bertentangan dengan UUD 1945. Segala bentuk pengekangan terhadap kebebasan berekspresi, lebih-lebih terhadap kegiatan yang berbasis metodologi ilmiah, tidak sejalan dengan semangat reformasi dan jiwa UUD 1945, sebut Mahkamah dalam salah satu pertimbangannya.

 

Denny JA tentu saja mengharapkan putusan yang lebih atau minimal mirip dengan putusan dalam permohonan teranyarnya. Apalagi, lanjutnya, masyarakat telah mendapatkan keuntungan konkret pasca putusan MK terhadap UU Pemilu Legislatif itu.

 

Pada Pemilu Legislatif yang lalu, jelasnya, sampai hari ketujuh KPU baru bisa mengumpulkan hanya sepuluh persen suara dalam pusat tabulasi nasional. Orang tidak akan tahu siapa yang menang jika berpatokan pada tabulasi KPU, tuturnya. Untungnya, lembaga quick count muncul pada hari pemilihan itu bersama enam stasiun televisi. Hasilnya pun mirip-mirip. Hasil quick count itulah yang menjadi basis bagi partai-partai dan publik untuk melakukan follow up selanjutnya, jelas Denny yang juga Direktur Ekskutif Lingkaran Survei Indonesia.

Hiruk pikuk sengketa perselisihan hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK) tampaknya tak mempengaruhi pengurus Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) untuk berjuang mencari keadilan. Di sela-sela padatnya sidang sengketa pemilu, pengurus AROPI mendaftarkan pengujian UU No 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (UU Pilpres).

 

Kami mengajukan permohonan pengujian Pasal 188, Pasal 228, dan Pasal 255 UU Pilpres, ujar Ketua Umum AROPI Denny JA, di Gedung MK, Selasa (26/5).  

 

Denny menjelaskan Pasal 188 memuat larangan pengumuman survei di hari tenang dan pengumuman quick count atau perhitungan cepat di hari pelaksanaan pilpres. Sedangkan, Pasal 228 dan Pasal 255 memuat sanksi bila ketentuan itu dilanggar. Ancamannya pun tak main-main. Kami semua bisa masuk penjara karena ancamannya pidana, tegasnya.

 

Pasal 228 menyebutkan ‘Setiap orang yang mengumumkan dan/atau menyebarluaskan hasil survei atau hasil jajak pendapat dalam masa tenang yang dapat atau bertujuan mempengaruhi pemilih, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 12 (dua belas) bulan dan denda paling sedikit Rp3.000.000,00 (tiga juta rupiah) dan paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah)'.

 

Sedangkan Pasal 255 berbunyi ‘Setiap orang atau lembaga yang mengumumkan hasil penghitungan cepat pada hari/tanggal pemungutan suara, dipidana dengan pidana penjara palung singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 18 (delapan belas) bulan dan denda paling sedikit Rp6.000.000,00 (enam juta rupiah dan paling banyak Rp18.000.000,00 (delapan belas juta rupiah)'.

Halaman Selanjutnya:
Tags: