Kurator Sebut Telkomsel Arogan
Utama

Kurator Sebut Telkomsel Arogan

Ada miskomunikasi antar direksi Telkomsel terkait pemberian kuasa mengenai penaganan fee kurator Telkomsel

HAPPY RAYNA STEPHANY
Bacaan 2 Menit
Tolak bayar fee kurator, Telkomsel dituding arogan. Foto: Sgp
Tolak bayar fee kurator, Telkomsel dituding arogan. Foto: Sgp

Perlawanan PT Telekomunikasi Selular Tbk (Telkomsel) untuk menolak pembayaran fee kurator semakin menunjukkan arogansi sebagai raja telekomunikasi di Indonesia. Pasalnya, Telkomsel menyatakan akan menempuh langkah apapun demi menghindar dari pembayaran fee kurator sebesar Rp146,808 miliar.

"Lagi-lagi Telkomsel menunjukkan arogansinya," tutur Kurator Telkomsel Fery S Samad ketika dihubungi hukumonline, Rabu (13/2).

Soalnya, Fery mengatakan tidak ada upaya hukum apapun untuk menghindar dari kewajiban membayar fee kurator. Hal ini telah diatur dalam Pasal 91 UU No.37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang beserta penjelasannya.

Ketentuan ini juga dipertegas melalui sikap Mahkamah Agung (MA) yang selalu menolak kasasi terhadap fee kurator. Menurut Fery, hampir 100 persen permohonan kasasi mengenai fee kurator ditolak mahkamah. Pasalnya, permohonan tersebut telah jelas-jelas tidak memenuhi syarat formal dan material. Sehingga, jika tetap diterima akan menjadi sumber penumpukan perkara.

Merujuk hal ini, Fery mengingatkan agar setiap orang mematuhi hukum dan menghormati apa yang menjadi keputusan majelis hakim, termasuk Telkomsel. Soalnya, hukum itu telah memiliki aturan mainnya sendiri. "Hukum tidak diatur oleh Telkomsel," tukasnya.

Terkait pernyataan Telkomsel, kepailitan perseroan telah dibatalkan sehingga tidak ada tindakan pemberesan yang dilakukan kurator, Fery langsung mempertanyakan pernyataan itu. Sebab, berdasarkan UU Kepailitan, kurator memikul tanggung jawab melakukan pemberesan dan pengurusan aset perusahaan sejak pukul 00.00 ketika putusan pailit sudah dibacakan.

Tugas kurator ini sejalan dengan sifat uitvoerbaar bij voorraad. Yaitu, putusan langsung dapat dieksekusi meskipun ada upaya hukum lainnya, seperti kasasi dan peninjauan kembali. 

Terkait pembayaran fee kurator yang dibebankan kepada pemohon pailit, yaitu PT Prima Jaya Informatika, lagi-lagi Fery mengatakan hal tersebut tidak bisa dilakukan. Meskipun Telkomsel merujuk pada Pasal 2 ayat (1) huruf c Permenkumham No.1 Tahun 2013 yang lahir pada 11 Januari 2013, Fery mengatakan peraturan tersebut belum bisa diterapkan pada kasus ini. 

Menurutnya, ada asas hukum yang mengatakan suatu aturan tidak boleh berlaku surut. Jika ingin berlaku surut, peraturan perundang-undangan tersebut harus mencantumkan klausul bahwa peraturan itu berlaku surut sebagaimana yang diatur dalam UU No.12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

"Peraturan ini lahir pada 31 Januari 2013 sedangkan kepailitan dicabut pada November 2012. Jadi, tidak bisa berlaku surut," lanjutnya.

Terkait besaran fee kurator, Fery mengatakan besaran tersebut telah sesuai dengan Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia Nomor M.09-HT.05.10 Tahun 1998 tentang Pedoman Besarnya Imbalan Jasa bagi Kurator dan Pengurus. Kurator memakai besaran dua persen dari aset. Permohonan besaran fee ini juga telah disetujui oleh hakim pemutus yang dikeluarkan melalui Penetapan No 48/Pailit/2012/PN. Niaga JKT.PST jo No 704K/Pdt.Sus/2012.

Lebih lagi, pasca penetapan ini, kurator menyambangi kantor Telkomsel demi membicarakan persoalan penetapan tersebut. Kala itu, pihak yang hadir adalah Telkomsel diwakili Direktur Keuangan Heri Supriadi dan pihak kuasa hukum Telkomsel dari kantor Ricardo Simanjuntak. Namun, ketika bermusyawarah mengenai penetapan tersebut, tiba-tiba ada insiden beberapa orang yang mengaku sebagai kuasa hukum Telkomsel khusus mengurus fee kurator sambil menunjukkan surat kuasa.

Menurut Fery, penunjukan kuasa tersebut sah. Hal ini terlihat dari surat kuasa yang ditunjukkan beberapa orang tersebut yang ditandatangani oleh Direktur Utama Telkomsel langsung, yaitu Alex J Sinaga.

Tentu saja, menurut Fery, kehadiran kuasa hukum Telkomsel itu membingungkan para pihak. Soalnya, Direktur Keuangan Telkomsel yang menghadiri musyawarah itu sendiri tidak mengetahui perihal tersebut.

"Ada miskomunikasi antara jajaran direksi Telkomsel. Akan tetapi, intinya ada pembicaraan secara musyawarah terhadap penetapan ini," tandasnya.

Sementara itu, kuasa hukum PT Prima Jaya Informatika Kanta Cahya merasa keberatan dengan penolakan pembayaran Telkomsel. Sebab, asas legalitas mengatakan suatu peraturan tidak bisa berlaku surut. Jadi, Telkomsel harus tetap bertanggung jawab melakukan pembayaran tersebut.

Bahkan, PJI hingga kini belum mendapatkan pembayaran dari utang-utang Telkomsel sebesar Rp5,3 miliar. Apalagi hendak membayar fee kurator. Lebih lagi, Kanta mengatakan Telkomsel tetap harus membayar fee tersebut sebab aset yang diurus adalah aset-aset Telkomsel.

"Kurator itu melaksanakan aset debitor pailit. Besarnya aset berdasarkan aset Telkomsel, jadi ya tetap Telkomsel yang bayar," ucapnya kepada hukumonline ketika ditemui di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (13/2).

Senada dengan Fery, terkait alasan penolakan Telkomsel yang mengatakan kurator tidak melakukan pengurusan, Kanta mengatakan kurator telah mulai bekerja sejak putusan pailit dibacakan. Sehingga, alasan tersebut tidak tepat.

Ralat:
Paragraf 12
, tertulis:
Lebih lagi, pasca penetapan ini, kurator menyambangi kantor Telkomsel demi membicarakan persoalan penetapan tersebut.

Yang benar adalah:
Lebih lagi, pasca penetapan ini, kurator mengundang Telkomsel untuk membicarakan persoalan penetapan tersebut.

@Redaksi

Tags:

Berita Terkait