KY Kritik Pengujian UU MK
Aktual

KY Kritik Pengujian UU MK

ANT
Bacaan 2 Menit
KY Kritik Pengujian UU MK
Hukumonline
Komisioner Komisi Yudisial Taufiqurrahman Syahuri mengatakan meski sah Mahkamah Konstitusi menyidangkan pengujian UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang MK, sebenarnya tidak etis karena bisa timbul konflik kepentingan.

"Sebenarnya tidak etis karena bisa timbul konflik kepentingan. Doktrin hukum umum, hakim tidak boleh mengadili dirinya sendiri," kata Taufiq, di Jakarta, Kamis.

Namun demikian, lanjutnya, pihaknya akan siap memberikan keterangan dalam sidang pengujian UU ekas Perppu MK ini.

"KY tunggu undangan resmi dulu (MK)," kata Taufiq.

Hal yang sama juga dikatakan Komisioner KY Imam Anshori yang menyatakan siap memberi keterangan dalam sidang pengujian UU MK.

"Tentu kalau diminta, KY akan susun tentang urgensitas Perppu yang sudah disetujui jadi UU, terutama berkaitan dengan pengawasan MKHK terhadap pelanggaran etik hakim konstitusi dan rekrutmen hakim konstitusi yang harus melalui seleksi panel ahli," kata Imam.

Dia juga mengatakan pihaknya akan menjelaskan pula langkah-langkah KY untuk melaksanakan amanah Perppu MK.

Sejumlah advokat menguji UU Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua UU MK yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 karena konstitusi tak mengamanatkan pelibatan KY dalam pengajuan calon hakim konstitusi.

"Tiba-tiba lembaga yang tak dikenal (dalam UUD 1945) ditetapkan dalam UU ini. Misalnya, seleksi calon hakim konstitusi oleh panel ahli yang dibentuk KY. Padahal original intent konstitusi, hakim konstitusi diajukan DPR, Presiden, dan MA. Seolah panel ahli berada di atas kekuasaan ketiga lembaga itu. Ini melanggar kontitusi," kata Asrun, usai sidang perbaikan permohonan di MK Jakarta, Rabu.

Para advokat itu, yakni Andi M Asrun, Robikin Emhas, Syarif Hidayatullah, Heru Widodo, Samsul Huda, Dorel Almir, Daniel Tonapa Masiku, Hartanto, Samsudin, Dhimas Pradana, Aan Sukirman. Sementara pemohon kedua diajukan Gautama Budi Arundhati, Nurul Ghufron, Firman Floranta Adonara, Samuel Saut Martua, Dodik Prihatin, Iwan Rachmat Setijono yang mengatanamakan Dosen FH Universitas Jember.

Menurut dia, UU MK Perubahan Kedua ini telah memperbesar kewenangan KY dan mengurangi kewenangan DPR, MA, dan Presiden tanpa mengubah UU Nomor 18 Tahun 2011 tentang KY.

Pemohon ini juga mempermasalahkan adanya pelibatan KY dalam pembentukan Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang permanen dibentuk bersama MK juga dinilai bermasalah.

Menurut Asrun, konsiderans UU itu hanya menjadikan UU MK sebagai dasar menimbang, sementara UU lain, khususnya UU KY tidak dicantumkan dan seharusnya UU KY juga diubah.

"Kalau mau tertib bernegara secara benar seharusnya seluruh materi UU No 4 Tahun 2014 harus dibatalkan karena bertentangan dengan UUD 1945," pintanya.

Ia mengaku sebagai pemohon dirinya setuju dengan adanya lembaga baru yang mengawasi MK, namun pola pengawasannya bukan seperti yang ada dalam UU itu karena seolah MK menjadi bahan permainan.
Tags: