Kurator dan Pengurus Diingatkan Profesionalisme Tangani Perkara PKPU dan Kepailitan
Terbaru

Kurator dan Pengurus Diingatkan Profesionalisme Tangani Perkara PKPU dan Kepailitan

Kurator dan pengurus diingatkan untuk tidak menghalalkan segala cara saat berperkara di pengadilan.

Fitri Novia Heriani
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi: HOL
Ilustrasi: HOL

Pekan lalu Bareskrim Polri melakukan penangkapan terhadap pengurus dan kurator Delight Chyril dan Ranto P Simanjuntak. Delight ditangkap saat sedang bertugas di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Pusat), sementara Ranto dijemput oleh Bareskrim Polri di kediamannya pada Jumat (16/7).

Delight dan Ranto adalah pengurus PKPU perkara PT Humpuss Patragas dan PT Humpuss Trading. Keduanya diduga melakukan penggelembungan piutang PT Humpuss Patragas dan PT Humpuss Trading dari nilai sekitar Rp172 miliar menjadi Rp414 miliar.

Penangkapan kurator atau pengurus PKPU bukanlah kali pertama terjadi. Salah satunya pernah terjadi pada 2017 lalu, di mana Penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri menangkap 3 kurator Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) yang menyimpangkan aset kepailitan PT Asuransi Jiwa Bumi Asih Jiwa (BAJ). Kurator itu sedang menangani kasus pailit dengan nilai objek sengketa Rp1,1 triliun.

Hal-hal semacam kejadian diatas sepatutnya dapat dihindari oleh pengurus dan kurator. Menurut kurator Imran Nating, pengurus dan kurator harus bekerja secara profesional dan independen sesuai dengan UU Kepailitan dan standar profesi kurator. Tanggung jawab kurator diatur dalam Pasal 72 UU 37/2004, di mana kurator bertanggung jawab terhadap kesalahan atau kelalaiannya dalam melaksanakan tugas pengurusan dan/atau pemberesan yang menyebabkan kerugian terhadap harta pailit.

Jika seluruh pekerjaan dilakukan sesuai dengan UU dan standar profesi, maka sangkaan dan tuduhan akan mudah dibantah dan dipatahkan. Imran mengingatkan kurator dan pengurus untuk tidak menghalalkan segala cara saat berperkara di pengadilan. (Baca: Kurator Tak Perlu Cemas Bila Dipidanakan Debitor/Kreditor dengan 6 Alasan Ini)

“Untuk memastikan kerja aman bagi para kurator dan pengurus maka tidak boleh tidak mereka harus bekerja secara profesional dan benar-benar independen sesuai UU Kepailitan dan Standart Profesi Kurator. Jika pengurus telah bekerja sesuai dengan UU dan Standar Profesi maka sangkaan apapun ke mereka, akan dengan mudah dipatahkan. Sebaliknya demikian jika menyimpangi UU dan standart Profesi, maka juga sesuai UU mereka dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum, jangan menghalalkan segala cara,” kata Imran kepada Hukumonline, Senin (19/7).

Imran juga menjelaskan bahwa untuk membuktikan ada tidaknya pelanggaran profesional, seharusnya pengurus dan kurator yang bersangkutan melaporkan ke Dewan Kehormatan organisasi, dalam hal ini Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI). Jika DK memutus pengurus dan kurator terbukti bersalah akan dijatuhi sanksi, dan pelapor yang merasa tidak puas dengan putusan DK dapat membawa ke jalur hukum.

Dalam konteks ini organisasi harus proaktif meminta DK untuk melakukan pemeriksaan. Namun jika kasus terlanjur ditangani oleh pihak kepolisian sebelum masuk ke DK, maka prganisasi harus memberikan pembelaan terhadap pengurus dan kurator dimaksud, terlepas benar atau salah.

Jika terbukti bersalah, kurator dan pengurus dapat dijatuhi sanksi oleh organisasi mulai dari skorsing 6-12 bulan, pemecatan dari organisasi, hingga pencabutan izin profesi. Sanksi ini merupakan sanksi yang diberikan organisasi, diluar pidana jika yang bersangkutan terbukti melakukan tindak pidana.

“Kenapa ke DK dulu? Karena kerja pengurus dan kurator ini terlampau teknis sehingga baiknya ke DK dulu. Harus ada yang  melaporkan ke DK, idealnya pihak yang merasa dirugikan yang melaporkan. Namun jika tidak Pengurus dapat saja berinisiatif melaporkan karena ini bagian dari perlindungan anggota. Organisasi hanya memberikan sanksi skorsing 6-12, pemecatan dari organisasi, dan organisasi bisa mencabut izin profesi lalu lapor ke Kemkumhan untuk dihapus dari data kurator,” jelasnya.

Dilansir dari laman resmi SIPP PN Jakarta Pusat, PT Humpuss Patragas mengajukan permohonan PKPU kepada PT Kasih Industri Indonesia dan Eka Wahyu Kasih pada Februari 2021 lalu. Majelis hakim kemudian mengeluarkan putusan sela pada 16 Maret yang pada intinya menyatakan menolak Eksepsi Para Termohon PKPU;

Dalam Pokok Perkara: Mengabulkan Permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara yang diajukan oleh Pemohon PKPU terhadap Para Termohon PKPU untuk seluruhnya dengan segala akibat hukumnya; Menetapkan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara untuk paling lama 45 (empat puluh lima) hari terhadap Termohon PKPU I / PT. Kasih Industri Indonesia dan Termohon PKPU II / Eka Wahyu Kasih terhitung sejak putusan ini diucapkan. 

 

Tags:

Berita Terkait