KY Usulkan Konsep Pembagian Peran Masuk dalam RUU Jabatan Hakim
Berita

KY Usulkan Konsep Pembagian Peran Masuk dalam RUU Jabatan Hakim

Disarankan MA dan KY dapat duduk bersama membahas sejumlah substansi yang muncul dalam RUU Jabatan Hakim ini. DPR meminta berbagai pihak terus memberi masukan terkait RUU Jabatan Hakim ini.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi hakim sebagai pejabat negara. BAS
Ilustrasi hakim sebagai pejabat negara. BAS

Komisi Yudisial (KY) terus mengingatkan dan mendorong pembentuk undang-undang (UU) agar RUU Jabatan Hakim segera dibahas dan disahkan menjadi UU. Hal ini agar ada payung hukum kejelasan status dan kedudukan hakim sebagai pejabat negara yang mandiri berikut hak-haknya. Mulai dari proses rekrutmen, jenjang karier, pembinaan, mutasi-promosi hakim, pengawasan, hingga pensiun. Apalagi, kini RUU Jabatan Hakim masuk dalam Prolegnas 2020 yang diharapkan bisa disahkan pada akhir tahun ini.      

"KY berharap DPR bersama pemerintah dan partisipasi seluruh pihak segera mengesahkan RUU Jabatan Hakim, yang salah satunya menempatkan profesionalitas status kedudukan hakim sebagai pejabat negara," kata Komisioner KY Aidul Fitriciada Azhari Aidul dalam diskusi daring bertajuk Mendorong RUU Jabatan Hakim untuk Perbaikan Manajemen Kekuasaan Kehakiman”, Rabu (9/9/2020). (Baca Juga: KY Berharap RUU Jabatan Hakim Segera Dibahas)

Aidul menjelaskan RUU Jabatan Hakim bisa menjawab persoalan manajemen hakim terkait mekanisme rekrutmen hakim, promosi-mutasi hakim, penilaian profesi, pembinaan, mekanisme pengawasan, pensiun hakim. Dia berharap RUU Jabatan Hakim bisa memasukan konsep shared responsibility system atau pembagian peran/tanggung jawab beberapa lembaga negara dan publik sebagai konsekuensi status hakim sebagai pejabat negara dengan segala hak-haknya dan bentuk akuntabilitas peradilan.

“Konsep ini tentu akan mengubah one roof system atau sistem satu atap yang selama ini diterapkan oleh Mahkamah Agung (MA). Tapi, dengan konsep shared responsibility system diharapkan terciptanya proses mengawasi dan saling mengimbangi antar lembaga negara,” kata dia.

Dia memberi contoh selama ini MA dan KY kerap berseberangan terkait kewenangan rekrutmen calon hakim. MA menerapkan sistem satu atap dalam proses rekrutmen calon hakim karena tak ingin ada pihak eksternal yang mengintervensi. Sementara KY merasa seharusnya terlibat demi menegakkan independensi kehakiman, menjaga kehormatan hakim, dan menegakkan akuntabilitas peradilan. Nantinya, KY mengambil bagian dalam proses peningkatan integritas hakim yang menjadi tanggung jawabnya.

Tapi, kata dia, yang terpenting RUU Jabatan Hakim segera disahkan agar ada kejelasan status hakim sebagai pejabat negara yang sejauh ini belum jelas payung hukumnya. Sejak awal KY mendukung perubahan status hakim dari PNS menjadi pejabat negara karena akan berdampak positif bagi para hakim. Dia berharap manajemen hakim ini bisa benar-benar menjamin karir profesi hakim dan paling utama menjaga kemandirian lembaga peradilan.

Duduk bersama

Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Ahmad Tholabi Kharlie menyambut positif masuknya kembali RUU Jabatan Hakim dalam daftar Prolegnas Prioritas Tahun 2020. "Kami menyambut positif masuknya kembali RUU Jabatan Hakim dalam Prolegnas Prioritas Tahun 2020 ini. RUU ini dapat menjadi titik penting penataan pengelolaan kekuasaan kehakiman," ujar Tholabi dalam diskusi dalam kesempatan yang sama. (Baca Juga: Pembentuk UU ‘Rombak’ Daftar Prolegnas 2020 Menuai Kritik)  

Dia menyarankan para pemangku kepentingan yakni MA dan KY dapat duduk bersama mengenai sejumlah substansi yang muncul dalam RUU Jabatan Hakim ini. Ia menyebut gagasan shared responsibility (pembagian tanggung jawab/peran), kesejahteraan hakim, dan perlindungan hakim, dan sejumlah isu lainnya dapat dicarikan titik temu. "Kami mendorong MA dan KY dapat duduk bersama mencari titik temu atas masalah-masalah krusial dalam RUU Jabatan Hakim," kata Tholabi. 

Tholabi melanjutkan isu penting dalam RUU Jabatan Hakim sebenarnya terletak pada proses rekrutmen calon hakim. Ia menyebutkan proses rekrutmen menjadi hulu perbaikan pengelolaan kekuasaan kehakiman di Indonesia. "Rekrutmen calon hakim menjadi hulu dari reformasi lembaga peradilan. Kalau hulunya bagus, kami yakin hilir juga akan menghasilkan yang baik juga," kata Tholabi.

Hal senada juga disampaikan Anggota Komisi III DPR Taufik Basari yang mendorong agar MA dan KY dapat duduk bersama membahas sejumlah substansi terkait dengan penataan kekuasaan kehakiman melalui di RUU Jabatan Hakim. "Saya mendorong MA dan KY dapat duduk bersama terkait RUU Jabatan Hakim ini," kata dia

Taufik Basari memastikan komitmen DPR untuk segera mengesahkan RUU Jabatan Hakim secepat mungkin. Menurutnya, DPR sebagai pihak pengesahan undang-undang memiliki semangat yang sama dengan berbagai pihak dalam rangka upaya reformasi peradilan di Indonesia.

Menurut Taufik, hakim sebagai "Wakil Tuhan" memang harus mendapat kedudukan yang mulia di tengah masyarakat maupun sistem peradilan. RUU Jabatan Hakim yang menegaskan kedudukan hakim sebagai pejabat negara akan mengubah cara pandang terhadap profesi hakim. "Bagaimana menempatkan posisi hakim, memperlakukan hakim tentu akan berbeda ketika kita menempatkan hakim sebagai pejabat negara," ujar Taufik.

“Mulai dari rekrutmen, pembinaan, bagaimana kita melakukan penilaian kinerja, bagaimana kita memberi perlindungan terhadap hakim sebagai pejabat negara yang dalam kedudukanya itu juga dia bisa saja mendapat ancaman-ancaman, sampai pada soal pemberhentian hakim.”

Dia meminta berbagai pihak terus memberi masukan kepada DPR terkait RUU Jabatan Hakim ini. Baginya, RUU Jabatan Hakim satu upaya menyelesaikan pekerjaan rumah besar dalam rangka membenahi sistem peradilan. "Yang jelas kita ingin agar ada kewibawaan yang dimiliki oleh hakim dan badan peradilan. Kemudian kita ingin menciptakan kepercayaan publik terhadap peradilan dan ada kejelasan karier hakim," katanya.

Tags:

Berita Terkait