KY Belum Satu Suara Tanggapi Dewan Etik MK
Berita

KY Belum Satu Suara Tanggapi Dewan Etik MK

MK disesalkan berikap defensif.

ASH
Bacaan 2 Menit
KY Belum Satu Suara Tanggapi Dewan Etik MK
Hukumonline

Terbitnya Perppu No 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua atas UU No 24 Tahun 2003 tentang MK, menyebutkan keterlibatan Komisi Yudisil (KY) dalam urusan rekrutmen dan pengawasan hakim MK. Uniknya, berbeda dengan isi Perppu No 1 Tahun 2013, Peraturan MK No 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi tidak menyebutkan keterlibatan KY. Terkait hal ini, beberapa Komisioner KY memiliki sikap yang berbeda-beda.

Wakil Ketua KY Abbas Said tak mempersoalkan keberadaan Dewan Etik MK yang tidak melibatkan unsur KY di dalamnya.“Kami belum berkesimpulan dulu, itu kan wewenang dia (MK),” kata Abbas, usai menghadiri acara pelantikan empat hakim agung di Gedung MA, Kamis (31/10).

Abbas menegaskan dirinya belum mau mengomentari terbentuknya Dewan Etik terlalu jauh karena hal itu sepenuhnya menjadi wewenang MK. Selain itu, wewenang pengawasan KY terhadap MK sudah diakomodir lewat Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang MK, meski sampai saat ini belum disahkan (DPR).   

Dia menyadari sejak awal MK memang tidak mau diawasi oleh KY. “Memang dari awal tidak mau diawasi (KY), tetapi untuk sementara tak apalah,” kata Abbas.

Karena itu, mantan hakim agung ini pasrah dan menyerahkan sepenuhnya mekanisme yang berlaku terkait pemberlakuan Perppu MK ini. “Apa boleh buat, kita ikuti aturan sajalah. “Nanti orang sangka kami mau ambisi mengawasi (MK), kan nggak enak ya, padahal nggak ada duitnya (anggaran),” ujarnya sambil tersenyum.

Hal berbeda disampaikan Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri yang menyesalkan langkah MK membentuk Dewan Etik. Taufiq mengatakan seharusnya MK tidak bersikap defensif dengan kondisi MK saat ini.“Semestinya dalam kondisi yang  menyedihkan ini, MK jangan defensif. Ikuti saja aturan Perppu MK,” ujar Taufiq saat dihubungi, Kamis (31/10).

Dia menjelaskan dalam Perppu MK telah mengamanatkan KY dan MK membentuk peraturan  ersama tentang Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK). Seharusnya, draft Peraturan MK tentang Dewan Etik ditampung dalam peraturan bersama itu. “Mengapa draf PMK tentang Dewan Etik tidak kita bungkus dengan peraturan bersama saja?”

Menurut dia secara hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan Peraturan MK di bawah Perppu. Karena itu, seharusnya MK mengikuti saja aturan yang sudah ditetapkan dalam Perppu MK, meski DPR belum menyatakan sikapnya atas Perppu itu. “Ikuti saja aturan Perppu yang sah sebelum dibatalkan atau disetujui DPR. Sikap yang paling bijak yang dapat diambil MK sebaiknya bersikap pasif. Itu sikap yang arif,” ujar Taufiq.

Lebih Sederhana
Sementara Pengamat Hukum Tata Negara, Irman Putra Sidin mengatakansetiap lembaga negara berwenang membuat lembaga etik untuk internalnya untuk mencegah kejahatan internal. “Ini bentuk early warning system, sistem pencegahan dini,” kata Irman.

Menurut dia, pembentukan Dewan Etik bisa lebih sederhana dengan cara penunjukan langsung anggota Dewan Etiknya, sehingga tanpa adanya panitia seleksi (Pansel) pun tidak menjadi masalah.“Kalau nanti ada mekanisme orang harus daftar, para negarawan itu tidak mau mendaftar. Tetapi, kita perlu tahu dulu bagaimana mekanisme dari Pansel itu sendiri,” katanya.

Namun, dengan adanya Pansel pembentukan Dewan Etik untuk membangun kepercayaan publik, tidak masalah juga. “Saya takutnya, orang yang seharusnya menjadi Dewan Etik itu malah menjadi Pansel. Anggota Panselnya saja sudah tinggi-tinggi seperti itu, siapa yang mau daftar nanti,” ujarnya memperkirakan.

Dia beralasan tiga unsur yang ada dalam Dewan Etik yakni akademisi, mantan hakim konstitusi, dan tokoh masyarakat tidak mudah ditemukan orang seperti itu. “Setelah ketemu kriterianya pun belum tentu dia mau. Harusnya, persyaratannya bisa  disederhanakan,” sarannya.  

Sebelumnya, MK menerbitkan Peraturan MK No. 2 Tahun 2013 tentang Dewan Etik Hakim Konstitusi yang disahkan pada 29 Oktober 2013. Peraturan itu memuat tugas dan wewenang, keanggotaan, masa tugas, panitia seleksi, dan mekanisme kerja Dewan Etik yang memiliki fungsi utama mengawasi perilaku hakim konstitusi.

Dewan Etik berfungsi menjaga dan menegakkan kehormatan, keluhuran martabat dan perilaku, serta kode etik dan pedoman perilaku hakim konstitusi (Sapta Karsa Hutama). Dewan Etik ini bersifat tetap dan independen yang anggotanya tiga orang dari unsur mantan hakim konstitusi, akademisi, dan tokoh masyarakat dengan masa jabatan tiga tahun dan tidak dapat dipilih kembali.

Dewan etik ini bertugas menerima laporan masyarakat atau temuan, mengumpulkan informasi, dan menganalisis laporan dugaan pelanggaran perilaku hakim konstitusi terkait putusan MK. Organ ini yang merekomendasi pembentukan Majelis Kehormatan Konstitusi untuk menyidangkan hakim konstitusi yang diduga melanggar etik kategori berat.

Namun, dalam keanggotaan Dewan Etik ini tidak dapat memasukan unsur KY seperti termuat dalam Perppu No. 1 Tahun 2013 tentang MK. Perppu MK itu memberi wewenang KY membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK) yang sifatnya permanen dan kesekretariatan MKHK berkedudukan di KY. MKHK dibentuk bersama KY dan MK dengan keanggotaan lima orang dari unsur mantan hakim konstitusi, praktisi hukum, dua orang akademisi, dan tokoh masyarakat.

Tags:

Berita Terkait