Kurangi Impor, Pemerintah Wajibkan Penggunaan Biofuel
Berita

Kurangi Impor, Pemerintah Wajibkan Penggunaan Biofuel

Diyakini akan memperbaiki neraca perdagangan secara signifikan.

FNH
Bacaan 2 Menit
Kurangi Impor, Pemerintah Wajibkan Penggunaan Biofuel
Hukumonline

Besarnya volume impor dinilai sebagai salah satu penyebab nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat anjlok. Impor Bahan Bakar Minyak (BBM), terutama. Pada Jumat (23/8) lalu, Presiden SBY telah mengumumkan paket kebijakan stabilisasi ekonomi. Salah satu langkah yang harus ditempuh adalah dengan mengurangi impor BBM.

Rapat koordinasi yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Senin (26/8), memutuskan Pemerintah akan menekan laju impor melalui pengurangan impor BBM jenis solar. Dalam kaitan itu pula, Pemerintah menggelar rapat koordinasi dengan PT Pertamina dan pengusaha pemasok bahan bakar nabati atau biodiesel. Hasil rapat mengkaji kesiapan PT Pertamina dan pengusaha untuk memasok biofuel.

Adapun perhitungan penggunaan biofuel adalah 10 persen dari total konsumsi solar. Berdasarkan catatan Pertamina, Hatta mengutip, konsumsi solar di Indonesia sebesar 35 juta kilo liter. Karena itu, penggunaan biofuel yakni sebesar 3,5 juta kilo liter. 3,5 juta kilo liter ini akan dicampur bersamaan dengan solar.

Kesiapan pasokan bahan bakar nabati (BBN) terlihat dari produksi kapasitas yang sudah terpasang saat ini adalah 5,67 juta kilo liter, lalu  ditambah sebesar 3 juta kilo liter. "Artinya, saat ini saja sudah terpasang 5,6 juta siap pasok, ada jumlah tambahan 3,44 juta kilo liter dan rencana tambahan 3,41 juta kilo liter," jelas Hatta.

Hatta menegaskan, mandatory ini tidak hanya berlaku untuk solar bersubsidi, tetapi juga non subsidi seperti yang dikonsumsi oleh industri. Melalui kesiapan menjalankan kebijakan ini, diharapkan dapat mengurangi volume impor BBM dan neraca perdagangan diharapkan akan menurun secara signifikan.

Tetapi, aturan ini dibuat bukan tanpa konsekuensi. Bagi non subsidi, akan diberikan masa transisi. Saat ini, pemerintah masih menggodok aturan masa transisi tersebut. Setelah adanya aturan tersebut, maka non subsidi wajib menggunakan 10 persen bio diesel. "Bagi yang tidak menggunakan, akan ada konsekuensi," imbuh Hatta.

Hatta menjelaskan, ada tiga keuntungan yang diperoleh melalui kebijakan ini. Pertama, mengurangi bebab impor, kedua, memperluas pasar domestik dan ketiga memperkuat usaha-usaha perkebunan rakyat yang bisa meningkatkan kapasitas untuk dipasok dalam negeri.

Sekretaris Jenderal Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia Paulus Tjakrawan mengaku siap memasok biofuel di dalam negeri sesuai permintaan pemerintah. Saat ini, pihaknya sudah memproduksi biofuel 4,8 juta kilo liter. "Kami siap. Namun yang harus diperhatikan Pemerintah adalah soal transportasi dan infrastruktur," kata Paulus.

Penggunaan biofuel ini dipastikan akan berkelanjutan sehingga 2025 mendatang penggunaan biofuel bisa mencapai 25 persen. Saat ini, lanjut Paulus, penggunaan biofuel masih 7,5 persen dan akan bertambah menjadi 10 persen.

Terkait kebijakan tersebut, Paulus juga mengatakan Kementerian ESDM akan melakukan revisi regulasi terhadap aturan penambahan biofuel ini. "Regulasinya sekarang baru mau diganti. Jadi ESDM akan mengubah Permen ESDM No. 32 Tahun 2008," pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait