Kubu Prabowo-Hatta Gugat Pencapresan Jokowi di PTUN
Berita

Kubu Prabowo-Hatta Gugat Pencapresan Jokowi di PTUN

Jokowi dituding melanggar UU 42/2008 dan PP 14/2009.

ANT
Bacaan 2 Menit
Foto: RES
Foto: RES

Kubu Prabowo-Hatta sepertinya mengoptimalkan berbagai prosedur hukum yang berlaku di Indonesia untuk ‘menjegal’ kompetitor mereka, Jokowi-JK. Selain mengajukan permohonan perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden (PHPU), kubu Prabowo-Hatta juga menempuh proses hukum Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Melalui Tim Aliansi Advokat Merah Putih, Prabowo-Hatta mempersoalkan pencapresan Jokowi yang dinilai melanggar undang-undang. Gugatan PTUN ini sebenarnya sudah didaftarkan sejak Juni 2014 lalu, dan kini persidangan yang digelar di PTUN Jakarta sudah memasuki tahap mendengarkan keterangan ahli, Rabu (13/8).

Ketua Tim Aliansi Advokat Merah Putih Suhardi Somomoeljono menjelaskan, pihaknya perlu menggugat proses pencapresan Jokowi karena dinilai tidak memenuhi persyaratan yang ada dan telah melanggar Undang-Undang.Menurut Suhardi, Pencapresan Jokowi telah menabrak Pasal 7 ayat (1) dan ayat (3) UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, katanya.

"Padahal di situ jelas tertulis Gubernur atau kepala daerah lainnya yang akan dicalonkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden secara resmi dan tertulis," kata Suhardi.

Pada tanggal 13 Mei 2014, diakui Suhardi, Jokowi memang sempat bertemu dengan Presiden SBY. Namun, dalam pertemuan itu, Jokowi tidak membawa izin resmi dan surat dukungan dari partai pengusung.

“Jadi dia (Jokowi) ke istana sebagai manusia pribadi dan bukan kepala daerah yang membawa surat dukungan menjadi capres dari partai pengusung. Jadi ini yang belum bisa diterima," paparnya.

Lebih lanjut, Suhardi menyatakan pencapresan Jokowi melanggar PP Nomor 14 Tahun 2009 tentang Tata Cara Bagi Pejabat Negara dalam Melaksanakan Kampanye Pemilihan Umum. Menurut dia, Jokowi melanggar Pasal 19 ayat (1-3) yang mengatur tentang keharusan bagi kepala daerah yang dicalonkan sebagai persiden atau wakil presiden, untuk meminta izin kepada Presiden.

"Nah kemarin itu, faktanya Jokowi mendaftarkan diri sebagai capres pada tanggal 19 Mei 2014. Sedangkan dia ketemu presiden tanggal 13 mei dan itu pun tidak membawa surat rekomendasi dari partai pengusung. Jadi itu tidak sah bila merujuk pada Peraturan pemerintah tersebut," katanya.

Dikatakan Suhardi, konsekuensi hukum bila gugatannya diterima dan diputuskan oleh majelis hakim PTUN maka penetapan pasangan Jokowi-Jusuf Kalla sebagai pasangan Presiden dan Wakil Presiden terpilih oleh KPU adalah cacat hukum. Akibatnya, terjadi delegitimasi hasil Pilpres 2014 yang berdampak pada goyahnya sistem pemerintahan Indonesia.

"Akibatnya ini bila diterima gugatan kami maka akan terjadi delegitimasi hasil Pilpres 2014 dengan segala konsekuensi yang akan ditimbulkannya, karena pencapresan Jokowi cacat hukum begitu pula dengan keputusan KPU yang memenangkan pasangan Jokowi-JK itu," katanya.

Dalam persidangan, Prof Dr Zaenudin Ali yang dihadirkan sebagai ahli menjelaskan bahwa Surat Keputusan KPU No. 453/KPTS/KPU Tahun 2014 tentang penetapan pasangan calon Presiden Joko Widodo tidak sah dan cacat hukum. Karena, PP Nomor 29 tahun 2014 mengenai tata cara pengunduran diri kepala daerah baru diterbitkan satu hari setelah Joko Widodo menghadap Presiden SBY pada tanggal 13 Mei 2014 untuk minta izin cuti.

"PP untuk kepala daerah yang akan mencalonkan diri menjadi Presiden waktu Joko Widodo bertemu dengan presiden SBY pada tanggal 13 Mei 2014 belum ada. PP baru ada pada tanggal 14 Mei 2014 yakni PP Nomor 29 tahun 2014. Ingat, Hukum tidak boleh berlaku surut," kata Guru Besar Ilmu Hukum, Universitas Hasanuddin, Makassar ini.

Ia menjelaskan, PTUN memiliki wewenang untuk memutuskan Surat Keputusan KPU tersebut sebagai objek dari TUN atau Tata Usaha Negara serta Bawaslu tidak memiliki wewenang sebagai bagian dari kekuasaan kehakiman. "Jadi bila SK KPU tentang pencapresan Joko Widodo bertabrakan dengan Hukum dapat dibatalkan," katanya.

Tags: