KY Keluhkan Hakim Tinggi Senior Enggan Ikut Seleksi CHA
Utama

KY Keluhkan Hakim Tinggi Senior Enggan Ikut Seleksi CHA

Karena alasan penggunaan komputer dalam seleksi dan khawatir tidak lulus dalam fit and proper test di DPR.

Aida Mardatillah
Bacaan 2 Menit
Salah satu calon saat menjalani wawancara terbuka seleksi CHA 2017/2018 di Gedung KY, Senin (14/5). Foto: AID
Salah satu calon saat menjalani wawancara terbuka seleksi CHA 2017/2018 di Gedung KY, Senin (14/5). Foto: AID

Pada Senin-Selasa, (14-15/5) kemarin, Komisi Yudisial (KY) telah menggelar wawancara terbuka Seleksi Calon Hakim Agung (CHA) Periode II Tahun 2017-2018 terhadap delapan orang CHA yang berasal dari hakim karir. Hari pertama, yaitu Abdul Manaf, Cholidul Azhar, dan Imron Rosyadi dari Kamar Agama dan Tama Ulinta Br. Tarigan dari Kamar Militer. Sedangkan hari kedua, Bambang Krisnawan dan Syamsul Bahri dari Kamar Pidana; dan Pri Pambudi Teguh dan Yulman dari Kamar Perdata.

 

Namun, tim pewawancara yang terdiri dari Anggota KY dan Panel Ahli menilai secara umum kualitas delapan CHA yang mengikuti tahap wawancara menurun dibanding seleksi CHA sebelumnya. Hal ini diungkapkan Wakil Ketua KY Sukma Violetta yang merasa kurang puas dengan jawaban-jawaban para CHA.

 

“Semakin hari, semakin kesini kualitasnya semakin berkurang jika dibandingkan dengan CHA sebelum-sebelumnya,” kata Sukma usai proses wawancara seleksi CHA 2017/2018 di Gedung KY, Selasa (16/5/2018) kemarin.

 

Sukma sangat menyayangkan ada hakim tinggi yang memiliki kualitas atau kompetensi dan integritas yang baik, tetapi tidak mendaftarkan diri sebagai CHA. “Jadi, seandainya mereka ikut proses seleksi wawancara kami pun tidak perlu lagi menanyakan hal-hal mendasar kepada yang bersangkutan,” kata Sukma.

 

“Dari mulai tes tertulis dan proses wawancara ini, setiap jawaban para CHA itu dapat menunjukkan sejauh mana kapasitasnya?” Baca Juga: Calon Hakim Agung Ini Bicara Koruptor dan Narkoba

 

Dia mengatakan sebenarnya syarat CHA hanya dua yakni memiliki kompetensi yang cukup dan integritas yang baik. Kalau ia hakim karier harus sudah pernah menjadi hakim tinggi. “Sejak Putusan MK yang melonggarkan persyaratan CHA, baru beberapa hari menjadi hakim tinggi diperbolehkan mendaftar CHA, yang sebelum Putusan MK telah menjadi hakim tinggi selama tiga tahun,” jelasnya.

 

Menurutnya, para CHA saat ini rata-rata relatif masih muda, sehingga bila diterima menjadi hakim agung, mereka akan menjadi hakim agung termuda di MA. “Namun, sekali lagi kita menyayangkan mengapa hakim tinggi senior tidak mendaftarkan diri ke KY menjadi calon hakim agung?”

 

Sukma mengakui salah satu kendala para hakim tinggi senior enggan mendaftar karena tes menggunakan komputer. “Hakim senior itu memang generasi yang berbeda, yang saat mereka bekerja puluhan tahun lalu tidak terbiasa dengan hal tersebut. Kami sangat menyayangkan, Namun bagaimana lagi, kami tidak bisa mengurangi persyaratan,” lanjutnya.

 

Terlebih, kata Sukma, MA meminta bahwa CHA dapat menggunakan komputer terutama untuk mempercepat selesainya tunggakan perkara yang menuntut membuat draf putusan dengan menggunakan komputer. “Intinya, di luar sana sebenarnya masih banyak hakim yang mempuni untuk menjadi CHA. Tetapi terkendala dengan persyaratan bisa menggunakan komputer,” tegasnya.

 

Alasan lain, ada semacam ketakutan para hakim tinggi senior yang pernah ditolak DPR dalam seleksi CHA sebelumnya. “Ada ketakutan bila tidak lolos fit and proper test di DPR ketika KY sudah menyerahkan nama-nama yang lulus.”  

 

Namun, Sukma meyakini dalam seleksi CHA periode I Tahun 2017, DPR sudah lebih baik untuk memberi persetujuan atas nama-nama CHA yang diusulkan KY. Sebab, selama ini KY terus berusaha menjalin komunikasi yang baik dengan DPR. Alhasil, dalam beberapa seleksi CHA yang terakhir usulan KY terkait CHA disetujui semua oleh DPR. “Jadi, persoalan ini tidak perlu ditakutkan,” katanya mengingatkan.

 

Meski begitu, Ketua KY, Aidul Fitriciada Azhari tetap berharap mendapat hakim agung yang terbaik. “Untuk hasilnya dan penilaiannya, saya tidak bisa berkomentar karena masih ada panelis lain yang akan memberi penilaian terhadap 8 CHA ini,” kata Aidul dalam kesempatan yang sama.

 

Dia menginformasikan pihaknya akan mengumumkan nama-nama CHA yang lulus pada akhir Mei 2018. “Paling cepat akhir bulan Mei atau pertengahan bulan Juni, nama-nama CHA yang lolos seleksi wawancara nantinya akan diusulkan ke DPR,” katanya. (Baca Juga: Calon Hakim Agung Bicara Ini Koruptor dan Narkoba)

 

Seperti diketahui, proses seleksi wawancara CHA yang dilakukan oleh Anggota KY dan Panel Ahli yang terdiri dari mantan hakim agung, pakar dan/atau negarawan. Tim Panel Ahli yang terlibat dalam wawancara kali ini yaitu, Bagir Manan dari unsur pakar/negarawan dan mantan hakim agung yakni Ahmad Kamil (Agama), Iskandar Kamil (Militer), Soeharto (Pidana) dan Mohammad Saleh (Perdata).

 

Sebagai catatan, pasca terbitnya putusan MK No. 27/PUU-XI/2013 yang mengubah kewenangan DPR “memilih” menjadi “persetujuan”, usulan nama-nama CHA oleh KY sering “dimentahkan” DPR dalam tiga kali musim seleksi CHA. Berdasarkan catatan hukumonline, DPR pernah menolak 3 CHA usulan KY pada Februari 2014 lalu. Mereka adalah Hakim Pengadilan Tinggi Makassar Suhardjono, Hakim Tinggi Pengawas Sunarto dan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Sulawesi Tengah Maria Anna Samiyati.

 

Lalu, pada September 2014, DPR hanya meloloskan 4 nama dari 5 CHA yang diusulkan KY. Yakni, mantan WKPTA Surabaya Amran Suadi, Dirjen Badilag MA Purwosusilo, WKPT Pontianak Sudrajad Dimyati, dan KPTTUN Medan Is Sudaryono. Sedangkan, Hakim Tinggi PT Papua Muslih Bambang Luqmono tidak disetujui.

 

Namun pada Juli 2015, DPR meloloskan 6 nama sesuai usulan KY. Yakni, Maria Anna Samiyati, Wahidin, Yosran, Sunarto, Suhardjono, dan H.A Mukti Arto. Hal sama pada September 2017, DPR menyetujui 5 nama sesuai usulan KY. Yakni, Muhammad Yunus Wahab, Yasardin, Gazalba Saleh, Kol.Chk.Hidayat Manao, dan Yodi Martono Wahyunadi. 

Tags:

Berita Terkait