KY Berharap RUU Jabatan Hakim Segera Dibahas
Berita

KY Berharap RUU Jabatan Hakim Segera Dibahas

DPR mulai membahas jadwal pembahasan 4 RUU bidang hukum, termasuk RUU Jabatan Hakim.

Aida Mardatillah/Muhammad Yasin
Bacaan 2 Menit
Diskusi tentang RUU Jabatan Hakim yang diselenggarakan Komisi Yudisial, Selasa (14/5). Foto: Aida
Diskusi tentang RUU Jabatan Hakim yang diselenggarakan Komisi Yudisial, Selasa (14/5). Foto: Aida

Komisi Yudisial berharap DPR dan Pemerintah segera membahas RUU Jabatan Hakim karena materi dalam rancangan ini diharapkan dapat mencegah perilaku korupsi serta memperbaiki tata kelola rotasi dan mutasi hakim. RUU ini juga memperkuat independensi hakim dalam menjalankan tugas-tugasnya menerima, memeriksa, mengadili dan memutus perkara.

Harapan itu disampaikan Ketua Komisi Yudisial, Jaja Ahmad Jayus, dalam diskusi yang berlangsung di Jakarta, Selasa (14/5). Apalagi, kata Jaja, masih ada saja hakim yang terkena operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Terakhir, hakim PN Balikpapan, Kayat, terkena OTT pada 3 Mei lalu. “Komisi Yudisial terus mendorong RUU Jabatan Hakim,” ujarnya.

Harapan ini sejalan dengan perkembangan legislasi di Senayan. Pada hari yang sama, Komisi III DPR mulai membicarakan jadwal pembahasan empat RUU bidang hukum dalam rapat pleno. Selain RUU Jabatan Hakim, yang dibahas adalah RUU KUHP, RUU Mahkamah Konstitusi, dan RUU Pemasyarakatan. Menurut anggota Komisi III DPR, Nasir Jamil, rapat pleno menyepakati untuk meminta Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly untuk menyegerakan pembahasan keempat RUU bidang hukum. “Kami minta supaya diselesaikan pada periode ini,” kata politisi Partai Keadilan Sejahtera itu.

Namun, Jamil mengakui bahwa waktu pembahasan yang tersedia bagi DPR relatif tidak panjang. DPR akan reses pada 27 Juli, dan baru masuk lagi pada 15 Agustus 2019. Sidang DPR periode 2014-2019 diperkirakan berakhir pada sekitar 30 September mendatang. Jika dikalkulasi, waktu yang tersedia untuk membahas keempat RUU bidang hukum tersebut paling banyak 3,5 bulan.

(Baca juga: Ini 24 RUU yang Diperpanjang Masa Pembahasan).

Meskipun potensial terhalang waktu, Nasir mengatakan sudah ada pembagian tugas per kelompok. Ada yang mendapatkan tugas untuk membahas RUU KUHP, ada RUU Jabatan Hakim, dan sebagian lagi ditugaskan membahas RUU Jabatan Hakim.  “Seluruhnya dibahas. Ada kelompok-kelompok yang bertugas,” ujarnya.

Dari keempat RUU bidang hokum tersebut, RUU Pemasyarakatan yang kemungkinan paling lambat dibahas. “Belum ‘disentuh’ sama sekali,” Nasir Jamil memberi alasan.

KY dan Mahkamah Agung memandang RUU Jabatan Hakim sangat penting. RUU ini menjadi inisiatif wakil rakyat. RUU ini sudah dibahas beberapa kali dalam forum akademik dan konsultasi publik. Salah satu ide yang diajukan Komisi Yudisial adalah shared responsibility. Konsep shared responsibility bermakna pembagian tanggung jawab mulai proses rekrutmen, pengangkatan, pembinaan, dan pengawasan hakim antara Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial. Tujuan akhirnya adalah meningkatkan kualitas hakim.

Menurut Jaja, perbaikan tata kelola rotasi dan mutasi hakim penting dilakukan ke depan baik untuk mencegah perilaku korupsi maupun mengurangi kejenuhan bertugas di suatu tempat, dan mendekatkan hakim dengan anggota keluarganya. Yang pasti, KY berharap manajemen hakim mulai dari rekrutmen sampai rotasi dan mutasi dimasukkan ke dalam RUU.

(Baca juga: Mengintip Sistem Manajemen Hakim di Negara Lain).

Peneliti Indonesian Legal Roundtable (ILR), Erwin Natosmal Oemar, mengatakan DPR dan Pemerintah perlu menjadikan 21 tahun usia reformasi peradilan yang digagas lewat Ketetapan MPR sebagai momentum untuk memperbaiki dunia peradilan. DPR dan Pemerintah memang sudah mengeluarkan banyak regulasi turunan tentang kekuasaan kehakiman. Tetapi perbaikan dunia peradilan belum sepenuhnya berhasil. Kenaikan gaji dan tunjangan hakim, misalnya, tak memberikan jaminan tidak ada lagi hakim yang terlibat korupsi.

Nyatanya, kata Erwin, hakim dan panitera yang kesandung korupsi masih terus terjadi. Terlibatnya aparat penegak hokum, terutama hakim, dalam perkara korupsi dapat berpengaruh pada indeks negara hokum Indonesia. Indeks peradilan di Indonesia pada Rule of Law Index yang belum lama dirilis Bank Dunia menunjukkan pada posisi rendah dibandingkan eksekutif. Itu sebabnya, Erwin juga berharap RUU Jabatan Hakim didorong untuk meningkatkan setiap aspek kekuasaan kehakiman, terutama mencegah praktik korupsi.

Tantangannya kini adalah bagaimana mempercepat proses pembahasan antara DPR dan Pemerintah. Dalam konteks ini, Nasir Jamil menyarankan agar para pemangku kepentingan, terutama Komisi Yudisial, melakukan ‘manuver’ positif seperti melakukan pendekatan kepada pimpinan DPR, pimpinan Komisi, dan pimpinan Fraksi agar satu suara melihat pentingnya RUU Jabatan Hakim. “Sehingga DPR dan Pemerintah ‘terangsang’ untuk membahasnya segera,” kata Nasir.

Jaja yakin proses pembahasan RUU Jabatan Hakim akan berjalan lancar, dan optimis bisa diselesaikan pada masa keanggotaan DPR sekarang. "Optimis," ujarnya kepada hukumonline.

Tags:

Berita Terkait