KY: Rekomendasi 42 Hakim Didominasi Sanksi Ringan
Berita

KY: Rekomendasi 42 Hakim Didominasi Sanksi Ringan

Sepanjang Januari-April 2019, KY menerima sebanyak 528 laporan masyarakat. Dari jumlah itu, hanya 79 laporan yang memenuhi syarat untuk ditindaklanjuti, yang hasilnya 42 hakim direkomendasikan dijatuhi sanksi.

Agus Sahbani
Bacaan 2 Menit
Gedung Komisi Yudisial. Foto: SGP
Gedung Komisi Yudisial. Foto: SGP

Sepanjang Januari-April 2019, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 42 hakim terlapor yang melanggar Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH). Jumlah rekomendasi ini meningkat lebih dari 100 persen bila dibandingkan Januari-April 2018 yang hanya berjumlah 20 rekomendasi sanksi. Peningkatan rekomendasi sanksi ini memiliki konsekuensi bahwa KY tegas dalam penegakan KEPPH untuk menjaga kemuliaan profesi hakim.

 

“Hal ini sebagai upaya KY memperbaiki dunia peradilan. Namun, rekomendasi sanksi KY ini terhambat karena MA tidak sepenuhnya menindaklanjuti usulan sanksi KY ini,” ujar Ketua KY Jaja Ahmad Jayus dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (15/5/2019).  

 

Jaja menerangkan hasil penanganan sekitar 528 laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke KY. Kemudian sebagian kecil diputuskan dalam Sidang Pleno untuk menentukan apakah hakim terlapor terbukti atau tidak terbukti melanggar KEPPH. Lalu, KY merekomendasikan penjatuhan sanksi kepada 42 hakim terlapor yang didominasi sanksi ringan, yaitu terhadap 31 hakim terlapor.

 

“Sanksi ini diharapkan dapat dijadikan pembelajaran oleh hakim terlapor agar dapat menjaga kemuliaan profesinya,” pesannya.

 

Rincian sanksi ringan, KY memberi teguran lisan terhadap 5 orang hakim; teguran tertulis terhadap 8 orang hakim; dan pernyataan tidak puas secara tertulis terhadap 18 hakim. Untuk sanksi sedang yang direkomendasikan KY dijatuhi terhadap 7 hakim terlapor. Dengan rincian, penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1 tahun terhadap 3 orang hakim; penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 tahun terhadap 1 orang hakim; dan nonpalu paling lama 6 bulan terhadap 3 orang hakim

 

“Untuk sanksi berat, KY memberi pemberhentian dengan hormat terhadap 2 orang hakim dan pemberhentian tidak dengan hormat terhadap 2 orang hakim.”

 

Adapun kualifikasi perbuatan hakim yang dinyatakan terbukti melanggar KEPPH didominasi pelanggaran prinsip tindakan/sikap tidak profesional (28 orang); prinsip tidak berperilaku adil (7 orang); tidak menjaga martabat hakim (6 orang); dan selingkuh (1 orang).

 

Sepanjang Januari-April 2019, KY dan MA telah menggelar Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH) yang menyebabkan 2 orang hakim menerima sanksi. KY dan Mahkamah Agung (MA) melalui sidang MKH menjatuhkan sanksi penurunan pangkat selama tiga tahun terhadap Hakim RMS yang merupakan hakim di PN Lembata, Nusa Tenggara Timur pada Kamis (14/2) di Gedung Wirjono Prodjodikoro, MA, Jakarta.

 

Hakim RMS diajukan ke MKH atas laporan telah memberi konsultasi hukum kepada para pihak yang berperkara. Hakim RMS juga sedang menjalani sanksi berat dari Badan Pengawas MA, yakni nonpalu selama dua tahun terhitung Januari 2018. Dengan begitu, RMS saat ini menjalani dua sanksi sekaligus, di mana kedua sanksi tersebut diberikan atas laporan berbeda di tahun 2017.

 

“Pada tahun 2011, Hakim RMS juga pernah diberikan sanksi oleh KY. Semua sanksi diberikan atas pelanggaran yang kurang lebih sama yaitu memberikan konsultasi hukum.”

 

Selain itu, MKH memberhentikan dengan tidak hormat hakim yustisial di Pengadilan Tinggi Tanjung Karang berinisial MYS, Selasa (30/4/2019). Hakim terlapor MYS terbukti melanggar KEPPH angka 2, angka 3, angka 5, dan angka 7 jo Pasal 6, Pasal 7, Pasal 9, dan Pasal 11 Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi Yudisial Nomor 02/PB/MA/IX/2012 dan Nomor 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 

 

Dalam fakta persidangan, hakim terlapor MYS terbukti memasukkan perempuan ke dalam rumah dinasnya di Pengadilan Negeri Menggala. Kemudian berdasarkan hasil tes urin yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) Provinsi Lampung, Hakim MYS juga terbukti mengkonsumsi narkoba jenis metamphetamine.

 

Kasus perdata mendominasi

Terkait pengaduan, sepanjang Januari-April 2019, KY menerima sebanyak 528 laporan masyarakat dan 325 surat tembusan. Laporan tersebut paling banyak disampaikan melalui jasa pengiriman surat (314 laporan), datang langsung ke KY (89 laporan), Penghubung KY (71 laporan), pelaporan online (5 laporan), dan informasi (49 laporan). 

 

Berdasarkan jenis perkara, masalah perdata mendominasi laporan yang masuk ke KY sebanyak 223 laporan. Untuk perkara pidana berada di bawahnya dengan jumlah laporan 159 laporan. Data ini menggambarkan dominasi perkara perdata dan pidana karena perkara tersebut berada di ranah kewenangan peradilan umum dengan kompleksitas perkara yang tinggi dan sensitif. Perkara lain adalah agama, tata usaha negara, dan tindak pidana korupsi.

 

Berdasarkan jenis badan peradilan atau tingkatan pengadilan yang dilaporkan, jumlah laporan terhadap peradilan umum sangat mendominasi, yaitu sebanyak 329 laporan. Kemudian berturut-turut, yaitu MA sebanyak 38 laporan, peradilan agama sebanyak 32 laporan, dan Peradilan Tata Usaha Negara sebanyak 28 laporan, dan Pengadilan Tipikor sebanyak 9 laporan.

 

Sementara itu, 10 provinsi yang terbanyak menyampaikan laporan ke KY secara berturut-turut adalah: DKI Jakarta sebanyak 112 laporan; Jawa Timur sebanyak 81 laporan; Sumatera Utara sebanyak 44 laporan; Jawa Tengah sebanyak 42 laporan; Jawa Barat sebanyak 36 laporan; Riau sebanyak 21 laporan; Sumatera Selatan sebanyak 18 laporan; Banten sebanyak 16 laporan; Sulawesi Selatan sebanyak 14 laporan; dan Kalimantan Timur sebanyak 12 laporan. 

 

Tidak semua laporan dapat dilakukan proses sidang pemeriksaan panel atau pleno, karena laporan yang masuk perlu diverifikasi kelengkapan persyaratan formil (telah memenuhi syarat administrasi dan substansi) untuk dapat diregistrasi. Pada periode ini, KY menyatakan laporan yang memenuhi persyaratan sebanyak 79 laporan masyarakat dengan rincian 34 laporan merupakan sebelum tahun 2019 dan 45 laporan di tahun 2019.

 

Jaja menerangkan penyebab rendahnya persentase laporan masyarakat yang dapat diregistrasi karena beberapa alasan. Pertama, kurangnya persyaratan yang harus dilengkapi. Kedua, laporan bukan kewenangan KY. Ketiga, diteruskan ke instansi lain atau Badan Pengawasan MA. Keempat, banyak laporan yang ditujukan ke KY berisi permohonan untuk dilakukan pemantauan persidangan.

 

“Kurangnya pemahaman masyarakat ini menjadi tantangan KY untuk lebih mengoptimalkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat terkait wewenang KY dan tata cara laporan masyarakat,” tambahnya.

Tags:

Berita Terkait