ILDS, Kumpulan Mahasiswa Tukang Debat
Komunitas

ILDS, Kumpulan Mahasiswa Tukang Debat

ILDS, Melatih mahasiswa untuk melihat suatu permasalahan dari dua sudut pandang pro dan kontra sekaligus.

M-11
Bacaan 2 Menit
Beberapa anggota ILDS FHUI saat berkumpul. Foto: SGP
Beberapa anggota ILDS FHUI saat berkumpul. Foto: SGP

Di negeri ini, sudah banyak beredar sinema baik itu serial di televisi atau film layar lebar yang mengangkat kisah praktik pengacara di Amerika Serikat. Mulai dari LA Law, the Practice, the Firm atau Boston Public. Salah satu faktor yang membuat film-film itu digemari banyak orang, khususnya kalangan yang sehari-hari berurusan dengan dunia hukum seperti pengacara atau mahasiswa fakultas hukum, adalah adegan ketika pengacara di sana beradu argumen dengan jaksa atau pengacara lainnya.

Dalam adegan itu, seorang pengacara digambarkan sebagai seseorang yang ulung berdebat. Masalahnya, apa terpampang di film-film itu kontras dengan kenyataan di dunia praktik hukum di Indonesia. Di ruang sidang pengadilan, pengacara Indonesia terkesan ‘membosankan’ karena hanya duduk manis di kursinya. Mereka praktis hanya membacakan dokumen seperti dakwaan, eksepsi, atau pledoi.

Di luar membaca dokumen, pengacara mengajukan pertanyaan kepada saksi, ahli, atau terdakwa, tanpa beranjak dari kursi. Sesekali, pengacara memang berdiri meninggalkan kursinya, tetapi hanya untuk mencocokkan alat bukti di hadapan majelis hakim. Jaksa pun sama saja. Makanya, jangan heran jika kemudian muncul anggapan bahwa proses acara pengadilan di Indonesia ‘membosankan’.

Masalahnya, laiknya mahasiswa kebanyakan yang masih kental idealismenya, mahasiswa fakultas hukum juga senang beradu argumen. Lalu, bagaimana mahasiswa fakultas hukum ‘melampiaskan’ hasrat berdebatnya, kalau nanti memilih karier sebagai pengacara ternyata hanya akan melakukan rutinitas membosankan? Indonesian Law Debate Society (ILDS) mungkin salah satu jawaban dari pertanyaan ini.

Berawal dari sekumpulan mahasiswa yang suka berdebat, ILDS dibentuk setahun silam di kampus FHUI Depok. ILDS merupakan wadah bagi mahasiswa FHUI yang memiliki minat dan bakat dalam debat bahasa Indonesia. Sebagai Badan Semi Otonom, ILDS secara struktur resminya bernaung di bawah Badan Eksekutif Mahasiswa FHUI.

Semangat yang menjadi ruh dari organisasi tersebut adalah menciptakan tren baru di kalangan mahasiswa fakultas hukum untuk menggunakan seluruh soft skill yang diterima selama kuliahnya dalam kemampuan berdebat. “Seperti diketahui bahwa dalam berdebat, skill yang diperlukan tidak hanya pemahaman terhadap suatu teori tetapi juga kemampuan untuk merangkai kalimat,” tutur Kartini L Makmur, Direktur Eksekutif ILDS.

Visi:
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang kritis dan kompetitif.

Misi:
1.
    Membentuk mahasiswa Fakultas Hukum yang mampu menganalisis permasalahan dari sudut pandang hukum;

2.    Membentuk mahasiswa Fakultas Hukum yang mampu mengungkapkan pendapatnya dengan efektif;
3.    Membentuk mahasiswa Fakultas Hukum yang mampu bersaing secara sehat.

Menurut wanita berkerudung ini, berdebat memiliki banyak manfaat. Salah satu yang utama adalah melatih mahasiswa untuk melihat suatu permasalahan dari dua sudut pandang pro dan kontra sekaligus. “Itu akan melatih mahasiswa hukum untuk berpikir secara komprehensif baik dari sisi pro dan kontra, sehingga tidak mudah menyalahkan jika mendapati suatu permasalahan hukum,” ujarnya sembari tersenyum.

Terkait organisasi yang dipimpinnya, Kartini mengatakan ILDS telah mencetak sejumlah prestasi meskipun umurnya baru setahun. ILDS misalnya pernah menyabet Juara Debat Mahkamah Konstitusi Regional II, Juara II Lomba Debat di Universitas Parahyangan Bandung, dan Juara II di Olimpiade Ilmiah Mahasiswa 2010. ILDS bahkan sempat dilirik lembaga internasional Peace Women Accros the Globe yang bermarkas di Swiss, untuk diajak kerjasama, tetapi batal terlaksana.

Kartini mengatakan sejumlah prestasi itu direngkuh ILDS dengan berbagai rintangan. Salah satunya adalah ILDS sempat mengalami kesulitan mencari mahasiswa hukum yang suka berdebat. Kendala lainnya, dukungan fakultas yang masih minim dalam hal pendanaan dan pengurusan surat izin. “Padahal kita sangat memerlukan dana untuk mengikuti lomba debat yang seringnya diadakan di luar daerah,” tandas Kartini.

Ironis, meskipun berjuang membawa panji fakultas, pengurus ILDS seringkali justru harus merogoh koceknya sendiri untuk biaya ikut perlombaan debat. Biasanya, biaya yang berasal dari kantong pengurus akan diganti jika keikutsertaan ILDS dalam lomba debat membuahkan prestasi. Hadiah kemenangan biasanya dibagi-bagikan kepada pengurus secara proporsional.

Tak ada pengorbanan yang sia-sia. Kini, keberadaan ILDS mendapat respon yang positif dari dosen dan mahasiswa FHUI. “Para dosen tak segan-segan banyak memberi penjelasan mosi dan bahkan meminjami kita buku, “ jelas Kartini.

Tags: