KY Pantau Persidangan Suap Bupati Buol
Berita

KY Pantau Persidangan Suap Bupati Buol

Wakil Ketua KY menilai seharusnya dakwaan yang tepat bukan penyuapan melainkan pemerasan.

ANT/INU
Bacaan 2 Menit
KY Pantau Persidangan Suap Bupati Buol
Hukumonline

Persidangan dugaan suap mantan Bupati Buol, Sulawesi Tengah, Amran Batalipu di Pengadilan Tipikor Jakarta menyedot perhatian publik. Karena melibatkan Hartati Murdaya, konglomerat serta peyumbang besar partai besar di Indonesia.

Tak hanya publik yang mengikuti perkembangan persidangan Amran dan Hartati yang dituntut dalam berkas terpisah. Perkara suap itu juga diawasi Komisi Yudisial (KY).

Wakil Ketua KY Imam Anshori Shaleh di Jakarta, Jumat (4/1) menegaskan, tugas KY adalah melakukan pengawasan terhadap hakim serta memantau apakah ada yang dilanggar dalam proses persidangan, baik itu di peradilan umum maupun di Perangilan Tipikor.

"Kalau ada yang dilanggar, kami akan mengambil tindakan, tak terkecuali dalam persidangan kasus Buol," katanya.

Dia mengatakan, KY berharap semua persidangan di Pengadilan Tipikor dapat mengungkapkan fakta sesuai kronologi kasus yang sebenarnya terjadi di lapangan.

Ketika ditanya tentang proses persidangan kasus Buol, Imam Anshori Shaleh mengatakan, pihaknya tidak bisa menghakimi.

"Tapi kalau secara subjektif dan berdasar fakta yang muncul di persidangan, menurut saya itu memang lebih kental unsur pemerasan daripada unsur penyuapan," katanya.

Dalam surat dakwaan jaksa tidak disebutkan adanya unsur pemerasan oleh Bupati Buol Amran Batalipu terhadap pengusaha Hartati Murdaya. Namun menurut Imam Anshori majelis hakim tidak bisa main vonis dengan hanya melihat surat dakwaan jaksa.

"Hakim harus membuat keputusan dengan melihat secara jeli kronologi kasus yang sebenarnya. Hakim harus bisa mencari kebenaran material dan tidak hanya berdasar surat dakwaan jaksa," katanya.

Ditambahkan, jika hakim mengutamakan kebenaran materiil maka semua bukti-bukti yang terungkap di persidangan akan menjadi bahan pertimbangan untuk mengambil putusan.

Imam Anshori mengaku dirinya mengikuti persidangan demi persidangan kasus ini. Ia mendengar bahwa Hartati tidak tahu-menahu soal pemberian dana Rp2 miliar yang menurut jaksa untuk memuluskan surat perizinan perkebunan kelapa sawit.

"Yang saya ketahui, saksi-saksi yang dihadirkan JPU (Jaksa Penuntut Umum) menyatakan uang itu tidak terkait surat menyurat, melainkan untuk mengamankan lahan dari gangguan keamanan dan sebagai bantuan pilkada. Tidak ada saksi yang menyebut itu untuk suap perizinan lahan," katanya.

Selain memantau kasus Buol, KY juga memantau persidangan hakim ad hoc Pengadilan Tipikor Semarang, Kartini Julianna Marpaung. Pemantauan dilakukan karena Kartini disidangkan di Pengadilan Negeri Semarang yang menjadi tempat kerjanya sendiri serta kemungkinan akan diadili oleh majelis hakim yang merupakan teman-teman kerjanya sendiri.

Juru Bicara KY Asep Rahmat Fajar menyatakan, KY berharap penunjukan hakim yang mengadili kasus ini agar memperhatikan poin 5.2.1(2) Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, serta menunjuk majelis hakim yang kredibel serta tak memiliki jaringan keakraban dengan terdakwa.

Sedangkan peneiliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai, pernyataan komisioner KY akan perkara yang melibatkan Hartati Murdaya tidak tepat. Pasalnya, tugas KY adalah mengawasi kode etik hakim. “Bukan berpendapat tentang substansi dakwaan karena itu kewenangan penuntut umum,” ujarnya ketika dihubungi hukumonline.

Menurutnya, pendapat komisioner KY ini janggal. Karena tidak menyangkut tugas dan kewenangannya KY. Oleh sebab itu dia mengingatkan komisioner KY lebih hati-hati memberikan pendapat. “Pernyataan semacam ini sulit membedakan apakah itu pendapat pribadi  atau mewakili lembaga,” ujar Donal.  

Tags:

Berita Terkait